"Natha! Awas!!!"
Natha mengerem mobil dengan mendadak. Aku melindungi Jason yang berada di pangkuanku dengan memeluknya. Mobil berdecit keras hingga akhirnya berhenti. Sebuah mobil sudah berhenti didepan mobil kami dan penumpangnya turun menghampiri kami. Tubuhku bergetar, bahkan di kegelapan malam pun aku tahu orang-orang itu sedang murka.
Aku mencoba mengendalikan perasaanku agar tetap tenang. "Nath, jangan turun," perintahku pada Natha.
"Maunya sih gitu, Ka," ujar Natha ragu.
Kaca disampingku diketuk dengan tidak sabar. "Ka. Ika, keluar dong. Gue pengen ngomong," aku hanya menatap orang itu dengan tatapan tajam.
Kesal tidak ada jawaban dariku, orang itu mengetuk kaca Natha dengan keras. "Woy, buka ga lu. Gua bakar nih mobil," teriak orang itu dari luar.
"Sialan," umpat Natha sebelum dia buka pintu di sampingnya dan keluar. Setelah menutup pintu, Natha ditinju keras tepat di perutnya. Natha mengerang kesakitan. Aku mulai panik.
Aku mendudukkan Jason dan menyenderkannya pada dinding mobil, kemudian beralih ke Revan. "Rev, gua mau nolongin kak Natha. Pas gue keluar, pintu langsung dikunci ya. Kalo gua ngangguk itu tandanya kode buat lu buka kuncinya biar gua sama Natha bisa masuk lagi. Ngerti?"
Revan mengangguk samar dan menatapku dengan khawatir. Aku mengacak-acak rambutnya. "Bentar ya. Gua ngurusin mereka dulu," ucapku sambil tersenyum dan melangkah keluar dari mobil.
Dengan melupakan rasa sakit di sekujur tubuhku, aku meninju telinga Riko yang sedang menerjang Natha dengan brutal. Tinjuanku berhasil membuat Riko terhuyung, tetapi dia mencoba mengembalikan seranganku dengan menendang dari arah samping. Aku yang sadar dengan gerakannya, langsung menyampingkan tubuhku dan menyikut dadanya dengan keras. Tubuhnya terjungkal dan kugunakan kesempatan itu untuk meninju tepat di wajahnya.
Nafasku terengah-engah. Riko membuang darah yang ada di mulutnya. "Gue ga nyangka lu sekuat itu, Ka," ujarnya sambil menyeringai.
"Ya, dan itu khusus buat lu," ucapku dengan suara yang sangat tenang. Riko mengangkat sebelah alisnya. "Gue kira lo mabok, tapi ternyata mabok lu udah ilang."
"Memang. Sejak Natha ganggu kesenengan gua," ujarnya sambil menatap tajam Natha yang sedang mencoba mengatur nafasnya.
Otakku meneriakkan nama Jason, membuatku segera membalikkan badan dan menarik Natha menuju mobil. Tak disangka, Riko berlari sambil membawa balok kayu yang lumayan besar. Aku mendorong Natha dan bergerak mundur ketika Riko sudah berada di dekat kami.
"Jangan pergi kalo belom berakhir," desisnya tajam.
Dia menyerangku dan aku nyaris saja terkena pukulan balok kayu itu. Aku terus menghindar hingga posisiku tak berada jauh dari mobil. Natha mencoba membantuku dan Riko menyadari hal itu. Dia berbalik menghadap Natha dan mengayunkan kayu itu, tetapi Natha berhasil berkelit.
Tiba-tiba ada seseorang yang memukulku dari belakang. Aku berbalik dan sebuah tangan sudah melayang di udara untuk menamparku. Aku menepisnya dengan mudah dan menendang bagian samping tubuhnya. Tubuhnya goyah.
"Jangan berani-berani sama gue kalo lu ga bisa berantem, Rin," ucapku sinis. Dia mendecih dan kembali menyerangku. Semua serangannya dengan mudah kutangkis. Aku mengulur waktu hingga dia mulai kelelahan. Tepat pada saat itu, aku mencengkeram bahunya dan menendang tepat di perutnya.
"Jangan buat gua jadi pembunuh karna lu," bisikku di telinganya. Kemudian aku melepaskan dengan kasar cengkeramanku pada bahunya dan menatapnya dingin sebelum meninggalkannya seorang diri meringkuk kesakitan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senyum yang Menghilang
Lãng mạnAku takut. Aku sakit. Aku benci dia. Aku benci diriku sendiri. Berat rasanya memikul peran protagonis yang dibalut dengan antagonis didalamnya, memakai topeng bidadari yang dibaliknya terdapat wajah iblis, menjadi pribadi yang bahkan aku sendiri tid...