"Sial!"
Aku mendengar Avi mengumpat pelan ketika ada gumpalan gas berwarna hijau masuk ke dalam kamar Alejandro lewat lubang ventilasi.
"Kita harus pergi. Immediately." Avi berusaha untuk bangkit berdiri tetapi tubuhnya terlihat terlalu lemas.
Tulang ekornya akan menghantam lantai jika Scott tidak langsung menangkapnya.
"Avi, ada apa?" tanya Mitch dengan bingung.
"Itu gas beracun. Sangat berbahaya kalau kita menghirupnya."
Scott langsung berlari menuju pintu dan berusaha untuk membukanya lagi.
"Scott, percuma saja! Kau tahu kan, pintunya dikunci dari luar!" kataku mengingatkan.
Lalu, pandanganku tertuju pada suatu benda besi yang menempel di lantai kamar Alejandro dan hanya terekspos separuh karena tertutup karpet bulu.
"Itu apa?" tanyaku sambil menunjuk benda itu.
Scott segera menyingkap karpet itu dan ternyata sebuah gagang pintu menuju ruang bawah tanah.
Tanpa ba-bi-bu lagi, Scott langsung membuka pintu itu. Apalagi gas beracun berwarna hijau itu masuk semakin banyak.
"Scott, cepat!" Aku mulai panik.
"It's okay, girl. We'll be alright," ujar Mitch. Aku hanya mengangguk meskipun sebenarnya hatiku sangat bimbang.
Setelah Scott berhasil membuka pintu itu, ia menatap kami satu-persatu.
"Aku akan turun duluan. Setelah itu, kau, Mitch, bantu aku untuk menurunkan Avi, oke?"
"Lalu bagaimana adikmu?"
"Aku akan baik-baik saja. Yang penting Avi turun duluan."
Dengan sigap, Scott melompat ke bawah. Ia dan Mitch membantu Avi untuk turun ke bawah.
Sedangkan gas beracun mulai memenuhi kamar Alejandro.
"Mitch! Gabriela!"
Mitch menoleh dan ia segera menutup hidungku dan menurukanku ke bawah, dimana Scott dan Avi telah berada.
Aku melihat Mitch menghirup sedikit gas beracun yang telah memenuhi kamar Alejandro sebelum ia turub ke bawa dan menutup pintuvitu kembali.
"Mitch! Kau baik-baik saja?" tanyaku. Ia tersenyum dan mengangguk.
"Kita ada dimana?" tanya Scott.
"Ini... ruang senjata. Pesawat darurat yang dimaksud Alejandro berada tak jauh dari sini.
"Sepertinya selama ini Alejandro membuat pintu itu agar ia bisa mengakses ruang senjata ini dan mendapatkan pistol yang ia gunakan untuk menyerangku."
Kami hanya mengangguk.
Tiba-tiba, Mitch mulai berpeluh dan napasnya tersenggal-senggal.
"Mitch, ada apa?" Ia tidak menjawab. Mukanya terlihat sangat pucat.
"Sepertinya ia telah menghirup gas beracun itu. Ia harus segera mendapat injeksi penangkal racun. Kalau tidak salah, ada laboratorium di sini. Cepat bawa dia!"
"Bagaimana denganmu?"
"Aku akan baik-baik saja. Yang terpenting kita harus menyelamatjan Mitch terlebih dahulu. Nyawanya terancam.
Kami mengangguk. Scott berpaling dan mengangkat tubuh mungil Mitch. Sedangkan aku membantu Avi berjalan.
"Belok kanan."
Tak lama kemudian, kami tiba di sebuah pintu. Kami masuk dan aku melihat ada banyak tabung dengan cairan warn- warni di situ.
Avi mengambil tabung berwarna merah jambu dan sebuah alat injeksi. Sedangkan Scott membaringkan tubuh Mitch di atas tempat tidur yang ada.
"Kau akan baik-baik saja," ujar Scott sambil menggenggam tangan Mitch. Seulas senyum menghiasi bibirnya.
"Aku butuh bantuan. Aku tidak bisa memberi injeksi. Alejandro menembakku dengan peluru syok. Aku takut salah menyuntik."
"Gabriela, kau dulu pernah sekolah perawat kan?"
"Eh, aku, aku tidak bisa!" elakku.
"Tolong, Gabriela. Kau tidak ingin Mitch matikan?" Aku mengangguk.
"Baiklah. Listen to me carefully."
"Pertama, kocok cairan dalam tabung ini selama lima kali dalam sepuluh detik. Jadi satu kocokan dalam dua detik sekali. Aku tahu ini aneh tetapi itu prosedurnya."
Avi menyerahkan tabung itu kepadaku.
"Setelah itu, suntikkan cairan ini ke dalan pembuluh darah venanya. Yang berwarna biru pada pergelangan tangannya." Kini, ia menyerahkan alat injeksi.
"Oke. That's all. Good luck."
"Avi, kau yakin kau baik-baik saja?" tanya Scott. Avi mengangguk dan mengambil tabu berisi cairan kuning lalu menenggaknya.
"Cairan ini akan membantuku untuk bertahan. Sekarang, lebih baik kita keluar dulu. Biarkan Gabriela berkonsentrasi.
Mereke pun keluar dari ruangan ini. Tinggal aku dan Mitch yang sedang sekarat.
Aku mengikuti langkah-langkah yang Avi beritahukan kepadaku.
Kukocok cairan itu lima kali dalam sepuluh detik, lalu cairan itu kuambil dengan alat injeksi.
Aku meraih pergelangan tangan Mitch.
"Kau akan baik-baik saja, Mitch. Aku ada di sini. Bersamamu."
Mitch tersenyun lemah. Matanya mulai menutup. Oh, tidak. Aku harus segera menyuntikkan cairan ini.
Kubenamkan jarum alat injeksi itu ke dalam pembuluh darah venanya.
Mitch. Bertahanlah.[]
KAMU SEDANG MEMBACA
The Earthenians
FanfictionHIT #5 ON SCI-FI -- 08 OCT 15. [PENTATONIX FANFICTION] Tidak ada lagi benua ataupun samudra yang tersisa di bumi kita ini. Hanya ada permukaan kerak bumi yang kering, retak-retak, dan sangat rapuh. Tidak ada lagi tumbuhan dan hewan yang dapat hidup...