Final Chapter
-Bian's POV-
Aku duduk dikursi sebelah Vian, menunggunya agar cepat membuka matanya lagi. Entah kapan Vian akan sadar dari tidur panjangnya ini.
Darah yang keluar dari tubuh Vian sangatlah banyak, bahkan tim medis sampai menghabiskan 10 stok transfusi darah. Untungnya peluru itu tidak mengenai organ-organ vital yang dimiliki Vian.
Sudah 2 hari dia belum sadar, menurut perkiraan dokter sih dia akan terbangun besok atau lusa.
Aku jadi ingat saat dulu, Vian juga koma. Saat salah satu karyawanku menyiksanya habis-habisan di toilet kantor. Bedanya sekarang dia koma karna Marco. Tapi kedua masalah tersebut memiliki alasan yang sama. Alasannya adalah aku.
Aku sadar, aku sering menjadi alasannya untuk terluka. Tapi aku janji ini akan jadi terakhir kalinya dia merasakan sakit karena aku.
Marco sudah ditahan oleh polisi dan diberi pasal berlapis. Adrian? Aku sadar, sebenarnya Adrian adalah orang yang baik tapi saat itu dia hilang arah. Cinta memang dapat membuatmu menjadi bodoh, kan? Jadi aku memutuskan untuk tidak menjebloskannya ke penjara. Memberinya kesempatan kedua untuk hidup lebih baik lagi. Tapi dia tentunya sudah tidak lagi bekerja diperusahaanku. Perusahaan ku mempunyai peraturan yang ketat, jadi sekalinya kau berkhianat, kau tidak akan bisa kembali bekerja dikantor ku lagi.
Tapi setidaknya aku tidak memberikan catatan jelek didatanya sehingga dia bisa mencari pekerjaan lain dengan mudah.
Aku terus menatap wajahnya, wajahnya sangat tenang dan damai. Berbeda sekali saat dia sedang sadarkan diri, wajah cantiknya itu pasti mempunyai banyak ekspresi, kebanyakannya sih ekspresi emosinya yang aku anggap lucu. Mungkin orang lain akan menganggap kalau wajahnya itu seperti perempuan yang sedang PMS. Percayalah, muka orang yang sedang PMS itu lebih seram daripada harimau hitam.
Aku duduk menyandar, mencari kenyamanan diantara kegelisahanku ini. Aku akhirnya berdiri dari tempat dudukku itu, berjalan kearah meja tempat disimpannya buah-buahan. Aku mengambil sebuah apel dan mengupasnya, disaat aku sedang mengupasnya aku mendengarkan suatu suara.
"Bi, sekalian kupasin buat aku ya." Suaranya sangat pelan. Itu jelas sekali suara Vian.
"Oke." Aku membalas ucapannya tanpa memandang kearahnya, memfokuskan diri memotong apel. Dasar Vian, bisanya hanya menyuruh saja.
Tunggu. Ini suara Vian.
INI BENAR-BENAR SUARA VIAN!!!!
Aku langsung memandangnya, tidak percaya akan apa yang telah aku lihat.
"Kamu... Vian?" Setelah dia lama sekali koma, pertanyaan bodoh itulah yang keluar dari mulutku.
"Bukan, aku James Bond." Katanya sambil memutar matanya malas dengan lemah. Walaupun dia masih belum sembuh total, tapi jiwa sarkastiknya masih ada.
Lalu hening beberapa menit, sebelum aku langsung berlari kearahnya dan langsung memeluknya.
"Vian! Jangan bikin aku khawatir terus! Aku gak bisa bayangin hidup tanpa kamu." Aku masih memeluknya, menghirup bau tubuhnya yang menurutku sangatlah wangi.
Vian terkekeh pelan melihat tingkah lakuku ini. Tapi sungguh, aku benar-benar merindukannya.
"Kamu tahu? Kalau badan besar kamu ini terus meluk aku, aku bisa patah tulang." Keluhnya. "Jadi, sudah berapa lama aku tidak sadarkan diri?"
"Um... Jangan kaget ya?" Melihat muka penasarannya itu adalah hiburan tersendiri buatku. Mungkin menipunya sedikit tidak akan terlalu dosa. "Kamu koma sudah 3 bulan." Wajahku datar meyakinkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ain't It Love, Boss?
RomanceBagaimana rasanya jika bos mu adalah mantan pacarmu? Pacar yang sangat dingin kepadamu? Bahkan dia tidak pernah bersikap manis kepadamu? Um.. sebenarnya dia pernah bersikap manis sih, TAPI kamu bahkan bisa menghitungnya dengan jari selama kau berpac...