Part 4

2.2K 69 3
                                    

Semenjak hari itu, aku mulai mencari kenyamanan dalam hal pertemanan. Mulai terbuka pada Jason dan Natha, yah walaupun masih banyak yang kusembunyikan dari mereka.

Berhari-hari Jason mencecarku untuk menceritakan semua hal yang pernah terjadi padaku, tapi aku selalu bungkam. Lama-kelamaan dia menyerah dan tidak pernah menanyakannya lagi padaku. Dia hanya bilang, "Gua bakalan nunggu lu siap Sof. Kapanpun itu."

See? Dia tidak benar-benar menyerah.

Hubunganku dengan Jason dan Natha menjadi lebih akrab dan solid. Aku bahkan lebih banyak menghabiskan waktu luangku bersama mereka daripada dengan Tera. Jangan tanya perkembangan hubunganku dengan Tera jadi seperti apa, yang pasti renggang dan makin buruk -dan aku tidak peduli-.

Hari ini aku ada jadwal kuliah sampai sore. Pada saat jam istirahat -lebih tepatnya sih pergantian jam kuliah- aku ke kantin untuk membeli cemilan bersama teman-teman perempuanku. Ketika aku kembali ke kelas, aku lihat Natha dan Jason sedang duduk dengan tenang di bangku masing-masing dan memasang muka polos.

Ngapain mereka tampangnya gitu? Ada yang ga beres nih.

Aku langsung buru-buru menuju mejaku dan memeriksa seluruh isi tasku. Binder ada, alat tulis ada, kacamata ada, dompet juga masih ada. Aku curiga kenapa semua barang masih lengkap didalam tasku. Karena belajar dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, jika mereka memasang muka polos maka sesuatu sedang terjadi. Jadi, aku kembali membuka dompetku dan saat itu juga aku berteriak ke mereka.

"Balikin duit gueeeeee!! Ekampret gua udah nabung 3 bulan penuh dan dengan seenaknya lu ambil. Lu kira gua punya pohon duit apa duit ilang santai-santai aja. Balikin sekarang juga!"

"Yaelah duit bisa dicari kali Ka," ujar Natha disela tawa gelinya.

"Kalo bokap gua presiden, gua ga bakalan teriak-teriak gini. Balikin ish."

"Lu yakin cuma duit doang yang ilang?"

Aku langsung menatap Jason sambil menyipitkan mataku, kemudian aku memeriksa kembali isi dompetku. "Woy ktp gua lu kemanain? Balikin ga?! Itu poto jelek banget anjir," teriakku heboh.

"Duh masalahnya gua lupa naro ktp lu tadi dimana Sof," kata Jason dengan raut wajah bersalah.

"Apa lu bilang? Kalo sampe ilang gimana? Masa gua harus bikin lagi sih. Terakhir lu naro dimana?"

"Hmm seinget gua sih di meja dosen."

Aku langsung berlari dan mencari-cari di sekitar meja dosen. Panikku bertambah ketika barang yang kucari tidak ada. Mataku mulai panas. Jangan ilang plis jangan ilang, bikin lagi mahal, ga bisa pergi kemana-mana pula. Bantu hambaMu ini ya Tuhan, doaku terus menerus.

Aku sudah lelah mencari dan pasrah. Air mata mulai akan menunjukkan kehadirannya. Aku segera mendongakkan kepala untuk mencegah turunnya hujan dari mataku. Aku menoleh ke samping. Mataku membulat melihat ktp-ku dengan santainya menempel di papan tulis. Sontak aku segera mencabutnya dan kembali ke mejaku. 

Lu ngapain nyiumin papan tulis sih? Emang enak disono? Gua nyariin lu kemana-mana! Kenapa lu ga teriak pas liat gue, ktp?! Gua udah takut kehilangan lu, sayang ngeluarin duitnya, omelku ke benda yang saat ini kugenggam.

Wajahku merah padam. Aku malu, pengen nangis, kesal, marah, pengen teriak rasanya di telinga Jason dan Natha. Mereka tertawa terbahak-bahak melihat tingkahku, begitupun teman-teman sekelasku. Mereka kejam! Lihat saja nanti. Tunggu pembalasanku.

Setelah meredam tawa, Jason dan Natha meminta maaf padaku. Tapi tetap saja senyum geli masih terpasang di wajah menawan mereka dan terkadang tertawa kecil. Aku hanya memasang muka datar yang pastinya akan menambah jutek pada wajahku. Bukannya mereka berhenti tertawa, mereka malah semakin tertawa terbahak-bahak. Aku hanya bisa mencak-mencak sendiri sambil ngedumel tiada henti.

Senyum yang MenghilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang