Chapter 18 / Kencan ala Bian

139K 5.9K 380
                                    

Chapter 18 / Kencan ala Bian

-Vian's POV-

Aku tidak bisa mengenyahkan pikiranku tentang ciuman itu. Memang sih itu bukan ciuman pertamaku. Maksudku, aku pernah berciuman dengan Bian dulu. Tapi itu ternyata hanya untuk main-main dan ajang pamer didepan teman-temannya.

Saat itu aku sangat senang walaupun aku tahu itu hanya permainannya saja. Aku bertingkah seperti perempuan kelebihan hormon yang berpikir seakan cinta diatas segala-galanya.

Tapi aku berterimakasih pada kejadian lalu. Karna kejadian-kejadian itu, aku menjadi orang yang lebih realistis. Aku menjadi lebih sering mengikuti kata otakku daripada hatiku.

Kata orang, kita harus lebih mempercayai kata hati kita. Tapi aku tahu kalau kalimat itu hanya kalimat kosong tidak ada artinya.

Hei, kalau memang mengikuti kata hati akan membuat kita lebih bahagia mengapa dulu aku tidak bahagia? Aku seperti orang bodoh yang terlalu mengagung-agungkan kata cinta, kata hati.

Kalau kalian ingin tahu kelanjutan dari kissing scene kemarin. Kalian salah kalau kalian pikir adegan itu berjalan dengan romantis.

Sesudah dia menciumku, aku tanpa berkata apa-apa lagi malah mendorongnya menjauh sambil berkata, "Jadi ciuman ini sungguhan atau hanya main-main seperti sebelumnya?"

Aku bahkan bersumpah bisa melihat kilatan sedih dimatanya sebelum menghilang menjadi kilatan jenaka. Bahkan bukannya menyingkir, anak itu malah tambah menggodaku dengan gombalan-gombalan recehnya itu.

Tipikal Bian.

Tapi aku lebih menyukai Bian yang sekarang daripada yang dulu. Dia terlihat lebih hidup? Bukan maksudku kalau dia adalah hantu!

Dulu, matanya itu sangat dingin. Mata itu seperti berkata, "Jangan mendekat atau akan aku buat hidupmu sengsara." Aku saja tidak tahu kenapa dulu aku sempat tahan dengan mata dinginnya itu. Bahkan dari dulu aku selalu berusaha untuk mencairkan es didalam hati Bian.

Tapi sekarang keadaan sudah berubah, aku harap ini yang terbaik.

Hari ini hari sabtu, artinya aku bebas bermalas-malasan dikasur. Bergelung nyaman sambil melamun memikirkan masalah-masalah yang selama ini banyak menghantamku.

Hari yang santai sampai aku mendengar suara ketukan yang mengganggu.

"Vi, buka pintunya. Ada tamu tuh nyariin kamu." Seru bunda dari luar kamar sambil terus mengetuk-ngetuk pintu.

"Iya bun, bentar lagi. Aku lagi siap siap dulu." Jawabku malas, bukannya bersiap-siap aku malah tambah membenamkan kepalaku di bawah selimutku ini.

"Jangan bohong kamu Vi! Bunda tau, kamu masih dikasur." Bunda malah tambah mengencangkan seruannya. "Kalau dalam hitungan tiga kamu gak ngebuka pintu ini, bunda janji bakal ngasih tau tempat dimana kamu nyimpen makanan-makanan kesukaan kamu ke Radit." Lanjutnya tambah menggedor-gedor pintu.

Walaupun aku malas keluar kasur ini. Tapi mau tidak mau akhirnya aku membukakan pintu kamarku juga.

Huh aku tidak mau Radit yang kalau sudah melihat makanan, kelakuannya tidak jauh seperti babi yang kelaparan itu mencuri semua makananku.

"Ada apaan sih bun?" Tanyaku pada akhirnya.

"Hih! Anak gadis jam segini masih tidur dikamar itu gak baik! Itu ada tamu nungguin kamu. Bersih bersih dulu sana." Kata bunda sambil merapikan rambutku.

Akhirnya dengan malas, aku berjalan keluar kamar menuju ruang tamu.

"Viana! Masih muka bantal gitu! Setidaknya kamu cuci muka dulu!" Teriak bunda dibelakangku.

Ain't It Love, Boss?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang