Gavy langsung menghubungi Jihan saat itu juga! Ia mencari kontak Jihan di Line lalu segera menekan tombol Video Call.
Iya, Gavy pasti kalo nelfon Jihan selalu Video Call. Biar bisa liat ekspresi mukanya pas cerita.
Tak lama kemudian, Jihan mengangkat telefon Gavy dan muncul sosok Jihan di seberang sana yang sepertinya baru selesai mandi, karena handuk masih melilit kepalanya.
"Kenapa, Vy?" sapa Jihan di seberang sana.
"Nama anak baru di Varity yang tempo hari lo ceritain ke gue siapa namanya? Yang kata lo dia ganteng banget? Pindahan dari Malang?" cerocos Gavy langsung tanpa basa-basi.
Jihan menatap Gavy heran, "Handoko, tapi gue nggak tau nama panjangnya. Di panggil Han. Kenapa emang?" jelas Jihan. "Gue juga pernah nggak sengaja jatoh di depan ruang TU trus di tolongin dia." lanjutnya.
Gavy memutar bola mata, "Kok lo nggak pernah cerita?"
Jihan menautkan alisnya bingung, "Lah, percuma gue cerita heboh, menggebu-gebu, kalo tanggapan lo flat doang."
"Dia nge add Line gue anjir."
Bola mata Jihan membulat di seberang sana, "Demi apa? Kok bisa? Gue nge add Line dia nggak di add back, gue coba ngechat, nggak di read."
"Dia juga nge Line gue. Gue pun bingung, tau Line gue dari mana coba?"
"Mungkin dari Adri, kan mereka sepupuan." Jihan keceplosan.
Gavy merasa salah dengar, apa kata Jihan tadi? Mereka sepupuan?
"Demi? Demi apa mereka sepupuan? Kok gue nggak tau? Parah-parah. Sempit banget dunia!"
Jihan yang menyadari salah akan ucapannya, malah nyengir kaku, "Hehe, iya Vy. Mereka sepupuan dan tinggal serumah. Makanya sering berangkat sekolah bareng, 'kan?"
Gavy geleng-geleng kepala, "Gue nggak ngerti harus komentar apa."
***
Jam istirahat pertama, pukul 10:00 WIB.
Adri tengah membereskan baju olahraganya di kelas saat ini, olahraga hari ini cukup membuatnya lelah.
Raka datang dari arah pintu masuk seraya menepuk bahu Adri, "Cewek lo tuh di depan," ujarnya singkat.
Singkat, namun saat mengetahui bahwa ada Dara yang sedang menunggunya di luar, mampu membuatnya tersenyum. Segera lah Adri memasukan baju olahraganya ke dalam tas lalu menghampiri Dara di luar.
"Hai," sapa Dara ceria.
"Hai juga, pesek!" balas Adri sambil mencubit hidung Dara, sedangkan yang di cubit malah mendengus sebal.
"Ihhh, kebiasaan kamu! Cubit-cubit!"
Adri terkekeh pelan, "Siapa tau bisa mancung kayak aku,"
"Pede banget situ mancung?" Dara bertanya seolah tidak percaya, padahal emang bener hidung Adri itu mancung, kayak pinokio.
"Iya dong, wleee!" Lagi, Adri meledek Dara dengan mencubit hidungnya.
Dara kemudian teringat tujuannya menghampiri Adri ke kelas, "Oh iya, nih, aku bawain nasi goreng buat kamu.Tadi aku abis sholat subuh bikinnya, di makan ya," ujarnya seraya menyodorkan tas plastik berisi tupperware.
Adri dengan senang hati menerimanya! "Wahh, makasih yaa. Makannya berdua kamu aja gimana?" goda Adri sambil menaikkan kedua alisnya.
Pipi Dara langsung bersemu merah, "Nggak ah! Dangdut abis, lagian juga aku bawa bekel sendiri kok."
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Feelings
Roman pour AdolescentsMenjadi pelampiasan memang bukan pilihannya, tetapi bagaimana jika takdir yang memilihnya? Menjadi yang kedua memang bukan yang terbaik, tetapi bagaimana jika keegoisan menginginkannya? Kisah klasik, tentang seorang gadis berseragam putih abu-abu y...