Mungkin karena cuaca dingin setelah hujan, orang jarang keluar. Perkampungan itu sepi. Ini menguntungkan bagi Valen, karena tidak ada orang yang melihatnya, apalagi mengenalinya. Aduh jangan sekarang deh!
"Nina! Nin...." Valen mengetuk pintu, awalnya pelan lama-lama semakin kencang karena Nina tak kunjung keluar. Salah Valen, tadi nggak minta nomor telepon Nina ke Hilman.
"Valen?" tegur Nina. Valen menoleh saat Nina berdiri di belakangnya. Nina baru pulang, pantas saja Valen dari tadi mengetuk pintu nggak dibuka juga. Valen mengamati Nina dan melihat beberapa luka di sana.
"Nin? Kenapa?"
"Jatuh. Terus dibawa ke rumah sakit sama orang-orang yang nolong." Jawab Nina sambil membuka kunci pintu.
"Terus kamu nggak apa-apa?" Valen jadi cemas. Dasar Hilman payah! Harusnya dia ngomong lebih awal. Jadi Valen bisa gantiin Hilman buat jemput Nina.
"Nggak. Ini aku bisa jalan. Masuk, Val! Di luar dingin." Nina mempersilahkan dan Valen mengikutinya.
"Kok bisa jatuh sih?" Tanya Valen lagi. Nina hanya tersenyum miris. Dia tidak fokus karena melihat Oliver bersama cewek lain. Tapi tidak mungkin Nina mengatakannya.
"Tadi waktu gerimis, aku belum sampai ke halte. Jalan buru-buru eh malah jatuh. Oh iya, kok kamu bisa di sini sih?" Nina berbohong.
"Tadi Hilman telepon aku, dia lagi di Bogor jadi nggak bisa jemput kamu. Terus tadi dia telepon kamu, tapi nggak aktif," tutur Valen.
"Iya, hp aku mati."
"Lain kali, kamu bisa telepon aku buat jemput kamu"' ujar Valen. Lupa kali dia, kalau lagi show kemana-mana. Masa iya kalau Valen manggung di luar kota, terus Nina telepon bakalan balik ke Jakarta? The Rush band bisa dilempar botol air mineral karena vokalisnya nggak ada.
"Makasih," kata Nina dengan senyuman.
Harus terlihat tegar, walau hatinya terasa sakit. Kalau saja Oliver pacarnya, Nina berhak untuk cemburu. Tapi justru karena mereka tidak ada status, mau cemburu juga nggak bisa. Kan nyesek!
"Ya udah kalau gitu aku pulang dulu. Kamu harus istirahat ya," pesan Valen.
"Ya, makasih sekali lagi udah nengokin," ucap Nina tulus.
"Eh Nin, aku boleh minta nomer kamu? Ya siapa tahu Hilman nggak bisa jemput lagi," pinta Valen sambil tertawa
Nina mau saja. Tidak ada salahnya kan berteman dengan Valen. Siapa tahu dapat tiket VIP nonton The Rush Band dengan potongan 50%.
*
Hari ini Valen memutuskan untuk mengunjungi Nina pagi-pagi. Kalau Nina akan berangkat kerja, dia bisa mengantarnya. Tapi kalaupun Nina masih ingin istirahat, Valen punya alasan untuk menemani Nina. Karena nanti malam dia harus manggung di Semarang, sarapan bareng Nina bakal jadi obat kangen nantinya. Valen memang pintar!
Nina membuka pintu saat Valen mengetuk. Valen cukup terkejut melihat kondisi Nina yang jauh lebih parah dari semalam. Dia terlihat sangat pucat, jalannya tertatih, mungkin badannya juga lemas.
"Nina, kamu...." Valen langsung menangkap tubuh Nina yang terhuyung.
"Ya Allah, kok jadi panas gini? Kamu demam, Nin," ujar Valen lagi saat punggung tangannya ditempelkan di dahi Nina.
"Kita ke dokter aja," ajak Valen.
"Nggak usah, Val. Aku mau tidur, nanti juga sembuh," tolak Nina.
"Harus. Udah sana kamu ambil jaket." Valen membantu Nina sampai ke kamarnya. Valen tidak berani masuk, bagaimana pun juga mereka kan cuma berdua. Kalau ada tetangga yang lihat, nanti menyangka yang tidak-tidak.
KAMU SEDANG MEMBACA
High School Boyfriend
ChickLitKarenina Suwandi baru merasakan cinta di usia dua puluh tiga tahun. Ia jatuh cinta kepada cowok SMA yang berusia lima tahun lebih muda darinya, Oliver Sinatria. Untuk menaklukkan Oliver yang tampan, cool, dan sedikit bad boy, Nina tak hanya menganda...