Dor!
Sebuah peluru dilepaskan oleh Avi, setelah ia membidiknya dengan cermat --tepat pada letak jantung Alejandro.
Peluru itu meluncur dengan kecepatan luar biasa.
Dan waktu seperti berjalan melambat seketika. Mata hijau Avi memincing, menatap peluru berwarna perak itu.
Avi yakin seratus persen bahwa jantung itu akan menembus dada Alejandro dan mengenai jantungnya. Sayangnya...
Bidikannya meleset.
"Bagaimana bisa?" gumamnya. Ia tidak percaya kalau bidikannya meleset.
Sedangkan Alejandro berhasil menghindari peluru itu. Ia terlihat syok.
"Avi? Bagaimana bisa kau..."
Dengan sigap, Alejandro mengarahkan pistol dengan peluru pembuat syoknya tepat pada lambung Avi, dan ia menarik pelatuknya.
"Argh."
Avi mengerang pelan dan ia jatuh tersungkur sambil memegangi perutnya. Ia merasakan rasa panas menjalar pada tubuhnya.
Sial. Tembakan Alejandro mengenai tepat pada lambung Avi.
Pandangannya mulai kabur dan setelah itu semuanya menjadi gelap. Avi pingsan.
Scott tidak terima dengan perlakuan Alejandro. Ia menembak pria itu, tetapi tembakannya juga meleset. Seakan-akan di sekeliling tubuh Alejandro ada penangkal peluru.
Alejandro memalingkan wajahnya dan menatap Scott dengan tajam.
Tetapi, itu tidak membuat nyali Scott ciut. Ia berjalan mendekati mantan kekasihnya (garis bawahi itu) dengan tangan terkepal.
Sayangnya, saat ia melayangkan tinjuannya, Alejandro berhasil menangkisnya.
Ia mendorong tubuh Scott sampai pria jangkung itu jatuh.
Saat itu juga, Gabriela menodongkan pistolnya. Tangannya gemetaran. Ini pertama kalinya ia menyentuh senjata api.
Sayangnya, Alejandro segera mengetahuinya. Laki-laki itu seperti punya indra kesepuluh. Sangat peka sekali.
Sepertinya, ia menyadari kedatangan Avi dan yang lainnya sehingga ia dapat menghindar.
"Letakkan pistolmu, gadis manis," kata Alejandro sambil berjalan mendekati gadis berambut pirang itu. Senyuman licik menghiasi bibirnyam
"Jangan menyentuhnya, keparat!" umpat Scott.
Ketika pemuda itu ingin bangkit, Alejandro menendang dadanya hingga Scott mengerang kesakitan.
"Hentikan. Jangan sakiti dia. Apa sih maumu?" gertak gadis itu sambil berlinangan air mata.
Para penyanyi yang ada di ruangan itu; Celine Dion, Josh Groban, Sia, dan sebagainya, menatap Gabriela dengan iba.
"Diam di tempat atau kutembak kau!" ancam Gabriela ketika Alejandro mulai mendekat.
Tetapi, pria itu tidak mengindahkan permintaan Gabriela.
Malahan, ia mencekik Gabriela dan mengangkatnya, sampai kakinya tidak menyentuh tanah.
Tangannya menjadi lemas, sehingga pistolnya terjatuh. Ia hanya bisa pasrah
"Lepaskan dia!" Scott menjerit dengan pilu. Ia bangkit berdiri dan menghampiri Alejandro.
Pria itu segera menodongkan pistolnya. Tidak ada yang bisa dilakukan olehnya lagi.
Nyawanya dan nyawa adiknya sangat terancam saat ini.
***
Aku membuka kelopak mataku secara perlahan. Sangat susah. Seperti ada lem serba guna yang dioleskan pada kedua kelopak mataku.Aku merasakan sakit kepala yang cukup hebat. Tubuhku terasa lemas semua. Napasku pun putus-putus.
Sial. Ada apa denganku?
Tiba-tiba, aku mendengar suara jeritan. Jeritan Scott.
Kubuka kelopak mataku dengan paksa. Sinar lampu yang menyilaukan seakan-akan membutakan mataku.
Aku melihat... aku melihat...
Alejandro mencekik Gabriela!
Orang itu benar-benar sudah sinting! Bagaimana bisa ia mencekik seorang gadis belia?
Aku melihat ke sekeliling. Ada banyak penyanyi di sini, wajah mereka ketakutan. Hmm, sepertinya kami sudah berada di dalam pesawat darurat.
Pandanganku pun tertuju pada suatu benda yang ada tak jauh dariku. Sebuah pistol.
Dengan sekuat tenaga kuraih pistol itu dan kuarahkan pada tubuh Alejandro. Aku pun menarik pelatuknya dan sebuah peluru berhasil diluncurkan.
Tetapi, karena tanganku yang gemetaran, tembaknya meleset sehingga mengenai kakinya.
Alejandro pun jatuh tersungkur sambil mengerang kesakitan.
Mendapat kesempatan ini, Scott mengambil pistol Alejandro, lalu mengangkat pria itu dan membuangnya ke luar.
Kulihat tubuhnya menghilang di balik gas hijau yang tebal itu. Dan saat itu juga, aku melihat Avi bangkit berdiri. Perutnya terlihat terluka cukup parah.
Lalu ia berjalan tertatih-tatih ke kontrol dan pesawat darurat pun meninggalkan pesawat induknya, The Earthenians City.
Para penyanyi yang ada di sity pun bersorak kegirangan. Akhirnya kami bisa hidup dengan tentram.
Tak lama kemudian, anggota medis datang dan segera membawa Avi ke ruang perawatan gawat darurat untuk mendapatkan pertolongan.
Begitu juga dengan Scott. Ia hampir pingsan setelah mengeluarkan banyak tenaga.
Aku menoleh dan mendapati Gabriela meringkuk tak jauh dariku. Air matanya terus mengalir. Dapat kupastikan ia masih syok.
Aku merangkak mendekatinya, lalu menariknya ke dalam pelukanku. Kubisikkan dua buah kalimat di telinganya yang langsung membuatnya tenang.
"Everything is alright. Kita telah menang."[]
W.O.W.
Aku gak percaya kalau The Earthenians sudah tembus 1K sama votenya 100+. Thanks a lot guys.
By the way, sorry kalau ada typo belakangan ini. Mohon maklum, post pakai handphone haha. Well, see you on next chapter. Bye!
Love,
Silvertongue.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Earthenians
FanficHIT #5 ON SCI-FI -- 08 OCT 15. [PENTATONIX FANFICTION] Tidak ada lagi benua ataupun samudra yang tersisa di bumi kita ini. Hanya ada permukaan kerak bumi yang kering, retak-retak, dan sangat rapuh. Tidak ada lagi tumbuhan dan hewan yang dapat hidup...