Oliver mengetuk pintu kamar yang digunakan Nina. Tak lama, Nina keluar dengan pakaian yang cukup rapi. Oliver suka Nina berpakaian model apapun, hanya saja hari ini mengapa Nina rapi. Akan lebih baik kalau dia memakai pakaian santai kan?
"Ya?" Nina menatap Oliver tanpa berkedip. Oliver ganteng banget! Ya tadi ganteng sih, tapi ini lebih ganteng. Nina sudah mau pingsan dua kali. Oliver sudah ganteng saat remaja, apalgi saat dia dewasa? Pasti lebih menggoda! Tapi jika Oliver dewasa, Nina otomatis bertambah tua. Tapi jangan pikiran itu dulu. Nikmati saja apa yang ada.
"Woy! Bengong. Yuk, sarapan di bawah," ajak Oliver.
"Oh, he em. Iya." Nina tergagap.
Oliver berjalan lebih dulu, Nina mengikuti di belakangnya. Hah! Oliver tidak menggandeng Nina, kalau Nina jatuh bagaimana? Nina bersumpah di dalam hati, keadaan ini hanya sementara. Sementara saja Oliver cuek, nanti saat dia butuh pasti manggil Nina. Eh tapi Nina jadi merasa tukang servis AC, kalau ada yang butuh baru memanggilnya.
Mereka sudah sampai di ruang makan. Nina tak habis pikir jika dalam ruang makan yang begitu luas hanya ada dia dan Oliver. Lebih membingungkan lagi karena makanan yang dihidangkan terkesan berlebihan untuk dua orang.
"Li, kamu sering nginep di rumah keponakannya Yanti?" Nina membuka pembicaraan. Mungkin Oliver adalah anak yang patuh pada guru TK-nya yang melarang berbicara saat makan. Tapi Nina tidak tahan dengan keheningan atau yang sering disebut cerewet.
"Nggak juga," jawab Oliver.
Dih judes! Ayo Nina jangan menyerah!
"Terus semalam tuh?"
"Ada tugas sekolah. Aku bareng ama Wahyu kelompoknya." Oliver menjelaskan.
Jika tugasnya dikerjakan berdua dengan Oliver, mengapa tadi pagi Wahyu bilang belum selesai? Mereka berdua ngapain aja semalam? Hemm dasar pria pembohong! Oh, anak pembohong maksud Nina.
"Nina?" Giliran Oliver yang ingin bertanya.
"Ya?" Nina kini menatap Oliver lagi
"Kamu mau kemana abis ini?" tanya Oliver penasaran.
"Kerja," jawab Nina singkat.
"Sunday, inget?"
"Kerja bantuin sepupuku di supermarket. Biasanya aku kerja dari Senin sampai Jum'at jadi teller di bank swasta. Kerja di supermarket kalau hari libur saja," terang Nina.
"Sampai jama berapa nanti?"
"Nggak mesti. Karena supermarket itu milik saudaraku sendiri dan aku dibayar per jam, sesuka aku lah kerjanya. Biasa sih sampai siang."
"OK, nanti aku jemput kamu lagi siangnya," kata Oliver tegas.
Nina kesulitan menelan roti. Dia mengambil gelas yang berisi susu lalu meminumnya. Oh my God! It's a date, it's a date! Nina bersorak dalam hati.
"Cuma makan siang," kata Oliver lagi.
Terserah kamu deh, Li. Bagi Nina ini kencan. Ah yes, yes, yes!
*
Oliver hanya bilang 'nanti siang'. Tapi siangnya itu kapan, Nina lupa bertanya. Gadis itu sudah gelisah dari pukul sebelas hingga sekarang pukul setengah satu. Parahnya lagi, Nina tidak punya kontak Oliver. Kenapa dia bisa sangat bodoh tidak memintanya tadi? Nina stres sendiri.
"Mbak ada yang nyari tuh," ujar Ade-salah satu pegawai supermarket.
"Siapa?" tanya Nina.
"Oli. Orangnya ada di depan," kata Ade lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
High School Boyfriend
ChickLitKarenina Suwandi baru merasakan cinta di usia dua puluh tiga tahun. Ia jatuh cinta kepada cowok SMA yang berusia lima tahun lebih muda darinya, Oliver Sinatria. Untuk menaklukkan Oliver yang tampan, cool, dan sedikit bad boy, Nina tak hanya menganda...