Aku terbangun dan merasa sangat lemas. Aku menatap kesekeliling dan menemukan seorang cowok yang sedang berdiri menghadap jendela.
"Kenapa lo gak jujur sama gue tentang penyakit lo Brie?" ia berbicara sambil memutar badannya.
"Vano? kok? lo bisa ada disini?" tanyaku dengan bingungnya.
"Lo pingsan dan gue langsung bawa lo kerumah sakit. Kenapa lo gak jujur sama gue kalo lo punya penyakit kayak gini? Kita sahabatan dari kecil Brie. Dan lo masih nutupin semuanya dari gue?".
"Bukan gitu Van maksud gue. Gue gamau ngerepotin siapapun. Gue bisa sembuh dengan sendirinya kok".
Vano berjalan kearahku dan duduk dikursi penunggu disamping tempat tidurku.
"Lo bilang lo gamau ngerepotin siapapun? Dengan begini lo malah ngerepotin mama lo, sodara lo, semuanya Brie. Lo pikir hidup dengan ginjal yang udah gak berfungsi dengan baik lagi itu bisa sembuh tanpa pengobatan? Lo pikir dong Brie itu bisa ngebahayain diri lo sendiri tauga. Dan gue, gue sangat gak mau lo kenapa napa. Gue khawatir banget Brie sama keadaan lo" kata Vano.
Aku menatap mata Vano yang sudah mulai berkaca kaca. Mungkn benar, jika dari awal aku bilang kalau aku mempunyai penyakit ini, semuanya tidak akan seperti sekarang. Tapi aku adalah tipe orang yang tidak mau dikasihani. Jadi apa yang harus aku lakukan?
"Maafin gue Van. Gue benerbener gak mau ngerepotin orang lain Van. Tapi mungkin cara gue yang salah". Aku mengambil tangan Vano dan menautkannya dengan tanganku.
"Iya Brie, sekarang gue mau lo disini dulu. Biar nanti gue yang jelasin semuanya sama Mama lo. Yaudah lo istirahat aja" kata Vano sambil mengelus rambutku.
"Van? boleh gue minta sesuatu?"
"Apa?"
"Gue mau lo nyanyiin lagu buat gue dong"
"Lagu apa?"
"Sayap pelindungmu boleh?" pintaku dengan nada memohon.
"Hmmm yaudah. Tapi lo tidur ya abis ini?"
"Iyaa"
"Saat kau jatuh, Lukai hati
Dimanapun itu, I'll find you
Saat kau lemah, Dan tak berdaya
Lihat diriku, UntukmuKapanpun mimpi terasa jauh
Oh ingatlah sesuatu
Ku akan selalu, Jadi sayap pelindungmu
Saat duniamu mulai pudar
Dan kau merasa hilang
Ku akan selalu, Jadi sayap pelindungmu.Gue bakal jagain lo terus Brie, Gue bakal terus sayang sama lo, Walaupun dunia udah gak ngasih kesempatan itu buat gue lagi. Gue cuma pengen lo bahagia" Vanopun mengecup keningku.
**********
Samudera's POV
"Duh Brienna kemana ya? Kok lama banget?" gumamku pelan.
Satu setengah jam sudah berlalu sejak Brienna izin untuk ke toilet tadi. Akupun segera mencari Brienna dan menanyakannya kepada semua orang.
"Eh eh Gita ya? liat Brienna gak?" tanyaku kepada Gita yang sedang ngobrol dengan pasangan promnya.
"Loh kok nanya gue? Kan lo yang jadi pasangan promnya. Dan daritadi dia sama lo. Kok jadi nanyanya sama gue?"
"Duh Brienna kemana ya. Mmm yaudah deh makasih yaa Git"
"Bentar deh, emang tadi Brienna bilangnya mau kemana?" tanya Gita yang menahanku ketika aku hendak mencari Brienna lagi.
"Tadi dia izin ke toilet, terus gue tungguin udah satu setengah jam gak dateng dateng juga" jawabku dengan cemas.
"Coba deh tanya ke yang lain. Kali aja ada yang liat. Gue bantu cari juga deh. Bentar ya ndre"
Gita dan Aku segera berpencar untuk mencari Brienna. Aku bertanya pada satu persatu orang yang ada di prom dan tak satupun yang melihatnya.
"Duh Git gimana ya kita harus cari kemana lagi?" tanyaku kepada gita.
"Hmmm eh eh Syaf lo liat Brienna gak?" tanya Gita kepada seorang cewek berambut coklat dengan gaun hitam panjangnya yang kutebak merupakan captain cheers di sekolah.
