Part 6: Hujan

2K 124 6
                                    

Ini hari Minggu, hari dimana aku bisa bersantai sambil menghabiskan cemilan, tetapi hari Minggu yang seharusnya berjalan dengan tenang ini, ku awali dengan mendengar jeritan gadis remaja yang dilema oleh cinta. Dari ruang TV, aku bisa melihat Shanin sedang menangis tersedu-sedu dalam pelukan ibu. Selama 2 jam gadis remaja itu menceritakan keluh kesahnya terhadap laki-laki yang beberapa waktu lalu ia temui, hm ya, Aries. Shanin baru mendapati bahwa Aries sudah memiliki seorang kekasih. Dari curi dengarku, kekasih Aries itu salah satu teman dekatnya Shanin, namun Shanin sudah terlanjur suka pada Aries dan akhirnya ya.. pertemanan mereka pun bubar. Satu lagi yang membuat Shanin sangat amat terpuruk, semua itu harus ia ketahui 2 hari sebelum ulang tahun Aries, padahal Shanin sudah berencana memberikan hadiah termanis yang bisa ia beli, belum lagi Aries akan mengadakan pesta kecil yang hanya didatangi oleh orang terdekat Aries, pasti Shanin dan kekasihnya itu di undang, hanya satu kalimat yang dikatakan Shanin "Aku nggak bakal kuat ngeliat Aries sama Qila bu." Dan Shanin mengatakannya berulang kali, kalau aku jadi ibu, aku pasti sudah bosan hingga muak dengannya, tapi berhubung Shanin adalah bebek emas bagi ibu, ibu tidak mungkin membiarkan hartanya itu berkarat. Tangisannya itu seolah ia kembali menjadi seorang anak bayi yang sedang kelaparan. Ku putuskan untuk keluar sebentar, setidaknya sampai gadis itu kenyang dan tenang.

Aku berayun di taman komplek yang becek karena gerimis sempat turun tadi pagi. Memperhatikan beberapa orang yang masih berolahraga, mungkin karena pagi tadi mereka tidak bisa keluar karena hujan. Bau rumput basah menggoda hidungku, mengingatkanku pada saat pertama Libra tersenyum padaku, entah apa yang kurasakan sekarang, cinta? Belum bisa kutebak, sulit bagiku untuk berfikir jernih tentang segala aspek yang berkaitan dengannya. Pria itu, Libra Rajatta, ia yang membuatku menggumam dalam tidur, memandang langit hitam untuk waktu yang panjang, menahan mataku agar tidak terpejam saat ia menghubungi ku lewat telepon, ia yang membuatku bingung akan perasaan nyaman selama 3 bulan pertamaku di SMA.

"Kak Alika?" Suara asing menggema di telingaku.

"Eh? Aries?" Aku mengangkat kepalaku yang sedari tadi memandangi bumi.

"Sendiri?" Aries pun ikut duduk di ayunan di sebelahku.

"Iya, cari angin. Kamu?"

"Hm bosen di rumah, nggak ada temen main."

"Libra?"

"Kakak belom pulang, biasalah, dia suka nongkrong sama temen-temennya dari sore sampe pagi."

"Ohya?" Aku terheran karena ini adalah hal baru bagiku.

"Ya, kalo liburan gini, aku ya sendiri karena mama sama papa juga ada pertemuan rutin tiap minggu siang."

"Hmm."

"Shanin di rumah kak?"

"Eh? Ada kok."

"Kok message ku nggak di bales ya."

"Wah nggak ngerti tuh, aku belom ketemu dia hari ini." Kataku berbohong.

"Ngomong-ngomong, kak Alika sama kak Libra ada hubungan ya?"

"Hah?! Enggak kok, kayak Cuma temen main aja."

"Masa? Kakak suka nanyain hal apa yang cewek suka, barang apa yang cewek kayak kak Alika suka, gitu gitu deh, yaah yang ku tahu kan kak Libra deket cewek Cuma sama kak Alika, kali aja."

"Hahahaha lagian Libra bukan tipe ku kok."

"Kalo bukan tipenya kok mau deket sama kakak?"

"Enggak Ries, waktu aku liat mata kakak mu untuk yang pertama kali, aku tau dia butuh temen yang bener ngertiin dia, bukan Cuma temen yang bisa diajak nongkrong sampe pagi, seneng-seneng. Dia butuh seenggaknya satu yang bener-bener ada buat dia, waktu dia di atas juga di bawah. Waktu itu aku langsung mutusin, aku harus jadi salah satu orang yang berarti di perjalanan hidup dia, yaa meskipun suatu hari dia bakal pergi, atau aku yang pergi, yang penting aku bisa ada buat dia di waktu yang tersisa." Tanpa sadar bibirku membentuk senyuman lebar yang membuat Aries juga tersenyum, tetapi dengan maksud lain.

It Was Always YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang