Hai! Namaku Ikawati Sofyan. Bertubuh mungil dan berkulit agak coklat. Banyak yang mengira aku masih sekolah, padahal aku sudah kuliah semester 4.
Aku menghirup udara pagi hari ini. Hhhhh...cukup menyegarkan. Membuatku merindukan kampung halamanku.
Hari ini hari Senin. Aku harus siap-siap untuk berangkat kuliah. Setelah mandi dan makan, aku pun langsung mengambil tas dan memanaskan motorku. Tiba-tiba langkahku terhenti karena ponselku berbunyi.
Ah orang ini selalu bisa membuatku tersenyum, pikirku.
Ya, orang itu adalah Natha. Dia sahabatku di kampus. Kami baru kenal 2 tahun yang lalu dan tidak menyangka kami memiliki banyak kesamaan dalam hal film dan musik. Dan perlu kuakui, dia cukup tampan dan tinggi. Ditambah kulitnya yang putih serta keahliannya memainkan gitar, benar-benar menambah tipe idamanku.
Aku segera menepis pikiranku. Apa yang kau pikirkan? Dia adalah sahabatmu Ka, kataku sambil menggeleng-gelengkan kepalaku.
****
Kuliah hari ini membosankan.
"Kau sedang memikirkan apa?" tanya Natha.
"Oh aku hanya bosan, Nat", jawabku.
Dia mengangkat sebelah alisnya sambil tersenyum.
Ya Tuhan, dia sangat tampan! Sudah langit ke berapa yang aku lewati? Aku selalu menyukai senyumannya yang hanya ditujukan untukku. Selalu bisa membuatku tenang dan, hmm, istimewa. Tak heran jika dibalik sifat menyebalkannya itu dia punya banyak teman, apalagi penggemar. Mengingatnya membuatku langsung terhempas ke bumi. Menyebalkan.
"Hei Ka, hei! Woy!" dia mengibaskan tangannya didepan wajahku. Aku gelagapan dan salah tingkah.
Sial, pasti ketahuan, rutukku dalam hati. "Ya ada apa?" jawabku setelah berdeham untuk menutupi kegugupanku.
"Muka kamu merah banget hahaha. Pulang nanti kita main yuk."
Kampret. "Kemana?"
"Hmm kita cari makan dulu. Laper banget nih. Pulangnya ke rumah Ardi ya, lagi males langsung ke rumah nih."
Aku berpikir sejenak. "Baiklah", jawabku sambil tersenyum.
Aku dan Natha kembali mengalihkan pandangan ke depan untuk mendengar penjelasan dosen. Tak sengaja, mataku bertemu dengan tatapan tajam dan tidak suka dari manik mata milik temanku.
Dia adalah Rini. Gadis berwajah manis yang dari mulutnya sering keluar kata-kata kasar. Berbanding terbalik memang, dan itulah sebabnya Natha sering menggodanya. Jika sudah seperti itu, maka kelas akan ramai dengan perdebatan mereka. Ya, mereka tidak pernah akur tapi aku tahu jika Rini memiliki perasaan terhadap Natha. Tidak heran mengingat dia sangat ramah ke semua orang.
Wah ga bagus nih, pikirku. Beberapa detik kemudian, ponselku bergetar di saku celanaku. Kan bener kan.
Rini mengirimkan pesan, "Jangan berisik kek. Gangguin orang belajar aja. Heran deh, ga bisa banget diem kalo udah ketemu."
Aku membacanya sambil mengerutkan dahiku. Dia ga nyadar apa kalo dia bahkan lebih ribut daripadaku kalo udah ketemu Natha? Aku pun membalas, "Iya maaf. Biasa aja kali, ga usah ngegas."
"Siapa yang ngegas sih? Orang biasa aja gini."
Kamu ga pernah biasa kalo aku udah bercanda sama natha, ujarku dalam hati sambil memutar mataku jengah. "Percaya aja deh yaaa."
Aku pun mencoba fokus belajar kembali dengan perasaan sebal.
****
Sampai dirumah Ardi, aku mencoba bersikap biasa saja. Kami bermain gitar sambil bernyanyi. Yah walaupun suaraku tidak bagus, tapi Natha selalu menyuruhku bernyanyi. Dia pernah bilang kalau dia menyukai suaraku. Entah untuk menghiburku atau hanya agar dia tidak bermain sendiri.
Tapi...
Aku malah menyukai dirinya. Dia yang selalu membuatku tertawa, kesal, membantuku dikala susah, serta menemaniku jika aku membutuhkannya.
Dia baik. Berbeda denganku.
Memikirkannya membuatku tersenyum kecut. Kami berbeda sekali, terutama dalam agama. Itu yang membuat diriku selalu menahan perasaanku agar jatuh tak terlalu dalam.
Lamunanku buyar ketika kurasakan ada getaran dari ponselku.
"Halo, kamu dimana?" kata seseorang di seberang sana, Tera.
"Aku dirumah Ardi. Ya ampun, maaf aku lupa ngasih tau kamu tadi."
"Iya gapapa. Masih lama disana?"
"Hmm aku ga tau. Aku juga belom lama nyampe sini sih. Kenapa? Kamu udah pulang?"
"Aku udah mau pulang nih. Kamu aku chat daritadi ga bales-bales. Aku kira kamu kan ada kelas tambahan."
"Iya-iya maaf. Namanya juga lupa. Yaudah hati-hati dijalan ya."
"Kebiasaan deh. Iya, kamu pulangnya jangan kemaleman."
"Siaaaaaap."
"Jangan lupa ngabarin aku dulu kalo udah mau pulang."
Hadeeeh orang ini. "Iya maaaaass. Ampun deh."
"Hahaha bye. Aku pulang ya."
"Bye." Aku langsung mematikan sambungan teleponku dan menghembuskan nafas kasar.
Aku melirik jam yang ada diruangan ini. Bentar lagi sore, pikirku.
"Pasti dari tera ya? Nyariin kamu lagi?" terdengar suara Natha.
"Ohaha iya. Aku lupa ngasih tau dia tadi", jawabku sekenanya.
"Tunggu bentar lagi ya? Masih rada panas nih." Aku hanya menganggukkan kepalaku dan dia tersenyum.
Oh iya, Tera adalah pacarku.
---------------------------------------
hai hai!!
hihi ini cerita pertamaku. maaf kalo jelek ya, masih kurang pengalaman :(
terima kritik dan saran kok di comment, apalagi vote-nya hehe
KAMU SEDANG MEMBACA
Senyum yang Menghilang
RomansaAku takut. Aku sakit. Aku benci dia. Aku benci diriku sendiri. Berat rasanya memikul peran protagonis yang dibalut dengan antagonis didalamnya, memakai topeng bidadari yang dibaliknya terdapat wajah iblis, menjadi pribadi yang bahkan aku sendiri tid...