Chapter 3 : Sadness

1.7K 56 1
                                    

annyeonghaseyo yeorobun :D

hahaha lagi belajar untuk ke Korea nanti nih :D

oh iya, aku mau berbagi sedikit kabar bahagia tentang aku sendiri, hehe

cerita milikku yang berjudul 'Bad Dream, Best Wishes' akan segera diterbitkan!!!

cerita itu memang tidak pernah masuk wattpad karena khusus aku buat untuk acara lomba.

daaannnnn aku jadi pemenang kedua lohh!!

hadiahnya jalan-jalan ke Korea, God!!

karena aku lagi happy, jadi aku mau posting satu chapter baru untuk cerita ini.

baik 'kan aku? hihi

hope you like it :)

***

"Jadi, kamu pasti sudah tahu tentang rencana perjodohan konyol yang nenekku lakukan, benar?" Virgo memulai percakapan diantara kami saat aku sedang menyantap makan malamku.

Perjodohan konyol? Ternyata dia juga berpikiran sama sepertiku pada awal-awal mengetahui tentang semua ini.

Aku mengangguk kecil, "memangnya kenapa? Ada yang salah?"

Aku melihatnya mengerutkan kening sambil menatapku heran. "Tentu ada yang salah. Jangan katakan kalau kamu setuju dengan perjodohan ini!"

"Memangnya kenapa kalau aku setuju?" tanyaku lagi.

"Demi Tuhan, jangan konyol! Ini sudah tahun berapa dan kamu masih patuh pada sesuatu yang dinamakan perjodohan? Tadinya aku mengira otakmu cukup pintar, Nona Kecil."

Kini giliran diriku yang mengerutkan kening. Maksudnya apa coba? Tadi dia terlihat santai saja, kenapa sekarang jadi menyebalkan? Dan apa barusan dia mengatakan kalau aku ini bodoh?! Apa perlu aku memperlihatkan bukti laporan semasa sekolah dulu agar dia tahu seberapa pintarnya aku ini? Enak saja kalau bicara!

"Kenapa? Kamu tidak menyukaiku?" aku mencoba memberanikan diri.

"Suka kamu? Kita baru saja bertemu, bagaimana bisa aku menyukaimu?" dia mencibir pelan.

Demi apapun aku ingin sekali memeluk ayah atau kakakku saat ini agar bisa menjadi kuat. Mulut pria ini benar-benar tidak punya rem sepertinya.

"Mereka mau kita saling mengenal lebih dulu. Aku rasa itu tidak berlebihan." Aku mencoba bersikap tenang.

"Menurut kamu apa yang mereka inginkan dengan mendekatkan kita berdua? Semua ini akan berujung pada satu titik. Menikah. Dan aku tidak mau hal itu terjadi." Nadanya sangat ketus namun dia mengungkapkannya dengan begitu santai, seolah mengatakan ucapan pedas seperti tadi sudah menjadi kebiasaan baginya.

"Aku juga tidak ingin menikah cepat. Usiaku masih dua puluh, aku baru lulus satu tahun yang lalu dan baru mulai kuliah. Masih banyak cita-cita yang ingin aku capai. Aku setuju datang kesini karena aku pikir tidak ada salahnya hanya berkenalan dan saling mengenal satu sama lain." Aku berusaha menahan suaraku agar tidak terdengar bergetar. Aku tidak ingin pria ini menganggapku lemah.

"Cita-cita atau keinginan kamu adalah urusan kamu! Aku hanya ingin perjodohan ini dibatalkan! Lagipula yang aku inginkan adalah seorang wanita dewasa dengan penampilan menarik, bukan yang terlihat seperti anak kecil seperti kamu. Yang bersalah atas kecelakaan waktu itu adalah nenekku dan aku tidak mau menjadi sarana untuk membayar kesalahannya itu."

Aku menghembuskan napas berat, berusaha agar airmataku tidak jatuh di hadapannya. Hilang sudah angan-angan yang kubuat tentang dirinya. Pria ini bukan orang baik! Dia tidak lebih dari seorang yang egois dan angkuh serta tidak menghargai wanita. Aku menyesal sudah datang sejauh ini hanya untuk menemui pria kurang ajar sepertinya.

Broken : First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang