Chapter 14 / Masalah Baru

131K 5.3K 159
                                    

Chapter 14 / Cemas

-Vian's POV-

Sudah 5 hari ini aku mengalami bedrest. Dengan kaki yang masih memakai kruk, aku berjalan kearah kulkas, mengambil beberapa minuman dan snack untuk aku makan.

Dengan malasnya aku terduduk disofa sambil menyalakan TV. Radit, kakak ku yang baru saja keluar dari kamarnya melebarkan matanya melihatku.

"Kamu masih harus bedrest, Vi?!" Radit menjitak kepalaku keras.

"Awww." Aku mengaduh kesakitan sambil mengusap usap kepalaku. "Aku bosan!" Jawabku cuek.

"Huh! Kau ini! Mau aku telpon Bian? Supaya tambah dimarahin kamu." Ucap Radit santai sambil memakan snack yang ada ditanganku.

"Jangan bahas dia! Aku males denger nama dia." Aku memutar mataku sebal.

Bayangkan saja, aku kira kelakuan dia akan semakin baik kepadaku. Tapi nyatanya? Dia malah selalu membuatku sebal, walau kadang dia bersikap romantis. Dan apa maksudnya ini? Sudah 3 hari ini dia tidak menghubungi ku. Oke, sebenarnya dia mengsmsku. Tapi apa itu cukup? Mana dia hanya berkata, 'Maaf aku sedang sibuk jadi aku jarang menghubungimu.' APA ITU YANG NAMANYA BERUSAHA MEMENANGKAN HATIKU LAGI? Huh, lama lama aku seperti istri yang sedang kalang kabut menunggu suaminya saja.

"Kalian ini berantem terus. Kayak kucing anjing tau gak?" Radit menggeleng gelengkan kepalanya.

"Bukan urusan kakak sih! Lagian salah sendiri, katanya mau gimana, eh sampe sekarang batang hidungnya belum ada." Aku memutar kedua bola mataku.

"Ada yang khawatir ini." Radit malah mencolek colek daguku.

"Diem ih!" Aku menepis tangannya jutek.

"Jutek mulu lu sama kakak sendiri." Radit malah menjenggut rambutku pelan.

Saat ingin melakukan serangan balik, bel pintu rumah berbunyi nyaring. Aku dan Radit saling berpandangan memberi kode supaya salah satu dari kita membuka pintu. Dengan cengiran lebar, aku menunjuk kakiku yang masih belum sembuh dan menaik naikan alis.

"Nyusahin dasar." Dengan keterpaksaan Radit berjalan kearah pintu dan membukanya perlahan. Hatiku sudah berdetak cepat. Siapa tahu kalau itu adalah Bian? Aku tersenyum senyum sendiri ditempat sambil terus memandang kearah pintu.

Saat pintu terbuka, hal pertama yang aku lihat adalah pakaian merah dengan topi yang berwarna senada dan celana berwarna hitam.

Ya, dia adalah PHD pesan antar.

KENAPA SETIAP ORANG TERLIHAT MEMBUAT HARAPAN PALSU HAH?!

"Ini orderannya mas. Terimakasih telah membeli Pizza kami, saya pamit. Selamat sore."

Sesudah pintu ditutup, terdengar suara tawa menggelegar dari iblis sialan yang sayangnya telah menjadi kakak ku. "Muka lo priceless banget dek." Sambil masih tertawa terbahak bahak, dia akhirnya duduk disebelahku.

"Besok aku udah mulai kerja." Tanpa memperdulikan tawa jahanam nya, aku berkata dengan tegas.

Radit yang mendengar hal itu langsung terdiam seketika. "Serius? Kamu masih sakit, Vi. Bian pasti ngertiin keadaan kamu kok. Serius."

"Bukan masalah itunya, tapi aku bosen dirumah, gak ada temen, kan pagi juga kakak kerja, ayah bunda juga kerja." Aku menyilangkan tanganku.

"Yaudah sih. Tapi janji, jangan petakilan nanti disana. Jangan aneh aneh juga."

Aku langsung berteriak girang sambil memeluk Radit dalam.

*****

Berjalan di kantor Bian dengan kruk tidaklah mudah. Apa lagi beberapa orang terlihat menatapku dengan pandangan aneh. Dengan hati hati aku berjalan. Tiba tiba Susan menghampiriku dan membantuku untuk berjalan. Saat sudah mencapai ruanganku. Aku langsung diperlihatkan dengan permandangan yang aneh. Terlihat beberapa orang terlaly sibuk dan bahkan tidak peduli dengan keadaan sekitar. Hal yang aneh di divisi ini karna biaaanya mereka selalu bersosialisasi dengan baik.

Ain't It Love, Boss?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang