Jadi, di sinilah Gavy berada. Di depan sebuah Coffe Shop di dekat sekolahnya. Mata hazelnya menatap bagian depan sebuah Coffee Shop tersebut. Gavy berusaha meyakinkan diri bahwa tidak akan terjadi apa-apa pada pertemuan ini. Iya, ia harus yakin.Gavy menarik napasnya dalam-dalam kemudian menghembuskannya kasar. Setelah yakin, Gavy melangkahkan kakinya masuk ke dalam Coffee Shop tersebut lalu matanya beredar mencari sosok yang setengah jam yang lalu memintanya untuk datang kesini. Gavy menemukan orang itu yang sedang berkutat dengan ponselnya di bangku dekat jendela.
Gavy menghampirinya, setelah Gavy sampai di depan orang itu, ia langsung duduk dan menatapnya tajam.
"Mau ngapain?" tanya Gavy ketus.
Orang itu terlonjak kaget melihat kehadiran Gavy yang tiba-tiba. Lantas orang itu tersenyum tipis dan menaruh ponselnya di atas meja.
"Nggak mau pesen minum dulu?" tawar orang itu berusaha ramah.
Alih-alih menjawab tawarannya, Gavy malah mengulang pertanyaannya, "Mau ngapain?"
Orang itu menghela napas pelan, kemudian menatap Gavy tepat di manik matanya. Selalu begitu. Tidak pernah berubah. Dia selalu menatap Gavy seperti itu dan sukses membuat Gavy salah tingkah, "Kesini sama siapa?" tanyanya.
"Adri, lo tau kan gue nggak suka basa-basi? Jadi, cepet jelasin, ada apa lo tiba-tiba nyuruh gue kesini?" jawab Gavy kesal. Karena sedari tadi pertanyaannya di acuhkan oleh Adri.
"Han kemana?"
Gavy mengernyit bingung, "Kenapa nanya gue?"
"Kan kalian lagi deket."
"Emang kalo gue deket sama dia, harus banget tau dia ada dimana, sama siapa, lagi ngapain, kegiatannya apa? Harusnya elo yang lebih tau, Dri. Lo sepupunya dan kalian satu rumah. Aneh!" cibir Gavy.
Adri hanya tertawa pelan. Sebenarnya, memang ada tujuan ia mengajak Gavy untuk bertemu disini. Di minggu sore ini. Adri ingin mengatakan sesuatu yang memang beberapa hari ini mengganjal di otak dan pikirannya. Namun, Adri sendiri bingung dan entah bagaimana cara mengatakannya pada Gavy. Takut Gavy akan meledak jika ia mengatakan ini. Takut jika perkataannya ada yang salah.
Adri kemudian menatap Gavy yang sedang memainkan ponselnya, "Vy gue mau minta maaf." ujarnya pelan, namun lancar.
Gavy tersentak dan menoleh pada Adri. Apa dia bilang tadi? Maaf? Untuk apa?
"For?" tanya Gavy seraya menaikkan kedua alisnya.
"For everything ..."
Gavy terdiam. Masih tidak merespon perkataan Adri. Matanya terus menatap balik Adri seolah meminta penjelasan, atas dasar apa dia tiba-tiba meminta maaf padanya?
Adri menunduk, berusaha menghilangkan gemuruh di dadanya, lalu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Gue tau gue udah jahat dan udah nyakitin lo. Gue tau, gue salah. Gue minta maaf, buat ... semuanya." ujar Adri tulus.
Gavy tau Adri tulus mengatakan itu, karena ia bisa melihat dari bagaimana cara mata Adri berbicara.
"Kalau lo cuma mau bilang itu, lo udah gue maafin dari dulu. Tanpa lo harus minta maaf." balas Gavy.
Adri terdiam sejenak sebelum akhirnya angkat bicara lagi, "Gue nggak tahu gimana cara ngomong ini ke elo. Tapi, jujur, semenjak lo deket sama sepupu gue sendiri ... gue ngerasa ada yang ngeganjel. Gue berusaha nampik itu semua beberapa hari ini. Sampe akhirnya, waktu ngeliat lo nangis di acara ulang tahun Jihan saat itu dan tau kalo ternyata ada Han di samping lo, gue sadar kalo gue cemburu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Feelings
Teen FictionMenjadi pelampiasan memang bukan pilihannya, tetapi bagaimana jika takdir yang memilihnya? Menjadi yang kedua memang bukan yang terbaik, tetapi bagaimana jika keegoisan menginginkannya? Kisah klasik, tentang seorang gadis berseragam putih abu-abu y...