Chapter 16 / Adik Tiri?

103K 5.2K 113
                                    

Chapter 16 / Adik Tiri?

Keesokan harinya, terlihat Bian, Vian, dan Radit yang sedang menunggu kedatangan seseorang. Ya. Siapa lagi kalau bukan Pak Santoso? Bian berpura pura menelepon Pak Santoso kalau terjadi rapat mendadak diruangannya.

Vian sudah siap dengan alat penyetrum untuk berjaga jaga jika saja ada perbuatan yang tidak diinginkan yang sudah dia simpan ditasnya. Sedangkan Radit sudah menyiapkan tongkat baseball di tangan kanannya.

"Dit, lo udah kaya mau tawuran aja!" Seru Bian meringis melihat Radit yang sedari tadi berlatih memukul memakai tongkat itu.

"Gue gak punya pistol! Daripada Vian mati! Kalau lo yang mati sih gue gak peduli." Jawab Radit enteng. "Malah kalau lo bikin Vian nangis lagi. Tongkat ini yang bakal gue pake buat nyolok hidung sialan lo itu." Tambahnya sambil tersenyum menakuti.

Bian langsung meringis memikirkan bagaimana hidungnya akan dicolok colok dengan tongkat baseball itu sambil membayangkan Radit dengan tawa menyebalkannya.

"Siapa juga yang mau bikin adik kesayangan lo itu nangis?" Tanya Bian yakin sambil menggandeng tangan Vian.

Vian yang melihat pertengkaran dua orang itu hanya mendecak kesal dan menepis tangan Bian.

Tok tok

Tiba tiba terdengar suara ketukan di pintunya.

Mereka yang sudah tahu siapa orang itu langsung bersiap pada posisinya.

Bian yang melihat Radit sudah bersiap persis di depan pintu sambil memegang tongkat baseball nya dengan posisi siap menyerang langsung memelototi Radit.

"Kita disini mau nyelidikin orang. Bukan berbuat tindak kekerasan, Dit." Bian langsung mengambil paksa tongkat tersebut dari genggaman Radit.

"Eh balikin tongkat gue!" Seru Radit.

"Lo kan udah punya tongkat, ngapain lo minta tongkat lagi?" Tanya Bian dengan mengankat satu alisnya sambil terkekeh pelan.

"Tongkat apa?" Tanya Radit aneh.

Tapi melihat Bian yang menatap lurus kebagian celana nya, Radit langsung berteriak jijik. "Mesum lo!" Seru Radit sambil menutupi bagian 'itu'.

Bian langsung tertawa terbahak bahak melihat ekspresi Radit.

"Kita lagi di situasi seperti ini tapi kalian sempat sempatnya bercanda?!" Seru Vian sambil mendelik kearah mereka berdua.

"Kalian berdua duduk di sofa. Jangan sampai Pak Santoso curiga dengan kita." Kemudian Bian berjalan kearah pintu dengan cepat sedangkan Radit dan Vian bergegas duduk di sofa.

"Selamat pagi." Sapa Pak Santoso setelah Bian mempersilahkannya masuk.

"Silahkan duduk, Pak."

Bian yang melihat Pak Santoso sedang kebingungan melihat sekitarnya akhirnya membuka pembicaraan.

"Seperti yang bapak lihat. Sebenarnya saya memanggil anda kesini bukan untuk rapat." Bian berbicara dengan tenang.

Krekk

Radit langsung mengunci pintu agar Pak Santoso tidak bisa kabur lagi.

"Saya ingin bertanya tentang ini." Bian menyimpan jam tangannya itu dihadapan Pak Santoso.

"Jam tangan ini kan pemberian saya?" Tanya Pak Santoso bingung.

"Karena jam ini pemberian anda, makanya saya bertanya." Jawab Bian dengan tatapan menyelidik. "Saya menemukan alat penyadap didalam jam tangan ini. Dan saya yakin dengan pasti orang yang bertanggung jawab akan kejadian ini adalah anda." Lanjutnya tajam.

Ain't It Love, Boss?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang