Semua yang kualami beberapa hari terakhir ini menjadi tamparan yang cukup keras dalam hidupku. Aku merasa tak dibutuhkan lagi. Aku merasa tak berguna lagi. Aku terus menangis memikirkan semuanya.
Aku berjalan turun dari tempat tidurku menuju kaca besar disamping lemariku. Disitu aku melihat rambutku yang sudah tak teratur lagi, mataku yang merah akibat menangis setiap malam, aku juga melihat tubuhku yang semakin ramping akibat mogok makan beberapa hari terakhir dan aku melihat garis garis darah kering ditangan kiriku akibat cutting.
Aku terus memperhatikan diriku dikaca. Sampai tiba - tiba aku ingat kenangan kenanganku dengan Vano.
(flashback)
Pagi itu aku sedang duduk diruang tamu menunggu kedatangan Vano sambil membaca beberapa majalah dan buru buru memakan sarapanku ketika bunyi klakson sudah terdengar dari depan pintu."maaf nunggu lama ya" ucapnya sambil mencium keningku.
"iyaa gapapa yaudah ayo cepet nanti telat".
Aku sengaja menyuruh Vano menjemputku hari ini karena aku sedang tidak mood untuk naik taksi atau kendaraan umum.
Aku menarik nafas panjang saat melihat gedung tingkat 4 yang mengitariku ini.
"kenapa?" tanya Vano melihat ekspresiku yang kelihatan lelah sekali saat melihat sekolah.
"capek. kelas gue kan dilantai 4 sekarang. udah gitu kemaren abis ngurusin ini itu huftt" ujarku sambil mengeluh.
Tiba - tiba saat memasuki koridor sekolah, Vano mengangkatku dan menggendongku hingga kedepan tangga.
"sekarang coba naik kesini" ujarnya sambil menepuk nepuk pundaknya.
"lo yakin? gausah deh".
Karena terus memaksa akhirnya aku naik dipunggung Vano dan dia mulai menaiki undakan tangga hingga mencapai kelasku.
Praakk. Tanpa disadari aku telah menonjok kaca didepanku hingga pecah. Aku tak tau lagi bagaimana caranya untuk melupakan semua kenangan yang telah kulewati dengan Vano. Aku tak bisa terus terusan mengingat semua ini.
**********
Hari ini adalah hari pengambilan nilai Seni Budaya untuk menyanyi. Aku membawa gitarku dan menunggu hingga namaku dipanggil. Niatnya aku akan menyanyikan lagu dari Ed Sheeran. Namun tampaknya suasana hatiku berkata lain."Shabrienna Var..."
Akupun langsung maju dan duduk didepan menghadap ke semua anak kelasku dan mulai memetik satu demi satu nada.
Setelah menyanyikan lagu Indonesia Pusaka, aku berhenti sebentar dan tanpa disadari aku mulai memainkan chord lagu Akhir Cerita Cinta.
"Inikah akhir cerita cinta... yang slalu aku banggakan didepan mereka...."
Saat mencapai bagian itu tanpa disadari air mataku menetes. Akupun cepat cepat menyelesaikan lagu itu dan izin ke toilet.
Aku berlari ke bukit belakang sekolah. Rasanya ingin sekali berteriak, namun aku tak kuat lagi. Aku hanya menangis dan menangis hingga sepasang tangan memelukku dengan erat. Tanpa mencoba melihat siapa yang memelukku, aku membalas pelukan itu dan menangis lagi didalam pelukannya.
"Udah nangisnya?" ujar suara seorang cowok yang terdengar tak asing lagi.
"Sam? lo ngapain disini? kenapa sih lo ngikutin gue terus?".
"Gue tadi lagi baca buku disana terus lo dateng nangis nangis kesini ganggu gue lagi baca aja" ujarnya sambil kembali duduk dan mulai membuka bukunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Flashlight
Teen FictionDisaat keterpurukan menimpanya, Shabrienna Variezsa hampir kehilangan jati dirinya. Ia terus menyalahkan dirinya atas semua yang terjadi. Hingga ia bertemu dengan Samudera, cowok paling dingin yang menjadi salah satu "most wanted guy" disekolahnya...