Aku menolak tawaran Libra yang mau menjemputku untuk berangkat ke sekolah. Bukan karena aku yang kena marah lagi, bukan, melainkan karena sungkan. Sudah 3 minggu berlalu semenjak kejadian di balkon itu, aku dan Libra jadi jarang bertemu, di sekolahpun tidak. Entah siapa yang menjauh, aku, atau Libra, kita tidak bisa menentukan, yang bisa kami lakukan hanyalah menebak. Oh ya, hubungannya dengan Ayesha membaik, apalagi jika diingat penolakan Libra yang kurasa cukup jahat itu, akhirnya Libra meminta maaf pada Ayesha dan melunaskan janjinya, SETIAP HARI. Dan setelah 3 minggu tidak bertemu, Libra menawarkan jok belakang motornya lagi kepadaku. Dengan halus aku menolak tawaran yang pada kenyataannya tidak akan aku tolak itu, mungkin aku hanya gengsi menerima kenyataan bahwa Libra memang tidak membalas perasaanku yang sudah jelas terhadapnya. Tidak apa, aku tidak akan menangis lagi.
3 minggu, banyak yang terjadi di rumahku, di dalam keluargaku. Shanin menjauhi personil band gadungan sekolahnya. Tidak peduli Shanin dapat ilham dari mana, yang penting ia sudah memutuskan hubungannya dengan laki-laki tidak jelas itu. Ayah memperbolehkan aku pergi bebas lagi dengan Libra, ternyata setelah kejadian di balkon itu, aku tertidur akibat lelah menangis, Ayah datang memasuki ruangan kamarku, ia cemas karena mendengar cerita Ibu tentang aku yang pucat saat pulang sekolah. Kalau menurut cerita yang Libra kirimkan padaku, Ayah sempat menghardiknya, ia menyuruh Libra menjauhi kasur tempatku tertidur, tetapi dengan sigap Ibu melindungi Libra dengan menceritakan kronologis kejadian saat aku sakit. Setelah itu Ayah berterima kasih pada Libra, dan menitipkan aku padanya, tentu saja hanya saat di luar rumah. Tetapi sayangnya, setelah Ayah 'membebaskan' ku, aku dan Libra malah sibuk dengan dirinya masing-masing.
Sesekali aku kepergok oleh Wenda atau Gia sedang menonton Libra mendribble bola oranye dari balkon koridor lantai 2. Aku juga sudah tidak pernah makan di kantin lagi, aku selalu membawa roti isi daging 'cowok ganteng' ku. Ah aku rindu panggilan Aligator itu, aku juga rindu memanggilnya Tower Sinyal, aku rindu Libra yang selalu memesan Black Coffee dan selalu merebut ekstra cookie ku, aku rindu Libra yang selalu mengecup keningku sebelum ia menaiki tangga menuju kelasnya, aku rindu Libra yang selalu memaksaku bercerita apapun, meski aku tidak dalam mood untuk bercerita.
'Aku rindu. Libra, ternyata aku rindu. Ah memangnya kamu peduli?'
***
Ini hari terakhir masuk sekolah sebelum libur semesteran yang bisa dibilang lumayan panjang, 2 minggu. Teman-temanku menyambutnya dengan sangat gembira, dari jauh-jauh hari mereka sudah membicarakan rencana liburannya, ada yang memilih untuk pergi keluar kota juga luar negeri, dan mungkin ada yang memilih untuk santai di rumah seperti aku. Setelah bel terakhir, sepertinya semua anak murid di sekolah bersorak bersamaan. Di kelasku, anak laki-laki langsung melempar gumpalan kertas ke langit-langit kelas kala bel itu berdering, kami memberikan tos dan salaman satu sama lain, perumpamaan tanda perpisahan liburan. Aku tersenyum melihat kelakuan anak laki-laki itu, seolah mereka sangat membenci masuk sekolah.
"Al! Nanti kalau jalan-jalan kita kirim-kiriman foto ya?" Pinta Gia, dia yang paling heboh akan liburan ini dibanding aku dan Wenda.
"Iya Gi." Jawabku sambil tersenyum.
"Lo juga ya Wen."
"Iya iya, kalau sempet ya Gi. Hehe." Jawab Wenda.
"Al, tuh." Gia tiba-tiba menunjuk ke arah pintu kelas, Libra menampakkan dirinya disana, di depan kelas juniornya yang lagi kalang kabut karena terlalu senang bertemu liburan.
"Libra.." Gumamku.
"Samper gih!" Kata Gia mencolek bahuku.
"Nanti juga kesini." Kata Wenda.
Kakinya melangkah memasuki ruangan kelas yang riuh. Libra tidak sendiri, ia berjalan dengan kedua temannya, Ivan dan Keenan. Aku menatap matanya, ia tidak melihatku, ia berjalan seolah aku tidak ada di kelas itu. Kemudian kakinya melewatkan barisan dimana meja dan kursiku berdiri. Ia menuju 2 meja di belakangku. Meja Ayesha.
KAMU SEDANG MEMBACA
It Was Always You
Novela JuvenilKau datang Membuat kebahagiaan juga datang Membuatku terbang menembus angkasa Menoreh senyum menuai tawa Kau yang pertama datang, kau pula yang pertama pergi Maukah kau sekali lagi menoleh kepadaku? Memberi senyum termanismu? Hei Libra Rajatta, liha...