"Apa maksudmu? Menuruti keinginan seseorang tanpa disadari?"
Mitch menatapku lekat-lekat, menunggu jawaban dariku.
"Baiklah. Biar kujekaskan," --Aku mengela napas-- "Jika seseorang meminum obat ini, ia akan menuruti setiap perintah yang diucapkan oleh orang yang pertama kali dilihat."
"Biasanya, obat ink diberikan kepada narapidana," terangku.
Lalu, aku membulatkan mataku ketika menyadari sesuatu.
Jangan-jangan, Alejandro memberikan obat ini kepada Scott?
"Apakah Alejandro memberikan obat ini kepada Scott?" tanya Mitch, ternyata ia sepemikiran denganku.
"You're a good guesser, Mitch."
Mitch tersentak kaget ketika ia melihat Alejandro muncul secara tiba-tiba.
Ia berjalan mundur beberapa langkah dan berakhir ketika Scott mendekapnya dan menodongkan sebuah pistol dengan beberapa peluru yang berisi cairan ungu di dalamnya pada pelipisnya.
Sial. Itu peluru pembuat shock. Digunakan untuk narapidana juga.
Mitch terlihat ketakutan.
"Scott, lepaskan dia," pintaku.
Alejandro tertawa keras. "Tidak semudah itu, Benjamin."
Aku menatap Alejandro dengan alis tertaut. Tidak banyak pekerja yan mengetahui nama tengahku.
"Kaget aku mengetahui nama tengahmu, adik kecil?" terkanya.
Aku bergeming, tidak meresponnya. Adik kecil katanya?
"Baiklah. Kalau boleh jujur, aku adalah kakak angkatmu."
Deg.
"Ayahmu mengadopsiku sebelum Esther dan dirimu lahir. Aku sudah tahu proyek ini sejak lama.
"Oleh karena itu, aku menyingkirkan kalian satu persatu. Dimulai dari Esther."
"Apa maksudmu!?" bentakku. Tidak kusangka...
"Sebenarnya, penyebab kanker yang diderita kakakmu adalah aku. Aku memasukkan sebuah jaringan sel kanker ke tubuhnya."
Air mataku mencelos begitu saja. Dia yang menyebabkan Esther meninggal!?
"Kau benar-benar keparat, Alejandro!"
Alejandro tertawa keras. "Dan sekarang saatnya untuk menyingkirkanmu, Avriel."
"Tetapi, aku masih butuh bantuanmu. Berikan kode peluncuran pesawat darurat buatan Daddy kesayanganmu atau..."
"Engh."
Mitch mengerang pelan.
Aku menoleh dan melihat Scott menekan pistol itu pada pelipis Mitch dan jari telunjuknya sedang bersiap-siap untuk menekan pelatuk pistol itu.
"Scott! Sadar! Kau berada di bawah pengaruh obat! Sadarlah. Dia Mitch, sahabatmu! Mantan kekasihmu."
"Masa bodoh. Berikan kode itu sekarang," ucap Scott.
Scott? Did he just say that?
"Avi, jangan berikan kode itu!" kata Mitch sambil berlinangan air mata.
Ah, apa yang harus kulakukan? Jika aku tidak memberi tahu kodenya, Mitch akan ditembak dengan pistol itu.
Tepat di kepalanya. Dapat berakibat fatal.
"Ayolah, adikku sayang. Kau tidak mau teman kesayanganmu ini mati kan?"
Aku merasa bimbang.
"Lepaskan dia, Scott! Kau sudah sinting!"
Aku menoleh dan melihat Gabriela berusaha menolong Mitch.
Sayangnya, Alejandro malah menarik kerah bajunya dan menghempaskannya.
"Jangan pernah menyentuhnya, iblis!" gertak Mitch.
"Diamlah, Mitch!" Alejandro berpaling ke arahku. "Kodenya Avi. Kodenya."
"I'm sorry, Dad," bisikku lirih.
"Kodenya 04-17."
"Avriel!" Mitch menjerit dan berusaha untuk lepas dari cengkraman Scott.
Aku pun tertunduk lesu. "Maafkan aku."
Alejandro bertepuk tangan pelan. "Ah, mengharukan sekali. Hmm, kodenya hari ulang tahunmu rupanya."
"Dan... aku juga minta maaf, Avriel Benjamin Kaplan, adikku yang tercinta..."
Aku melihat Alejandro menghampiri Scott dan neraih pistol itu dan...
Tsinggg!
Aku merasakan sebutir peluru menembus perut bagian kiriku.
"Keparat kau, Alejandro!"
Ia tertawa puas lalu ia meninggalkan kami; termasuk Scott di kamarnya.
Aku melihat Gabriela menghampiri Scott dan ia menampar pria itu dengan keras.
Scott pun tersentak kaget. Ia akhirnya sadar. Tetapi semuanya terlambat.
"Gabriela? Mitch?" Ia menoleh. "Dan Avi- astaga! Kau terluka!"
"Itu salahmu, Scott!" ujar Gabriela. Scott terlihat kaget dan ia menatapku dengan tatapan penuh rasa penyesalan.
"Maafkan aku. Alejandro telah memanfaatkanku. Seharusnya aku tidak bersama dengannya sehingga kau tidak terluka."
"Tak apa. Yang terpenting saat ini, kita harus keluar dari sini untuk menghentikan iblis itu."
Scott pun berjalan menuju pintu dan berusaha untuk membukanya. Naasnya, pintu itu dikunci dari luar.
"Sial!"
"Kita harus segera mencari jalan keluar," kata Gabriela. Kami semua mengangguk setuju.
Tiba-tiba...
Pssssstttt.
Gas berwarna hijau muncul dari lubang ventilasi udara.
Tidak. Alejandro telah mengaktifkan perlindungan The Earthenians City yang sangat ampuh...
Gas beracun.[]
Oke, author jadi anak nakal. Masih sempet-sempetnya post cerita pas UTS. Well, tadi dapat ide mendadak di kamar mandi.
To be honest, untuk dua chapter kedepannya, sudah ada bayangannya. So, enjoy!
Love,
Silvertongue.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Earthenians
FanficHIT #5 ON SCI-FI -- 08 OCT 15. [PENTATONIX FANFICTION] Tidak ada lagi benua ataupun samudra yang tersisa di bumi kita ini. Hanya ada permukaan kerak bumi yang kering, retak-retak, dan sangat rapuh. Tidak ada lagi tumbuhan dan hewan yang dapat hidup...