Part 8: Kopi

1.6K 119 3
                                    

Hangat matahari pagi menyeruak masuk ke dalam bilik kamar Libra yang berwarna merah marun. Laki-laki itu masih terbalut selimut saat aku keluar kamar mandi sambil menggosok rambutku dengan handuk. Wajahnya berubah menjadi terang saat sinar matahari jatuh tepat diatas tubuhnya, tak tahan dengan itu, aku langsung mendekati ranjang tidurnya, aku berdiri di sampingnya, berharap Libra akan bangun dan menatapku dengan mata kantuknya. Bisa dibilang aku memperhatikan Libra begitu lekat, sampai semua yang sudah aku lakukan dengannya bermain-main dalam pikiranku, menciptakan garis kecil yang muncul dengan sendirinya di bibirku, apa yang kupikirkan sampai aku bisa bertemu dengan laki-laki seperti dia? Dia yang tidak banyak melakukan kejutan-kejutan manis tapi selalu membuatku terkejut dengan apapun yang ia lakukan, dia yang tidak peduli apa yang akan dikatakan banyak orang tentang kedekatan kami, dia alasanku selalu semangat masuk sekolah.

"Alika?" Tiba-tiba tante Mitha sudah berdiri di sampingku.

"Eh tante?"

"Nanti kamu diantar pak Tyo ke sekolah, sekalian tante mau titip surat ijin Libra untuk beberapa hari." Kata tante Mitha sambil duduk disebelah anak sulungnya.

"Alika bisa naik bis tante." Tolakku sopan.

"Nggak apa-apa Al, sekalian antar Aries sekolah juga, kebetulan searah." Tante Mitha pun mengelus kepala anaknya.

"Um, oke."

"Sarapan di bawah ya Al, kita tunggu." Tante Mitha mengecup kening Libra kemudian pergi meninggalkanku.

Suasana berubah menjadi hening, Libra juga tak kunjung bangun dari tidurnya, merasa kecewa dengan penantian, aku bergerak menjauh dari kasurnya dan menaruh tanganku di kenop pintu, sekali lagi aku menoleh ke arah Libra yang sepertinya masih tertidur pulas. Berat rasanya harus pergi ke sekolah tanpa dirinya, apalagi dengan kejadian yang terjadi sore kemarin, sulit rasanya menekan kenop pintu dan turun ke bawah tanpanya.

"Tungguin bentar, aku mandi dulu." Tiba-tiba aku mendengar suara yang tidak asing dari belakang punggungku, suara Libra yang baru bangun dari tidurnya.

"Eh?"

"Iya, nggak usah dianter pak Tyo, kita naik motor, bentar ya." Libra pun langsung melesat ke kamar mandi, dan aku memutuskan untuk duduk di meja belajarnya.

Tak lama, Libra pun keluar sudah dengan seragam yang rapi dan rambutnya yang masih basah, ia menyambar tas kempes yang terbaring di kursi dan langsung menarik paksa lenganku.

"Yakin mau sekolah?" Tanyaku ragu.

"Ya, yakin."

"Mau ngapain sih? Mending istirahat."

"Mau ngebales Dio." Jawabnya enteng, masih memegang lenganku.

"Belom kuat udah sok-sokan."

"Udah ayo, mau berangkat nggak sih?" Tanya Libra dengan muka marah.

"Tante Mitha bilang kamu harus istirahat."

"Ah, dia Cuma terlalu khawatir." Libra tidak mengindahkan informasiku.

"Nggak mau, aku berangkat sama pak Tyo aja." Tolakku.

"Aku maksa." Libra pun meninggalkan aku keluar sambil membanting pintu kamarnya, entah mengapa, aku merasa kalau dia marah padaku.

Setelah diam beberapa lama, aku keluar kamar dengan perlahan, tak kusangka Libra sedang berdiri di samping pintu kamarnya, ya menungguku.

"Nggak turun?" Tanyaku polos.

"Nggak bisa."

"Kenapa?"

"Ayo makan." Ia pun membelakangiku, tetapi tanpa sadar tangannya menggandeng tanganku, pegangannya erat, seolah aku tidak boleh pergi, atau, ia tidak mau aku pergi.

It Was Always YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang