Minggu sore Nina sudah janji bertemu dengan Ara di mall. Ara ingin meminta bantuan Nina. Tapi dasar anak muda! Mau minta bantuan bukannya datang sendiri ke rumah Nina, ini malah meminta bertemu. Di mall lagi! Pastinya Nina akan membuang ongkos pulang-pergi naik angkot dan keluar uang lagi untuk jajan di food court. Nina bukannya pelit, dia hanya berhemat. Mengingat dia bekerja di Jakarta untuk membantu keluarganya juga di Surabaya.
"Kak Nina!" Panggil Ara yang duduk di salah satu meja. Selain Ara, ada Lulu, Sofi dan Arif. Oh, Sofi dan Arif sudah resmi pacaran jadi mereka kemana-mana selalu berdua. Mereka semua satu sekolah dengan Rossa dan satu grup dance yang pernah minta diajari koreo oleh Nina.
"Hei semua." Sapa Nina.
"Eh kok lama sih kak?" tegur Sofi.
"Iya, tadi angkotnya agak susah." Jawab Nina dan mengambil tempat duduk di antara mereka.
"Ya udah sih, kak Nina mau mesen apa?" tawar Ara.
"Oh jadi belum pada mesen dari tadi?" tanya Nina.
"Ya belum lah, nunggu kak Nina." Jawab Sofi. Nina menaikan kedua alisnya tak mengerti. Mereka seperti para pejuang kemerdekaan jaman dulu yang masih bersifat kepemimpinan. Kalau pemimpinnya ditangkap maka perjuangan melawan penjajahpun berakhir. Memikirkan hal itu Nina menjadi haus sekarang. Dia membuka daftar menu di hadapannya, mencari menu dengan harga paling murah.
Lima belas menit kemudian pesanan mereka diantar oleh seorang pelayan. Sambil menikmati makanan ringan dan minuman pesanan mereka, Ara mulai membicarakan maksud mereka meminta Nina datang ke sini.
"Kak, jadi gini lho, di sekolah kita mau ada pensi minggu depan. Terus si Erwin belum dapet band dari luar sekolah buat bintang tamu." Kata Ara, dia berhenti sesaat melihat ekspresi Nina.
"Terus apa hubungannya ama aku? Kenapa juga itu masalah buat kamu, kan kamu bukan panitia juga." Respon Nina.
"Ih si kakak! Erwin kan gebetannya Ara." Celetuk Lulu.
"Lulu! Ngga usah bawa-bawa hati kenapa." Protes Ara.
"Ya emang bener kan?" Lulu tak mau kalah.
"And the point is...." Nina menengahi.
"Kak Nina kan punya sepupu yang berteman ama Valen, bisa dong bantuin ngomong ke management-nya biar manggung di sekolah kita." Pinta Ara dengan wajah penuh harap. Nina berpikir siapa itu Valen. Teman-teman di tempat kerjanya tidak ada yang bernama Valen.
"Valen yang mana ya?" Nina mengingat-ingat.
"Valen Alfito." Sofi menjelaskan.
"Lah Fito siapa lagi itu? Valen aja aku ngga kenal." Jawab Nina santai sambil menikmati es campur di depannya. Entah Nina itu tuli atau pikun yang jelas jawabannya membuat Arif yang sedari tadi diam ikut bicara karena kesal.
"Valen Alfito, vokalis The Rush band." Kata Arif. Kalau Nina masih ngga paham juga, mereka akan memasukkannya ke dalam kardus, lalu memaketkannya ke bulan. Hello! Ibu-ibu langganan tukang sayur komplek juga tahu siapa Valen The Rush. Band yang sedang naik daun saat ini. Ditambah dengan vokalisnya yang terkenal tampan ciri khas orang Indonesia, dia juga membintangi beberapa sinetron dan FTV.
"Oh yang itu. Terus?" Tanya Nina lagi. Mereka tidak jadi memaketkan Nina, tapi masih geram juga karena dari tadi ngobrol Nina ngga nyambung.
"Kak Nina pernah cerita kan kalau sepupu kakak itu temennya Valen. Nah tolong dong minta sepupu kakak itu ngomong ke Valen biar bisa manggung di sekolah kita minggu depan." Kata Lulu yang seperti menjelaskan pada anak SD.
"Kak Hilman emang kenal sama Valen,...." Aku juga meskipun tadi lupa, batin Nina.
"Tapi ngga semudah itu. Valen pasti udah punya jadwal manggung yang padet banget, terus syuting juga. Kan tadi kalian bilang sendiri The Brush lagi naik daun." Kata Nina.

KAMU SEDANG MEMBACA
High School Boyfriend
Chick-LitKarenina Suwandi baru merasakan cinta di usia dua puluh tiga tahun. Ia jatuh cinta kepada cowok SMA yang berusia lima tahun lebih muda darinya, Oliver Sinatria. Untuk menaklukkan Oliver yang tampan, cool, dan sedikit bad boy, Nina tak hanya menganda...