Chapter 2 : 3 years later....

2.1K 60 0
                                    

hellooooo

mau update chapter baru nih.

di cerita ini masih sepi sih, tapi gapapa lah :D

aku emang seneng buat cerita. sekedar hobi aja.

maaf kalau chapternya sedikit-sedikit dan ada typo.

aku ngga sempat cek ulang.

okay, happy reading guys :)

***

Aku kembali mematut diri di depan cermin. Merapikan lagi penampilanku entah sudah yang keberapa kali untuk melawan kegugupanku. Hari ini adalah waktunya. Setelah perjodohan yang ayahku lakukan dengan Nenek Sofia tanpa persetujuan dariku terjadi, akhirnya untuk pertama kali aku akan bertemu dengan calonku atau mungkin tidak bisa disebut calon karena aku masih bisa membatalkannya nanti. Selama ini hanya nenek yang sering berkunjung tanpa mengajak serta cucunya, entah karena alasan apa. Beliau sangat perhatian padaku dan tentu saja hal itu membuat kami semakin dekat. Aku bahkan sudah menganggapnya seperti nenek kandungku sendiri.

Ayah senang, tentu saja, sementara kakakku masih tidak rela walaupun tidak bisa berbuat apa-apa. Aku tahu dia mencemaskanku mengingat aku tidak pernah berurusan dengan pria manapun selain dirinya dan ayah. Senang rasanya mempunyai kakak laki-laki yang menjaga dan melindungiku walaupun dia akan berubah menyebalkan jika kami sedang bertengkar.

Setelah meyakinkan diri bahwa penampilanku sudah sempurna –yah setidaknya aku tidak seburuk itu. Rambut hitam dan panjang milikku sudah tersisir rapi dengan beberapa helai poni yang menutupi dahi, make up tipis yang kugunakan tidak terlihat berlebihan dan baju terusan berwarna peach yang nenek belikan padaku minggu lalu juga sangat pas di tubuhku. Aku harap penampilanku tidak memalukan untuk ukuran orang-orang kota seperti di Jakarta nanti. Ini pertama kalinya aku akan meninggalkan kota kecil tempatku dilahirkan. Tidak bisa dipungkiri bahwa aku sangat menunggu untuk melihat bagaimana keadaan di kota besar yang katanya menganggumkan.

"Ayasha Febriana, sudah selesai belum? Kita harus pergi sebelum kamu ketinggalan pesawat." Sahutan Alan membuatku tersadar dan segera menyambar sepasang sepatu putih yang begitu cantik serta tas tanganku yang berwarna sama kemudian berlari keluar kamar.

"Aku sudah selesai!" sahutku sambil tersenyum riang.

Bisa kulihat wajah Alan yang terpesona melihat penampilanku. Dia sampai tidak berkedip selama beberapa saat membuatku ingin tertawa keras tapi aku urungkan karena selanjutnya kami akan bertengkar dan aku tidak mau hal itu terjadi.

"Apa penampilanku berlebihan?" tanyaku menyerupai bisikan.

Alan menggeleng pelan, "kamu cantik, seperti biasa, hanya saja kali ini jauh lebih cantik."

Kedua pipiku memanas mendengar ucapan itu. Padahal ini bukan pertama kalinya kakak memujiku cantik, tapi tetap saja selalu berhasil membuatku malu.

"Ayo cepat! Ayah sudah menunggu di mobil."

Aku mengangguk dan segera memakai sepatuku. Untung saja tidak ada sampul tali yang harus aku rangkai dulu. Kalau tidak, Alan bisa mengomel sepanjang hari karena hal itu. Semenjak lulus sekolah satu tahun yang lalu, aku sudah terbebas dari sepatu bertali itu dan bukan hanya aku yang senang, tetapi Alan juga. Aku tidak pernah lagi mendengarnya mengomel di pagi hari sejak aku menyandang status sebagai mahasiswi di sebuah perguruan tinggi disini.

"Kak Alan yakin tidak ingin ikut ke Jakarta?" tanyaku sekali lagi padanya saat kami semua tiba di bandara.

"Tidak. Lagipula siapa yang akan menjaga rumah? Kakak juga tidak bisa meninggalkan kelas karena sebentar lagi ujian."

Broken : First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang