Pagi ini, hujan turun dengan derasnya. Mengguyur kota Jakarta di jam-jam orang sibuk. Terlihat Gavy masih duduk di ruang tamu rumahnya sambil menunggu hujan reda."Vy, serius nggak mau bareng Ayah berangkatnya?" tawar Rendi, kepada putri sulungnya.
Gavy menggeleng pelan, "Enggak, Yah. Gavy lagi nunggu Ica, nanti berangkat bareng dia,"
Rendi pun mengangguk, "Yaudah, Ayah berangkat dulu ya?" pamitnya.
"Ayaaaah tungguin Dhea! Iiihhh kaos kaki aku ilanggggg!" teriak seorang bocah berseragam putih-merah dari arah dapur.
"Lagian kamu taroh mana kemaren?" tanya Kartika jengkel.
Dhea cemberut, "Itu dia, Maaah! Dhea lupa!"
"Yaudah, pinjem kaos kaki Kak Gavy dulu," usul Kartika.
Serempak, Gavy dan Dhea menolak. "Enggaakk!"
"Nanti kaos kaki gue dekil di pake lo. Nggak ada nggak ada!" larang Gavy.
"Gue juga nggak mau pake kaos kaki lo, bau! Iyuwh," balas Dhea.
Rendi berdecak, "Dhea, cepet ambil kaos kaki kakak kamu di lemari. Gavy, udah kamu pinjemin aja. Biar nggak ribet. Udah siang, nanti Ayah telat ke kantor!" omel Rendi.
Gavy hanya melengos sebal, sementara Dhea sudah beranjak ke kamar kakaknya untuk mengambil kaos kaki di lemarinya.
Gavy melirik arlojinya. Pukul 06.30 tapi Annisa tak kunjung datang. Padahal hujan di luar sudah mulai reda.
"Vy, udah jam segini. Kamu udah telat. Nunggu apa lagi sih? Bareng Ayah aja itu naik mobol nggak kehujanan." tawar Ibunya.
Gavy hampir saja meng-iya-kan tawaran Ibunya, ketika honda beat scoopy milik Annisa berhenti di depan pagar rumahnya.
Gavy terlonjak, lalu segera pamit pada Ibunya, juga Ayahnya yang sudah berada di belakang setir mobil.
Gavy kemudian langsung menaiki jok belakang motor Annisa.
Kemudian kedua gadis remaja itu melaju menuju sekolah tercinta, nekat menerobos gerimis yang masih turun dari langit.
"Vy, lo kebiasan banget nggak pake jaket. Udah tau gerimis," ujar Annisa di tengah perjalanan.
"Lupa, Ca. Abis kalo make jaket ribet ah," sahut Gavy.
"Yaa kalo kayak gini, sama aja bohong. Lo basah kuyup sampe sekolah yang ada!"
Gavy hanya cengengesan.
Benar saja, ketika kedua gadis itu sampai di sekolah, seragam yang Gavy kenakan sudah lepek. Berbeda dengan Annisa yang seragamnya kering, karena ia menggunakan jas hujan. Gerbang sekolah juga sudah hampir di tutup oleh Bang Jino, satpam sekolah.
Namun Annisa menahannya, "Bang yaelah bang, tega banget. Jangan di tutup dulu. Pelajaran pertama Bu Rosita nih, killer."
"Iya, Bang. Ntar kalo kita nggak masuk kelas, kita bakal bilang kalo kita di kunciin sama Bang Jino. Bang Jino mau di omelin Bu Rosita?" Gavy mengompori.
"Nah kan! Makanya Bang, buka lagi gerbangnya! Nggak kasian kita udah basah-basahan gini demi menuntut ilmu di sekolah, eh sampe sekolah di kunciin." timpal Annisa lagi mendramatisir.
Bang Jino pun terlihat serba salah, akhirnya ia membukakan kembali pagar sekolah yang tadi sudah hampir tertutup, lalu membiarkan dua gadis itu masuk ke dalam parkiran.
Gavy mengelus lengannya sendiri, "Ca, gue kuyup banget ya? Dingin parah anjir," ujarnya setelah turun dari motor Annisa
"Nggak kuyup kok, cuma lepek doang. Untung sekarang pake seragam batik. Coba kalo putih abu-abu? Daleman lo bisa keliatan," ujar Annisa frontal, "Lagian salah sendiri nggak pake jaket," tambahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Feelings
Teen FictionMenjadi pelampiasan memang bukan pilihannya, tetapi bagaimana jika takdir yang memilihnya? Menjadi yang kedua memang bukan yang terbaik, tetapi bagaimana jika keegoisan menginginkannya? Kisah klasik, tentang seorang gadis berseragam putih abu-abu y...