Chapter 9; -Bagaimana Bisa?

112 7 0
                                    

Senin pagi!

Gavy berangkat sekolah dengan wajah kusut. Masih memikirkan masalah semalam.

Masalahnya, berulang kali Gavy mengirimi pesan permintaan maaf pada Adri, berulang kali pula Gavy menelepon Adri, namun tidak ada jawaban sama sekali.

Itu artinya, Adri benar-benar marah kepadanya. Sefatal itukah kesalahannya?

Bahkan ia sampai tidak mengerjakan tugas Fisika yang di minta oleh Faby malam itu.

Sesampainya di kelas, hujan turun mengguyur. Dan semua siswa-siswi SMK Varity bersorak gembira karena upacara di tiadakan!

Waktu upacara yang kosong itulah yang di gunakan Gavy untuk mengerjakan power point fisika di kelas.

"Vy, buku agenda sama absen kelas belom lo ambil ya? Ambil dulu gih di depan. Lo sekretaris gimana sih. Ntar Bu Nata keburu masuk kelas kan bahaya." perintah Rafli, sang ketua kelas.

"Nanti deh, tugas gue belom selesai nih Raf." sahut Gavy.

"Ih, ambil dulu sebentar yaelah. Nanti lo lanjutin lagi." paksa Rafli.

Gavy terpaksa bangkit dari tempat duduknya dan segera ke lobby sekolah untuk mengambil agenda dan absen kelas.

Seperti biasa, hari senin selalu banyak siswa-siswi yang datang terlambat. Entah apa penyebabnya, tapi sepertinya itu sudah menjadi tradisi di hari senin.

Dan semua siswa-siswi yang terlambat akan di hukum di lapangan dan mengikuti upacara ulang. Tapi berhubung hari ini hujan dan upacara tidak ada. Maka, semua siswa-siswi yang datang terlambat itu di tahan oleh guru piket di lobby untuk di beri hukuman lain.

Saat Gavy memasuki lobby sekolah, tidak heran ia melihat lebih dari dua puluh murid terlambat. Tidak heran juga ia menemui Pandu, Nanda, Bagus, Fidhi, Debby, Peri, teman sekelasnya berada di sana. Karena memang mereka tukang telat.

Tapi! Gavy sangat amat heran melihat dua orang itu datang terlambat dan baris bersebelahan.

Adriell dan Adara!

Saking kaget dan herannya, Gavy sampai menghentikan langkahnya dan melupakan niat awalnya ke lobby sekolah untuk mengambil buku agenda dan absen kelas.

Teguran dari Bu Widi lah yang berhasil menetralkan kembali atmosfer yang ada. "Kamu ngapain, Vy? Mau ambil agenda sama absen ya?" tanya beliau.

Gavy mengangguk dan segera mencari daftar kelasnya di tumpukan buku di meja guru piket.

Setelah menemukan buku agenda dan absensi kelasnya, ia segera kembali ke kelas. Namun sekali lagi, tatapannya masih tertuju pada dua orang yang datang terlambat bersamaan itu.

Entah kenapa, seperti ada sesuatu yang mencubit hatinya. Seperti ada sesuatu yang membuatnya sesak. Seperti ada sesuatu yang memaksa air matanya untuk tumpah.

Tapi Gavy menahan itu semua. Ini di sekolah. Bukan waktu yang tepat untuk memikirkan ini. Lebih baik memikirkan tugas fisikanya yang belum juga terselesaikan.

Namun, sekeras apapun Gavy mencoba tidak memikirkan hal itu, nyatanya, otaknya seakan memutar kembali kejadian yang di lihatnya di lobby.

Dan itu, menimbulkan efek besar pada Gavy selama satu hari itu. Pada jam pelajaran, pikirannya tidak fokus, pada jam istirahat pula, saat Jihan mengajaknya ke kantin, ia lebih memilih di kelas.

Sampai pada jam pulang sekolah, terjawab semua pertanyaan atas apa yang di pikirkan Gavy selama satu hari itu.

Hari senin memang jatahnya Gavy piket, makanya sebelum pulang, ia harus melaksanakan tugas sebagai murid XI APH 1 yang baik.

Our FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang