Ibu, Ayah, dan kak Jihan duduk bersimpuh di ruang tamu disaat aku memasuki pintu rumah. Layaknya orang yang akan dimarahi, aku menundukkan kepala dan duduk merapat dekat kak Jihan. Mata Ibu terlihat seperti orang yang habis menangis, wajah Ayah merah seakan-akan mau melemparkan seember amarah padaku. Memang saja, untuk jam pulang sekolah, pukul 18.30 adalah waktu yang lumayan larut, apalagi tanpa izin dan pemberitahuan. Tetapi, kebiasaanku mampir-mampir ini sudah dimaklumi oleh Ibu dan Ayah semenjak aku menginjak bangku SMA, kurasa mereka sudah menaruh kepercayaannya padaku, dan ini kali pertamanya aku kena sorotan mata tajam Ayah, karena pulang terlalu larut di malam sekolah.
"Darimana kamu Al?" Tanya Ayah, sambil menatap lurus padaku.
"Tadi ngopi dulu di kedai sebelah komplek." Jawabku berusaha tenang.
"Sama siapa?"
"Sama Libra."
"Ngopi aja bisa sampai sore begini?"
"Ayah, biasanya juga nggak apa-apa."
"Jangan ngebantah! Ayah tanya, kamu ngapain aja di kedai sampai sore begini?!"
"Kita ngopi, ngobrol-ngobrol, ya gimana sih Yah, namanya anak muda kalo udah ngobrol lupa waktu."
"Lupa waktu sampai lupa ngabarin juga?!"
"Ayah juga pasti pas muda suka lupa waktu kalau udah ngobrol sama temen-temen Ayah kan? Ayah pernah cerita tentang itu sampe Ayah pulang tengah malam!" Emosiku menggebu-gebu, Ayah yang sudah tidak tahan dengan sikapku, ia berdiri mendekatiku.
"Sana masuk kamar!" Bentaknya di depan wajahku.
"Ya, nggak disuruh pun aku pasti bakal masuk kamar!" Aku memunggungi Ayah, aku bisa mendengar langkah kaki kak Jihan yang mengikutiku sampai kamar.
"Ada apa sih kak? Kenapa Ayah sama Ibu tiba-tiba gitu?" Tanyaku sesampainya di kamar.
"Tadi ada salah paham sedikit." Kata kak Jihan tenang.
"Ada hubungannya sama gue?!" Tanyaku sambil membuka lemari pakaian, mencari baju kaos dan celana pendek yang akan kupakai untuk tidur.
"Ya lo mandi dulu deh, nanti gue ceritain."
"Ya." Akupun memasuki kamar mandi yang berada di ruanganku. Air dingin mengguyur seluruh tubuhku, membuatku merasa lebih tenang, emosiku luntur dibuatnya, mengembalikan aura positif dalam tubuh sehingga membuat pikiranku segar, dan kuharap otakku nanti bisa berkompromi saat kak Jihan menceritakan apa yang baru saja terjadi.
"Jadi tadi adek lo pulang di anter sama cowok aneh, gayanya kayak anak band gitu." Kata kak Jihan saat aku keluar kamar mandi masih dengan handuk di kepalaku.
"Terus?"
"Ya, abis adek lo turun dari motor cowok itu, cowok itu meluk, terus nyium adek lo, nah berbarengan sama pulangnya Ayah dari kantor, Ayah nggak suka kalo adek lo pacaran sama cowok yang begituan, mending cakep deh Al, ini nggak, lebih tua malah dari adek lo."
"Dia adek lo juga kak."
"Ya terus dia kan di tanyain sama Ayah sama Ibu, buat pembelaan dia make lo yang juga jalan sama senior."
"Sialan si Shanin."
"Gitu deh."
"Terus mana anaknya sekarang?!" Kataku sambil berjalan menghentak ke arah pintu kamar.
"Di kamarnya, paling nangis sama Ibu."
"Ah, dia punya back-up lagi."
"Sabar Al."
"Gue mau ngomong sama Ayah."
"Nanti aja Al, Ayah juga kayaknya lagi di kamar Shanin."
"Gitu? Dasar manja."
KAMU SEDANG MEMBACA
It Was Always You
Teen FictionKau datang Membuat kebahagiaan juga datang Membuatku terbang menembus angkasa Menoreh senyum menuai tawa Kau yang pertama datang, kau pula yang pertama pergi Maukah kau sekali lagi menoleh kepadaku? Memberi senyum termanismu? Hei Libra Rajatta, liha...