4) Oh, Baby!

17K 1.1K 39
                                    

Nina selesai menyiapkan makan malam di apartemen milik Hilman. Untuk menyentuh hati laki-laki, harus lewat perutnya. Apalagi hati laki-laki yang sudah dimiliki oleh sahabatnya, Amanda. Tapi untuk urusan makanan, Hilman tak akan menolaknya. Apalagi masakan Nina, selain masakannya enak Nina sudah tahu selera Hilman. Hilman tidak suka penyedap rasa pada masakan, terlalu berasa MSG. Nina menggantinya dengan sedikit gula.

"Man, masakannya sudah matang." Nina mengatakannya dengan sedikit berteriak supaya Hilman yang ada di ruangan lain bisa mendengarnya.

"Sopan dong! Panggil gue 'kakak'!" Kata Hilman seraya menarik kursi lalu duduk di depan Nina.

"Halah cuma berdua ini, mana ada yang denger selain kita."

"Lo tuh kebiasaan tau nggak!"

"OK deh kakak!" Seru Nina dengan gaya dibua-buat.

"Idih nggak mesti gitu juga kali! Ngeri gue ngeliat lo sok keganjenan gitu." Nina terkekeh mendengar komentar Hilman tentang dirinya. Bagaimana reaksinya kalau Hilman tahu kalau Nina bergaul dengan anak-anak lebih muda darinya dan sedikit lebih ekspresif?

"Enak, kak?" Tanya Nina.

"He em." Begitu saja jawaban Hilman. Nina mengerucutkan bibirnya. Hilman memang dingin seperti es. Dia heran mengapa Amanda bisa menggilai cowok secuek Hilman. Sedangkan dirinya yang ramah dan menyenangkan malah belum punya cowok hingga saat ini. Oh tapi nanti sudah tidak lagi. Nina kan sudah punya target cowok impiannya.

"Lo tumben mau masakin buat gue?" Tanya Hilman membuat Nina membuyarkan lamunannya.

"Aku sudah bilang tadi, bahan-bahan di rumahku abis. Aku lagi ngga punya duit untuk makan di luar. Lagi hemat. Nah daripada aku minta makan ke kakak, mending aku masakin aja. Aku kan orangnya tau balas budi." Ucap Nina santai.

"Nggak mungkin! Jujur aja, lo minta apaan? Naik gaji?" Ternyata Hilman bisa membaca niat terselubung Nina.

"Ih kakak dosa lho, suudzon gitu! Gaji dari kakak itu lebih dari cukup kok."

"Ya terus apaan?"

"Ngga ada, kak. Udah dibilangin juga."

Hilman tidak percaya saat Nina mengatakan tulus memasak untuknya. Tapi karena sampai selesai makan Nina tidak mengatakan apapun, Hilman menghapus prasangkanya terhadap Nina. Kini dia sedang makan anggur ungu yang dikupas oleh Nina. Berlebihan memang. Mau-maunya Nina mengupaskan anggur untuk Hilman. Bagaimana Hilman nggak curiga?

"Manis anggurnya?" Tanya Nina.

"Anggur manis, kelengkeng kali." Jawab Hilman masih cuek. Nina tersenyum sabar. Dia harus menjadi adik sepupu yang manis saat ini. Ya meskipun sehari-harinya harus bersikap manis juga karena Hilman juga boss-nya. Kalau Nina membantah Hilman, dia akan langsung dipulangkan ke orang tuanya di Surabay. Hilman itu baik namun kadang keluar sisi kejamnya seperti juri yang mengeliminasi peserta adu bakat.

"Udah lah Nin! Gue kenyang banget lo kasih makan sebanyak itu tadi. Sekarang mau berapa banyak lo kasih gue anggur ini. Nggak lagi deh." Tolak Hilman.

"Ya udah, kakak mau kue?"

"Gue kenyang Ninaa...." Kata Hilman lagi. Nina hanya nyengir tanpa dosa.

"Kak, temen-temen aku mau ngadain pensi di sekolah mereka lho."

"Temen yang mana yang punya sekolahan?"

"Ish! Temen aku, mereka ngadain pensi di sekolah mereka. Bukan temenku yang punya sekolah."

"Lah lo punya temen-temen yang masih sekolah? Nggak lulus mereka? Ah gue mah ngga ngerti dah, Nin." Kata Hilman lagi. Kini dia menutup majalah otomotifnya dan menatap Nina yang duduk di sebelahya.

High School BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang