Chapter 20 / Janji

94.2K 4.5K 100
                                    

Chapter 20 / Janji

-Bian's POV-

Aku mendengarkan suara orang yang sedang memanggil-manggil namaku. Suara yang sangat merdu dan lembut yang dipenuhi oleh kekhawatiran, siapa lagi kalau bukan Vian?

Sungguh, aku ingin sekali membuka mataku, tapi mata ini bagaikan sudah dilem dengan lem kayu. Sangatlah susah untuk membuka mata ini.

Tapi sedikit demi sedikit aku menggerakan lenganku, lalu terdengarlah suara pekikan Vian yang menggema.

"Biann! Kamu udah sadar?" Pekik Vian keras, tepat ditelingaku.

Ini sih namanya bukan khawatir, tapi nyebelin.

Perlahan tapi pasti, aku membuka kedua mataku dengan perlahan. Pandanganku langsung disuguhi dengan permandangan Vian yang masih memakai piyama tidur.

Sepertinya akan lebih seru kalau Vian memakai lingerie merah, meliuk-liuk bagaikan ular sanca. Apalagi kalau bibir penuh itu merayap pada-

Pletakk

Tangan halus itu menjitak kepalaku dengan keras. Dasar tenaga abang-abang.

"Aku tau ya! Kamu mikirin apa aja dari tadi! Kamu tuh baru bangun! Kayaknya otak kamu harus dioperasi, diganti sama otak penyu!" Vian berteriak keras.

"Baru bangun udah dimarahin aja." Aku mengedipkan mataku perlahan-lahan supaya terlihat lebih polos dengan otak kotorku ini.

"Aku ada dimana? Kenapa aku ada disini?" Aku bertanya dengan pelan sambil melihat kesekelilingku.

Sebenarnya sudah jelas kalau aku sedang berada di rumah sakit, tapi daripada aku dimarahi terus oleh Vian? Mending pura-pura bodoh.

"Kamu lagi ada di rumah sakit. Kata orang-orang yang waktu itu ada dikantor, kamu dengan membabi butanya mukulin Adrian. Banyak orang yang udah coba buat ngelerai kamu, tapi kamu terlalu kuat. Jadi mereka terpaksa mukul kamu tepat dileher supaya kamu pingsan. Adrian baru aja keluar dari ruangan ICU. Mungkin kalau waktu itu kamu ga berhenti mukulin Adrian, Adrian belum tentu bisa selamat." Vian menatap mataku dengan tajam, seolah menyalahkanku atas semua kejadian ini.

"Adrian memang pantas untuk mati." Ucapku tajam.

"Bian! Kamu gak boleh gitu!" Vian menatapku tidak percaya.

"Kamu gak tau kan, kalau selama ini orang dalam yang kita cari-cari itu adalah Adrian?! Dia itu penghianat! Dia pengen ngejatuhin aku, dia pengen ngerebut kamu dari aku!" Tanpa disengaja, aku meninggikan suaraku kepada Vian. Melihat mata Vian yang sudah berkaca-kaca, aku pun melembutkan suaraku. "Terserah kamu mau percaya sama aku atau nggak. Tapi yang harus kamu tau, aku bakal tetap sayang sama kamu, kayak gimanapun keadaannya." Lanjutku sambil memeluk Vian dengan hati-hati. Hatiku menghangat saat tahu kalau Vian tidak memberontak saat kupeluk.

Aku bisa merasakan Vian terisak di dadaku. Aku terus menepuk-nepukan tanganku dipunggungnya lembut berharap agar aku bisa menenangkan Vian.

"Aku percaya sama kamu Bi, aku akan selalu percaya sama kamu."

*****

Aku sudah bisa pulang ke rumah, aku hanya meningap dirumah sakit selama satu hari saja. Aku tidak mempunyai luka serius, hanya sedikit memar dibagian leher.

Tapi sebelum pulang, aku menyempatkan diri terlebih dahulu untuk pergi ke kantor untuk bertemu Devin, sahabat sedari kecilku. Dia juga adalah pengacara yang cukup diperhitungkan.

Aku pergi ke kantor bersama Vian, sebenernya aku tidak ingin membawanya pergi, tapi mulut cerewetnya itu tidak akan pernah bisa diam jika aku tidak menuruti permintaannya.

Ain't It Love, Boss?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang