Chapter One

565K 8.5K 330
                                    

"Beri tepuk tangan untuk Cameron Blake!"

Aku keluar dari belakang panggung dan semua penonton pun berteriak histeris. Aku sudah mulai terbiasa dengan semua ini.

"Hello, Cameron."

"Hello, Natasha." Ucapku kepada si wanita berambut sepundak ini, salah satu selebriti yang memiliki TalkShow nya sendiri.

"Silahkan duduk." Ucapnya. "Brondong."

Semuanya pun tertawa mendengar perkataan nya. Aku duduk di kursi sebelah meja yang memisahkan kursiku dengan kursi wanita itu. Kursi kita berdua menghadap ke penonton.

Aku tersenyum dan melambaikan tangan ke penonton yang masih histeris.

"Aku penasaran bagaimana caranya telingamu masih berfungsi, karena jika aku jadi kamu, aku akan tuli karena terlalu sering mendengar teriakan wanita wanita ini." Ucap Natasha, bercanda tentang penonton yang histeris.

"Kenapa aku harus tuli? Suara teriakan mereka bagaikan alunan melodi." Jawabku.

Penonton pun semakin histeris. Aku dan Natasha pun tertawa.

"Okay, tenang semuanya. Jika kalian terus berteriak, acara ini tidak bisa dimulai." Canda Natasha lagi. Semua penonton pun tertawa lalu diam.

"So, how are you, Cameron?" Tanya nya.

"I am good, thank you."

"Jadi, kau berumur 25 tahun, kan?" Tanyanya. Aku hanya mengangguk dan tersenyum kepadanya. "Dan kau sudah bisa membangun perusahaan mu sendiri?" Seketika penonton berteriak lagi. "Young, sexy, powerful, and dangerous."

"And yummy." Teriak seorang penonton. Dan seluruh penonton tertawa dan histeris.

Aku menoleh kepada gadis tersebut dan tersenyum. Dan lagi lagi penonton histeris.

"Kau anak dari pengusaha, Ryan Blake, bukan?" Aku mengangguk mengiyakan. "Sungguh cerita cinta yang sangat menyentuh antara orangtuamu."

Aku tersenyum dan mengangguk. "Ya, api cinta daddy kepada mommy belum juga padam. Setelah sekian lama mereka berpisah. Namun, tetap saja daddy bilang, dia masih bisa merasakan keberadaan dan cinta mommy dirumahku." Ucapku, penonton langsung mengucapkan kata kata 'aw', 'so cute' dan lain lain.

"Dirumah dimana kamu di buat?" Tanya Natasha.

Aku pun tertawa. "Ya, mungkin." Ucapku. Penonton ikut tertawa.

"Jika kami boleh tau, sejak kapan ibumu meninggalkanmu? Apakah rumornya benar?" Tanya Natasha.

Aku tersenyum dan mengangguk. "Well, aku belum pernah merasakan sentuhan ibuku." Semua orang kembali mengucapkan kata kata tadi. "Namun, aku tahu, dia menyayangiku. Dan aku memiliki figur ayah yang hebat yang bisa menutupi ketiadaan sosok ibu bagiku dan kembaranku."

-

"Kamu teh harus makan." Ucap Pamanku.

"Uncle Hanif, kau duluan saja. Aku sangat lelah. Ingin tidur." Ucapku kepada pamanku itu.

"Kamu teh dibilangin susah pisan nya?"

Aku tertawa dan mencium pipi pamanku. "Aku hanya lelah, paman. Tak lain."

Aku berjalan meninggalkannya yang sedang menonton berita di tv. "Jangan berisik, anak uncle lagi bobo di atas."

"Ya, tentu saja. Aku bilang aku ingin tidur." Ucapku.

Aku berjalan menaiki tangga dan masuk ke kamarku. Aku merindukan Denisa. Dia pasti sedang berpesta ria. Dasar anak bodoh.

Aku membuka seluruh pakaian ku sampai hanya ada boxer yang tertinggal dan berjalan ke kamar mandi untuk bersih bersih.

Setelah itu aku keluar dan langsung membanting tubuhku ke kasur. Aku mengambil handphoneku dari tas ku dan membukanya. Ada sembilan missed call dari daddy.

Aku pun meneleponnya kembali. Setelah dua kali nada dering, akhirnya suara yang hangat menyambutku.

"Anakku."

"Dad? Ada apa kau meneleponku sampai sembilan kali?" Tanyaku.

"Aku ada event penting untuk kita berdua. Apakah kau ada pekerjaan untuk seminggu ke depan?"

Suara nya yang tua, tentu saja, dia sekarang berumur 48 tahun, sangat meluluhkan hatiku. Aku tak bisa membantahnya, aku menyayanginya lebih dari apapun. Dia selalu menjadi sosok ayah yang baik kepadaku dan Denisa. Dia selalu ada saat aku membutuhkan nya.

Jadwalku bertumpuk. Dua perusahaan ada di tanganku, satu milik ayahku dan satunya milik aku sendiri. Namun, sepertinya aku bisa mengandalkan asistenku.

"Tentu saja aku bisa menghadiri event itu, ayah. Kapan aku harus datang ke sana?" Tanyaku.

"Bisa malam ini?"

Yay! Haha. Surprise. Well, aku sudah pengen menulis cerita ini sejak lamaaa banget. Tapi baru kesampaian. Enjoy ya! Xoxo

Cameron BlakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang