Aku mengurung diri di kamar ketika akhirnya kembali ke rumah nenek yang kini sudah menunjukan suasana baru dengan warna dinding yang diganti menjadi warna biru laut dengan sentuhan warna-warna pastel yang selaras. Kamar yang aku tempati saat ini juga diganti warna dindingnya dengan pink pastel dan warna putih. Lebih cocok untuk anak kecil sebenarnya, tapi aku suka. Mungkin ini karena nenek juga menganggapku masih seperti anak kecil.
Aku tidak bertemu dengan Virgo setelah kejadian malam itu. Dia pergi begitu saja tanpa mengatakan apapun lagi. Dia yang bilang sendiri akan bicara pada nenek tapi sampai saat ini dia sama sekali tidak menampakan diri padahal sudah tiga hari berlalu. Nenek Sofia dan Kak Alan beberapa kali menanyakan perubahan sikapku tapi aku bertahan untuk diam karena Virgo sudah berjanji akan menjelaskan semuanya nanti.
"Sha, makan siang dulu yuk! Tadi pagi kamu 'kan juga ga sarapan." Kak Alan menghampiriku yang sedang duduk memeluk lutut di atas tempat tidur.
"Aku ga laper, Kak."
"Nanti kamu sakit. Ada apa sih sebenarnya? Kenapa kamu ga mau cerita sama kakak?"
"I'm fine."
"Apa ini ada hubungannya dengan Virgo?"
Aku menegang beberapa detik sebelum akhirnya bisa menguasai diri. "No."
"Kamu ga bisa berbohong, Ayasha. Kenapa? Kamu marah karena dia memutuskan untuk mempercepat tanggal pernikahan kalian?"
Aku menoleh secepat kilat dengan kedua mata yang terbuka lebar. Aku tidak salah dengar? Kak Alan tadi bilang apa?
"Virgo.. apa? Dia ngapain?"
"Dua hari yang lalu dia datang kesini malam-malam saat kamu sudah tidur dan bicara pada kakak dan juga nenek kalau dia mau pernikahan kalian dipercepat. Tadinya kakak menolak karena kamu masih terlalu muda dan harus melanjutkan pendidikan lebih dulu, tapi Virgo bilang ingin menjaga kamu. Kalau kalian sudah sah, dia bisa dengan leluasa menjaga dan memperhatikan kamu. Memang masuk akal, tapi kalau kamu memang belum siap, nanti kakak yang bicara pada nenek untuk memikirkan masalah ini lagi. Kakak kira kamu dan Virgo sudah sepakat tentang hal ini sebelumnya, maka dari itu kakak akhirnya bilang semua keputusan ada di tangan kamu. Kalau kamu setuju, kakak juga pasti dukung kamu walapun sebenarnya kakak belum rela kehilangan kamu adik kecil." Kak Alan mengakhiri penjelasannya dengan sebuah usapan sayang di puncak kepalaku. Wajahnya benar-benar polos hingga aku yakin bahwa dia tidak sedang membohongi atau mengerjaiku.
Aku bergeser mendekat padanya dan melingkarkan kedua tanganku di sekitar pinggangnya. Memeluk kakak satu-satunya yang kumiliki. Menghirup aroma manis yang menjadi ciri khasnya. Aku juga belum mau berpisah dari kakakku ini. Aku masih ingin memiliki beberapa tahun lagi untuk bisa bersamanya. Dan aku akan meminta penjelasan pada Virgo tentang ini! Dia sudah melanggar janjinya sendiri! Awas saja nanti!
"Aku juga belum mau pergi dari kakak." Ucapku akhirnya.
Kak Alan mendekap erat tubuhku seperti tidak ingin aku lepas darinya. "Kakak juga, Yasha. Kakak juga."
Aku memejamkan mata. Merasa lelah dengan semua ini. Merasa lelah pada pria bernama Virgo Alain yang selalu semena-mena padaku. Merasa lelah pada diriku sendiri yang tidak bisa menolak setiap keputusan egois yang pria itu buat. Merasa lelah pada hidupku yang jauh dari kata tenang.
"Ehm."
Aku dan Kak Alan menoleh bersamaan dan melihat Virgo berdiri di ambang pintu dengan membawa sebuah nampan yang diatasnya terdapat beberapa macam makanan. Dengan enggan aku melepaskan pelukan Kak Alan dan mengalihkan pandanganku ke arah lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken : First Love
RomantizmMencintaimu memang membuatku sering sulit bernapas, tapi setidaknya aku masih bisa menghirup udara untuk tetap melihat wajahmu setiap hari. -Ayasha Febriana-