Take a look my Instagram: vintariwp
🌹🌹🌹
Selesai menunaikan ibadahnya, Nina kembali ke kamar Oli. Dia melihat pintunya setengah terbuka. Padahal tadi Nina yakin sudah menutupnya. Nina pikir itu bik Hasna yang akan mengambil piring kotor bekas makan siang Oli.
Saat mendekati pintu, Nina seakan mendengar suara pria tapi tak jelas apa yang dikatakannya. Kemudian suara Oli yang sedikit berteriak.
"Nggak usah ngatur-ngatur! Aku bisa sendiri," suara Oli.
"Kalau nggak mau diatur, tunjukkan kalau kamu bisa jadi anak baik," suara pria itu.
Nina semakin penasaran. Dia ingat mungkin saja itu paman Oli, emosi Nina tersulut. Pria macam apa yang tak tahu keponakannya sakit, padahal mereka tinggal serumah. Benar juga kata Oli kalau pamannya ini egois, tak peduli pada kesehatan Oli sama sekali. Nina masuk dan melihat pria yang membelakanginya.
Zidan—paman Oli--menoleh karena mendengar langkah Nina. Betapa terkejutnya saat dia melihat wajah Nina masuk ke kamar keponakannya. Sedangkan Nina tak menyangka kalau paman Oli semuda ini. Dan yang paling mengejutkan, Zidan yang pernah disebut Oli adalah Zidan yang dia kenal.
"Nina?" Zidan tak percaya.
"Kak Zidan," Nina sama herannya.
"Sini, Ta!" pinta Oli. Nina berjalan mendekati Oli dengan melewati Zidan yang masih menatapnya penuh keterkejutan.
"Jadi teman yang bik Hasna bilang pernah diajak Oli ke sini adalah kamu?" Zidan masih meyakinkan dirinya. Nina mengangguk.
"Dia pacarku, Om." Oli mengultimatum karena dia bisa melihat Zidan memandang Nina dengan cara yang berbeda. Mungkin karena mereka sesama lelaki.
Mendengar kata-kata Oli, kepala Zidan seperti dihantam dengan palu. Oli punya pacar dan usianya di atas usia Oli. Ya, Nina memang manis tapi mengapa harus Nina. Zidan merasa ada yang aneh pada dirinya. Zidan menyukai Nina, dia merasa gadis itu punya kepribadian yang baik. Namun Zidan tak suka jika Nina dekat dengan Oli.
Ada perasaan malu pada diri Nina saat Oli mengatakan Nina adalah pacarnya. Nina bingung dengan perasaannya. Dia sadar betul, dia yang menginginkan Oli. Mengapa saat orang lain tahu mereka pacaran, Nina merasa seperti ini tidak seharusnya. Mengapa Nina harus malu? Mengapa Nina malu sebagai pacar Oli? Dada Nina semakin sesak saja. Rasanya dia ingin pergi dari situasi tak nyaman ini.
"Kita harus bicara, Nin," perintah Zidan dengan nada tegas.
"Kak Zidan bisa tunggu di luar?" pinta Nina. Zidan mengangguk, menatap Oli sebentar lalu keluar tanpa kata.
"Cinta kenal sama om Zidan di mana?" tanya Oli setelah Zidan benar-benar keluar.
"Sudah minum obatnya?" Nina malah balik bertanya karena saat melirik tempat makanan itu sudah habis isinya.
"Sudah. Cinta, kok kenal om Zidan nggak bilang sama aku sih?" Oli bertanya lagi.
"Istirahatlah, Li."
"Jawab aku!" Oli mulai menekan kata-katanya.
"Kenal aja," jawab Nina singkat. "Kamu bisa tidur lagi," ujar Nina
"Jangan ke sana!" seru Oli.
"Semakin cepat kamu tidur, obatnya akan cepat bereaksi, Li. Jangan terlalu lelah. Nanti kamu panas lagi," tutur Nina seakan tak mendengar seruan Oli tadi.
"Jangan ke sana. Jangan ketemu sama om Zidan." Oli melarang.
"Istirahatlah. Aku panggil bik Hasna untuk membereskan itu." Nina menatap ke arah wadah makan siang Oli.

KAMU SEDANG MEMBACA
High School Boyfriend
ChickLitKarenina Suwandi baru merasakan cinta di usia dua puluh tiga tahun. Ia jatuh cinta kepada cowok SMA yang berusia lima tahun lebih muda darinya, Oliver Sinatria. Untuk menaklukkan Oliver yang tampan, cool, dan sedikit bad boy, Nina tak hanya menganda...