Part 20: Throwback

1.4K 90 3
                                    


Seminggu kemudian.

Setelah makan malam itu, hubunganku dengan Libra berjalan biasa saja. Seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Aku tahu, Libra sangat menyayangiku, dan aku tahu ia tidak akan berpaling hanya karena godaan Amanda.

Dan sekarang sudah masuk pekan ujian. Jam istirahat siswa diperpanjang. Banyak anak-anak yang memanfaatkan jam tersebut untuk belajar jikalau di malam sebelumnya mereka tidak sempat. Tapi kalau aku, di setiap 2 jam istirahat selalu ada yang menjemputku untuk ikut dengannya dan duduk di lapangan.

***

Siang ini, Libra tidak mendatangi ku di kelas. Cukup heran memang, karena biasanya ujung rambut keritingnya sudah terlihat dari balik jendela sebelum bel tanda istirahat berbunyi. Hal ini membuatku penasaran, sekaligus ada perasaan yang mengusik didalam hatiku. Maka aku berinisiatif mendatangi kelasnya.

Aku memasuki ruang kelas Libra yang sepi. Hanya beberapa anak culun yang sedang duduk dengan kotak makannya. Kutebak, Libra sedang berada di kantin atau di lapangan. Aku mencari tas hijau lumut yang nyaris kosong, begitu ku temukan aku langsung duduk di bangkunya. Sebenarnya aku tidak tahu pasti mengapa kakiku melangkah ke kelas 11-2 ini, namun hatiku berteriak kencang menyuruhku untuk menunggunya di kelas kosong itu.

Tiba-tiba, tas hijau lumut yang biasanya nyaris kosong menarik perhatianku. Bukan apa-apa, namun tas tersebut terlihat lebih berisi. Sambil menghabiskan waktu, aku mencoba mengintip isi tas dari sela retsleting yang terbuka. Di dalamnya terdapat bingkisan berlapis kertas berwarna emas. Aku tidak tahu pasti besarnya seberapa, namun kalau bisa mengubah tampilan tas kosong menjadi berisi berarti bingkisan tersebut bisa dibilang cukup besar.

Kedua sisi hatiku berdebat, yang kanan menyuruhku untuk diam dan tenang, namun sisi sebelah kiriku mendorongku untuk mengecek bingkisan itu. Sampai 15 menit aku masih kekeuh untuk diam dan tenang, namun sekilas kulihat jam yang melingkar di tangan, waktu istirahat sudah tersisa 10 menit. Akhirnya aku berpihak pada sisi sebelah kiriku. Aku membuka retsleting tasnya, kemudian kutarik bingkisan yang ternyata tidak hanya besar, tapi juga berat. Di atas kertas emas itu termaktub 'Kepada kamu pemilik tas ini. ♥, A.P'.

"A.P? Amanda Pauline?" Pikirku segera sambil mengerutkan dahi.

Dengan emosi yang menggebu, aku membuka bingkisan emas tersebut. Isinya album. Album hijau dengan nama lengkap Libra didepannya. Aku membuka lembar demi lembar, semua berisi sketsa juga foto-foto Libra di sekolah, ditambah dengan catatan-catatan kecil yang manis. Waktu Libra melompat untuk memasukkan bola ke ring, waktu ia makan siang bersamaku di kantin, waktu ia tersenyum, tertawa, tertidur bahkan saat wajahnya sedih pun ada di dalam album tersebut.

Tepat saat aku membuka lembar terakhir, suara Libra terdengar, memanggil namaku dari ambang pintu. Aku mengangkat wajahku dari album, menoleh ke arah suara yang memanggil. Dadaku sesak dan tubuhku tak mampu bergerak. Disana Libra berdiri, lengannya digamit oleh seorang perempuan. Perempuan manis dan cantik, perempuan yang menaruh album ini di dalam tasnya. Siapa lagi kalau bukan Amanda.

"Eh, nggak sopan banget sih. Buka-buka prifasi orang." Kata Amanda begitu melihatku membuka albumnya.

"Sorry." Ucapku pelan.

"Huh, surprisenya gagal deh." Kata Amanda sambil merebut album itu dari tanganku. Aku terpaku, begitu pula Libra.

"Sorry kak, gue balik ke kelas dulu." Aku berjalan menundukkan kepala, melewati Libra yang tidak berkedip melihatku.

It Was Always YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang