Chapter 5 : Slowly...

1.5K 51 2
                                    

 hai, ada aku lagi, haha

bingung ya soalnya aku nongol lagi??

setelah pikir2, kayaknya langsung update dua chapter aja deh sekalian.

jadi di gabung sekalian sama yang buat minggu depan biar aku ngga di kejar-kejar sana sini.

hehe enjoy it :D

***


Aku bergerak tidak nyaman di kursiku saat kami berdua sedang menikmati makan malam bersama. Kakakku belum kembali begitupula dengan nenek. Hanya makan berdua dengannya seperti ini membuatku mengingat saat pertama kali kami melakukannya. Makan malam yang awalnya berjalan normal, namun setelahnya berakhir dengan dia yang menyakiti hatiku dengan ucapannya dan.. aku kehilangan ayah. Selera makanku lenyap seketika ketika mengingat hal itu.

"Aku sudah selesai." Tukasku cepat tanpa menatapnya tapi tetap mencuri pandang melalui sudut mataku.

Dia mengangkat wajahnya untuk melihatku kemudian melirik sebentar pada piring milikku yang masih terisi penuh. Tentu saja masih penuh. Aku sudah kehilangan selera makan pada suapan ketiga.

"Kenapa tidak dihabiskan? Makanannya tidak enak?" dia bertanya seolah peduli.

"Aku sudah kenyang."

"Pembohong." Tukasnya tegas.

Aku melotot padanya. Siapa dia berani mengatakan seperti itu?! Dia tidak tahu apapun tentang diriku! Tidak sedikitpun! Kadar kebencianku padanya lagi-lagi bertambah. Bagaimana aku bisa bersikap normal padanya jika seperti ini? Aku benar-benar harus bicara pada kakakku agar kami bisa secepatnya keluar dari rumah ini.

"Tolong jaga ucapanmu itu Tuan Muda Virgo Alain!" sahutku geram.

"Dan kamu juga harus menjaga sikapmu di depanku." Tukasnya dengan tatapan yang begitu berkuasa. "Usiaku tujuh tahun lebih tua darimu kalau kamu tidak tahu."

Oh tentu saja! Aku hampir lupa kalau dia bahkan lebih tua dari kakakku.

"Oh, benar. Aku hampir lupa kalau kamu adalah orangtua." Balasku sarkatis, berusaha memancing emosinya. Dengan begitu akan lebih mudah bagiku untuk semakin membencinya dan mungkin dia juga akan berubah pikiran kemudian menolak kembali perjodohan kami.

Tapi yang terjadi adalah sebaliknya. Dia tersenyum! Tersenyum begitu tampan yang membuatku merutuki jantungku karena berdebar begitu cepat hanya karena melihat senyuman itu.

"Dan kamu akan jatuh cinta sangat dalam pada orangtua ini."

Ya ampun, yang benar saja!

"Aku rasa ada masalah dengan kepercayaan diri yang kamu miliki itu. Jangan berharap terlalu banyak!" aku membohonginya sekaligus membohongi diriku sendiri. Terus mengatakan dalam hati bahwa aku tidak akan jatuh cinta lagi padanya.

"Kita lihat nanti. Setiap orang bisa berubah." Ucapnya santai kemudian kembali menyantap makanannya.

Sekarang apa? Aku harus mengatakan atau melakukan apa? Dia tahu dengan jelas bahwa aku tidak- maksudku belum bisa menggunakan kedua kakiku dan saat ini aku harus memindahkan tubuhku ke kursi roda yang sialnya dia letakan begitu jauh dari jangkauan kedua tanganku. Aku yakin dia sudah merencanakan hal ini agar aku meminta bantuannya lagi.

"Kenapa kamu meletakan kursi rodaku sejauh itu?" tanyaku kesal.

Dia hanya mengangkat kedua bahunya singkat dan tetap melanjutkan menyantap makanannya tanpa melihatku. Dasar menyebalkan! Dengan berat hati aku mengurungkan niatku untuk cepat-cepat meninggalkan ruang makan ini dan hanya duduk diam menunggunya selesai makan. Aku tidak mengerti. Sebelumnya aku tidak pernah membenci siapapun, tapi dengan pria ini.. berbeda. Aku membenci sekaligus menginginkannya dan aku tidak tahu mana yang harus aku ikuti. Otakku membencinya tapi hatiku menginginkannya lagi dan lagi. Ini membuatku frustasi.

Broken : First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang