Chapter 3 / Pertemuan Tak Terduga
-Vian's POV-
Disinilah aku, seorang Viana Putri Alriza yang sedang menunggu. Jujur aku benci menunggu. Sebenarnya aku benci menunggu karenanya. Karena dulu, disaat masa terbodoh yang pernah aku lalui. Aku selalu menunggu. Menunggu orang yang bahkan sering tidak menepati janjinya. Menunggu hal yang tak pasti. Menunggu kehampaan yang tak berarti.
-flash back on-
Disebuah cafe bernuansa floral, ada seorang gadis manis yang sedang tersenyum walau kadang melihat jam tangannya beberapa kali. Dia sudah berada di cafe itu sejak 2jam yang lalu. Dia bahkan sudah menghabiskan 2 gelas milkshake vanilla sendiri. Yap. Gadis itu adalah Vian. Gadis polos yang sedang kasmaran. Kata orang, cinta itu bodoh. Dan sepertinya kalimat itu memang tepat, kalimat yang bisa mendeskripsikan kehidupan Vian.
"Ih kok ditelpon susah, disms gak dibales? Katanya kita ada lunch jam 1 siang? Bahkan ini udah jam 3. Hah kebiasaan sekali, anak itu. Tapi jangan sedih! Aku yakin kok dia akan tepat janji. Pasti." Celoteh Vian yang asalnya sedih menjadi semangat.
Saat matanya melihat sekeliling, dengan tidak sengaja, matanya bertemu pandang dengan sekelompok laki laki yang sedang bercanda. Dia merasa kenal dengan mereka. Setelah menajamkan mata. Akhirnya dia tahu, siapa mereka.
Fabian dan teman temannya.
Hei? Bukannya mereka telah membuat kesepakatn untuk makan siang bersama? Bahkan Vian sudah telat makan siang. Bagaimana bisa!
Langsung saja Vian berjalan kearah sekelompok laki laki itu.
"Hai Vian?! Kebetulan ya, kita bisa gak sengaja ketemuan disini!" Sapa Danu, salah satu teman Bian dengan ramah.
"Oh hey Dan! Yap, kebetulan sekali kita ketemu disini. Gue kira lo sibuk ngerjain tugas? Eh udah dari kapan kalian disini? Kayaknya udah lama deh." Vian hanya bisa menyindir halus kekasihnya yang bahkan masih sibuk mengobrol dengan temannya yang lain.
"Iya nih, kita disini udah dari jam 2an sih. Kebetulan tadi pulang basket kita langsung kesini. Katanya makanan disini enak." Sekarang giliran Geri yang membalas perkataan Vian.
"Loh Vi? Kamu ngapain disini? Ngikutin aku lagi hah?" Dengan kasarnya Bian menuduh Vian. Vian memang bisa disebut penguntit karna dia kadang suka memerhatikan Bian dari jauh. Dan Bian sangat benci hal itu. Hal yang menurutnya sangat mengusik kehidupannya yang selama ini dianggapnya tenang.
"A- aku gak ngikutin kamu kok. Bahkan aku disini udah dari jam setengah satu." Vian memang selalu ketakutan setiap Bian marah sedikit saja kepadanya. Hatinya mencelos sakit karna ternyata pacar tercinta nya bahkan tidak mengingat janji makan siang yang sudah membuat dia tersenyum dari kemarin. Ternyata realitanya sangat amat jauh dari ekspetasi sebelumnya. Dia kira, dengan makan siang ini, Bian bisa sedikit berubah dan sedikit hangat kepadanya. Tapi dia salah. Bahkan ini lebih sakit, dari didiamkan setiap kali dia bercerita.
"Halah! Kamu ini! Bilang saja hah!" Mata bian terus memerhatikan Vian dengan tajam, "Dasar penguntit!"
Hati Vian semakin remuk. Sungguh, tidak biasanya dia selemah ini. Biasanya selama dia dikasari atau dibentak, dia tidak akan sesedih ini.
"O- oke Bi. Aku pulang aja kalau gini. Makasih yaa udah bikin aku berimajinasi tentang makan siang pertama kita. Makasih udah kasih aku harapan yang bikin aku melambung. Tapi sayang, gampang banget ya kamu ngejatuhin harapan itu. Hanya dalam waktu beberapa menit. Makasih Bi!" Tidak terasa, air mata Vian jatuh juga. Air mata yang tidak pernah dia perlihatkan didepan orang banyak. Air mata menyedihkan yang membuat banyak orang memberi tatapan kasihan kepadanya. Sungguh, ia benar benar membenci tatapan itu. Tatapan kasihan yang membuat dia terlihat menyedihkan. Bahkan sangat menyedihkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ain't It Love, Boss?
RomanceBagaimana rasanya jika bos mu adalah mantan pacarmu? Pacar yang sangat dingin kepadamu? Bahkan dia tidak pernah bersikap manis kepadamu? Um.. sebenarnya dia pernah bersikap manis sih, TAPI kamu bahkan bisa menghitungnya dengan jari selama kau berpac...