Oli tidak pernah bosan bicara dengan Nina. Mau siangnya ketemu, sorenya chatting sampai jari-jari pegal, malam ini pun Oli ingin ngobrol lagi. Dia mengambil ponsel lalu menghubungi Nina.
"Ta, malem tahun baruan bareng yuk?" ajak Oli saat Nina mengangkat teleponnya.
"Udah janjian mau sama Ara and the girls," tolak Nina
Oli sedikit terkejut. Tidak pernah dia ditolak cewek, apalagi ceweknya sendiri. Cewek dewasa memang lebih berani mengutarakan keinginannya. "Mau kemana emang?" tanya Oli penasaran.
"Delia ngadain acara ulang tahun di taman belakang rumahnya. Abis itu mau nginep bareng, kayak pijama's party gitu deh," terang Nina.
Oli terlihat berpikir sebentar lalu bertanya, "Delia? Delia yang anak OSIS?"
"Ya ... mana aku tahu. Aku 'kan nggak sekolah bareng dia," jawab Nina.
Jika orang lain, jawaban seperti ini ngeselin. Namun karena Nina pacar Oli, kedengarannya ngegemesin. Oli tertawa saja mendengarnya. "Kami selalu bareng saat ekskul sejak kelas sepuluh. Ya ... renang, English Club, malah dia yang cantik sendiri di Paskib." Seketika Oli mengutuk mulutnya yang tanpa sengaja menyebut cewek lain 'cantik'.
"Hemm udah aktif di ekskul, cantik lagi. Pasti banyak temennya ya, aku yakin acaranya nanti banyak yang dateng." Nina mencoba untuk bersikap biasa. Dia wanita berumur dua puluh dua tahun, bukan anak remaja.
"Eh, aku diundang ke sana juga lho, Ta," kata Oli kemudian, berharap Nina tidak cemburu padanya.
"Bagus kalo gitu, kita bisa ketemuan di sana," ujar Nina dengan nada datar.
"Bareng dong, Ta," rengek Oli.
"Backstreet, remember?" Nina mengingatkan.
"Yah nggak enak banget. Masa pacaran datengnya sendiri-sendiri kayak musuhan," keluh Oli.
"Udah malem, Ka. Aku ngantuk mau tidur. Bye, Oliver!" Nina memutuskan sambungan telepon sebelum Oli mengatakan sesuatu.
Oli hanya bisa pasrah menuruti kemauan Nina. Tak lama ponselnya berbunyi lagi. Oli menyunggingkan senyum karena mengira Nina berubah pikiran. Tapi ternyata Delia yang meneleponnya.
"Halo?" sapa Oli dengan malas.
"Oli? Kamu jadi dateng nanti malem kan?"
"Ya," sahut Oli semakin tak minat.
"Bareng yuk?"
"Lho acaranya kan di rumah lo? Bareng gimana? Gue jemput lo di dalem rumah, terus kita ke taman belakang rumah lo gitu?" dengus Oli.
"He em deh kayak gitu enggak papa," jawab Delia manja.
"Apa!?" Oli meninggikan suaranya.
"Eh, maksudnya aku dari salon entar kamu jemput ya?"
"Kagak deh, Del. Gue udah ama Reza," tolak Oli mentah-mentah.
"Yah Oli, so sad nih. Reza nggak bisa disuruh berangkat sendiri apa?"
"Ya nggak lah. Reza nggak dateng, gue juga nggak," ancam Oli yang semakin kesal pada Delia.
"Eh jangan... Jangan! He em deh nggak usah jemput aku nggak apa yang penting kamu datang. Ya?" Delia berusaha secentil mungkin.
Dikiranya Oli suka, mungkin dulu iya. Oli bahkan sempat jalan dengan Delia untuk dijadiin pacar. Sayangnya, Delia terlalu jual mahal hingga Oli malas untuk meneruskan aksi PDKT-nya. Sekarang Oli nggak kepengin dibunuh Nina karena mendua.
"Iya," jawab Oli dengan enggan.
"Bye-bye O to the Li."
"Enak aja lo maen ganti nama orang!" kesal Oli, tetapi Delia tertawa sebelum mematikan ponselnya.
Oli melempar ponselnya di kasur yang empuk kemudian merebahkan tubuhnya. Oli menghirup napas dan mengembuskannya dengan kasar. "Ya ampun, Cinta .... Kayak gini, cewek yang lo cemburui?" gumam Oli seraya mengusap wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
High School Boyfriend
Literatura FemininaKarenina Suwandi baru merasakan cinta di usia dua puluh tiga tahun. Ia jatuh cinta kepada cowok SMA yang berusia lima tahun lebih muda darinya, Oliver Sinatria. Untuk menaklukkan Oliver yang tampan, cool, dan sedikit bad boy, Nina tak hanya menganda...