"Brienna? Tadi terakhir gue liat dia jalan ke arah pintu sana sih Git terus dia keluar abis itu gue galiat lagi dia kemana" jawabnya sambil menunjuk sebuah pintu yang berada didekat toilet.
"Oh, yaudah makasih yaaa" ujar Gita.
Aku dan Gita bergegas menuju pintu itu dan membukanya. Aku sudah mengitari taman ini selama beberapa kali namun tidak sama sekali menemukan tanda tanda Brienna ada disini.
Tak lama kemudia ada office boy yang lewat didepan kami.
"Pak pak, maaf saya mau tanya, tadi bapak liat gak ada cewek pake gaun putih panjang? tingginya segini lah terus rambutnya tadi pake headband terus dikuncir tapi gak kenceng gitu. liat gak pak?" tanyaku.
"Oalah tadi saya liat ada cewek sama cowok disini dan ceweknya sih ciricirinya kayak yang tadi mas bilang. Tapi abis itu saya gak liat mereka lagi mas gatau kemana" jawab office boy tersebut.
"Oalah yaudah makasih ya pak".
Aku segera mendatangi Gita yang sedang duduk dikursi dibawah pohon kecil.
"Gimana?"
"Kata office boy nya dia liat Brienna sama cowok disini. Abis itu dia gak liat lagi"
"Iya? hmmm siapa ya cowoknya"
"VANO! Mungkin Vano!" teriakku.
"Lo kenal Vano? Darimana?"
Duh. Aku lupa kalau Gita tak tau bahwa aku adalah Azhar. Aku diam sesaat sebelum berkata bahwa Brienna sering bercerita tentang Vano padaku.
"I... iyaa kan Brienna suka cerita sama gue tentang Vano. Mmm coba deh lo telfon Vano dia ada dimana"
Gita menatapku dengan tatapan masa-sih-? tapi akhirnya ia segera membuka hp nya dan mencari contact Vano.
"Halo? Vano? Lo lagi sama Brienna gak? Lo dimana emang sekarang? HAH?! Lo dirumah sakit mana? Iyaiya gue kesana sekarang tunggu ya, okeoke, makasi Van"
"Brienna sama Vano Git?" tanyaku pada Gita.
"Iya Sam, Brienna sama Vano lagi dirumah sakit katanya Brienna kambuh lagi tadi"
"Yaudah sekarang kita kerumah sakit sekarang ya"
Kamipun langsung menuju parkiran mobil dan bergegas menuju ke rumah sakit. Aku tidak bisa berhenti memikirkan kondisi Brienna sekarang. Apakah ia baikbaik saja?
Aku berlari menuju kamar Teratai 2 dirumah sakit itu. Aku menemukan Brienna yang sedang tertidur dan Vano yang sedang mengelus rambutnya disampingnya.
"Vano Brienna kenapa?" tanyaku dengan paniknya.
"ssstt Brienna gapapa kok Zhar, eh Sam. Tapi gue mau ngomong berdua sama lo bentar. Git, jagain Brienna bentar ya".
Vano bangkit dari tempat duduk dan segera menyuruhku untuk mengikutinya.
"Lo bilang lo gak mau ngerebut Brienna dari gue lagi! tapi kenyataannya apa?!" kataku dengan kesalnya.
"Duduk dulu Zhar. Gue bakal jelasin kalo lonya tenang"
Aku mencoba menenangkan diriku meskipun itu sulit. "Yaudah sekarang kenapa?
"Jadi gue gak bawa pasangan buat prom hari ini, terus gue pergi ke taman samping gedung terus tibatiba Brienna dateng nyamperin gue terus dia pingsan dan gue langsung bawa kesini
Dan sebenernya Brienna itu punya penyakit Gagal Ginjal Parah yang udah susah buat diobatin. Mau gamau harus ada operasi cangkok ginjal" jelas Vano sambil menatap kedua tangannya.
"Gagal ginjal?"
Aku tak bisa berkata apaapa lagi mendengar perkataan Vano tadi. Jika tidak ada donor ginjal untuk Brienna, apakah aku masih bisa melihat senyum, tawa, dan keceriaan Brienna seperti sediakala?
Aku tak bisa mwaenahan air mataku ketika Vano membisikkanku sesuatu. Apakah aku begitu jahat karena telah memisahkan dua orang yang sama sama sangat mencintai?
KAMU SEDANG MEMBACA
Flashlight
Teen FictionDisaat keterpurukan menimpanya, Shabrienna Variezsa hampir kehilangan jati dirinya. Ia terus menyalahkan dirinya atas semua yang terjadi. Hingga ia bertemu dengan Samudera, cowok paling dingin yang menjadi salah satu "most wanted guy" disekolahnya...