Chapter 1 : Ayasha Febriana

3.9K 78 0
                                    

"Sha, mau berapa lama lagi kamu memakai tali sepatu itu? Awas saja kalau kamu mengeluh karena mendapat hukuman lagi di sekolah nanti!" teriakan itu kembali terdengar dan membuatku semakin panas dingin untuk segera menyelesaikan simpul tali sepatu ini. Ya Tuhan, kenapa harus ada yang menciptakan model sepatu dengan tali yang harus di ikat serumit ini? Dan kenapa semua sekolah mewajibkan murid-muridnya untuk mengenakan sepatu macam begini?

"Tunggu sebentar!" sahutku.

"Kalau kamu tidak selesai dalam waktu satu menit, kakak akan pergi duluan!" suara itu kembali terdengar dan lebih mengancam kali ini.

"Alan! Jangan kasar begitu pada adikmu!" aku mendengar suara ayah yang sedang menegur kakakku. Ya, sejak tadi suara yang berteriak-teriak itu adalah milik laki-laki bernama Alan Febriano. Dia lebih tua tiga tahun dariku dan kami bersaudara.

"Ayah, jangan membela dia terus! Lihat jam berapa sekarang? Aku bisa ketinggalan bus. Pagi ini aku juga ada ujian." Aku mendengar Alan kembali menggerutu sambil tetap fokus pada simpul tali sepatuku. Sebentar lagi.. Sebentar lagi...

"Iya, iya. Jangan memarahinya terus! Kasihan dia."

"Aku sudah selesai!" sahutku cepat dan segera berlari keluar menghampiri ayah dan kakakku sambil tersenyum lega. Hanya mengikat tali sepatu saja sudah membuatku berkeringat seperti ini.

"Kalau aku terlambat dan dosen tidak memperbolehkanku ikut ujian, kamu harus tanggung jawab!" Alan kembali mengancam tapi aku tidakterpengaruh sama sekali. Dia memang sering begitu kalau sedang kesal tapi setelahnya dia akan kembali seperti biasa.

"Jaga adikmu dan jangan berlaku kasar padanya! Ingat dia ini perempuan, bukan laki-laki sepertimu." Aku melihat ayah memberikan tatapan peringatan pada kakakku yang hanya mengangguk malas.

"Iya, Ayah, aku sudah tahu. Kami pergi dulu." Alan pergi lebih dulu.

"Ayah, aku pergi dulu ya." Aku pamit dan mengecup pipi kanan ayah kemudian segera berlari menyusul kakakku yang sudah pergi lebih dulu.

"Kak, marah ya?" aku bertanya sambil susah-payah mengimbangi langkah kaki kakakku yang begitu panjang. Wajah laki-laki itu tampak muram. "Kak Alan!" panggilku sekali lagi, kali ini dengan nada sedikit manja. Aku tahu dia tidak akan tega jika aku sudah mengeluarkan suara itu.

Diaakhirnya menghentikan langkah dan mengatur napasnya sambil memejamkan mata sejenak. Lihat? Dia tidak akan tega marah terlalu lama padaku.

"Kakak tidak marah. Maaf ya,"

"Aku yang lamban kenapa kakak yang minta maaf? Harusnya aku yang meminta maaf."

"Tapi seharusnya kakak tidak berteriak-teriak tadi." Dia menunjukan wajah menyesalnya kemudian mengusap puncak kepalaku dengan lembut.

Aku tersenyum padanya, bukankah dia seperti kakak idaman untuk semua adik?

"Tidak apa-apa. Lagipula itu sudah biasa. Kakak 'kan memang galak!" bergurau sedikit sambil menjulurkan lidahku lalu berlari mendahuluinya.

Aku bisa mendengar suara kakakku yang berteriak di belakang sana. "Ayasha! Jangan lari kamu!"

"Kita bertanding untuk sampai lebih dulu ke halte bus!" sahutku sambil terus berlari dan sesekali menoleh ke belakang untuk melihat dimana posisi kakakku. Kami hampir melakukan hal seperti ini setiap pagi.

"Ayasha Febriana, hati-hati!"

Terlalu fokus berlari membuatku tidak sempat melihat ke kanan ataupun ke kiri saat hendak menyebrang jalan. Itu salahku memang hingga saat tepat berada di tengah jalan aku mendengar suara klakson mobil, decitan antara ban dan aspal serta suara teriakan kakak yang memanggil namaku, kemudian semuanya terasa gelap.

Broken : First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang