"Na-Natha?!"
Natha segera menoleh. Dia menghampiriku dan membantuku untuk berdiri. Dengan susah payah aku mencoba untuk berdiri. Tenagaku yang habis, dehidrasi, serta kaki yang seakan mati rasa membuatku harus berusaha keras.
"Kacau banget lu. Buat berdiri aja susah," ujar Natha khawatir. Aku meringis sebelum tertawa kecil untuk menanggapi perkataannya.
"Ayo cepet keluar dari sini. Keburu dia bangun, Ka," ajak Natha sambil menarik tanganku.
Tapi tiba-tiba Natha dipukul dari samping oleh Riko hingga membuat Natha terhuyung dan tanganku terlepas dari genggamannya. Tubuhku membentur dinding.
Huh, untung gue ga jatoh duduk. Bakalan susah buat berdiri lagi, gerutuku dalam hati.
Aku melihat pertarungan Natha dan Riko dengan cemas. Jujur saja, untuk ukuran pemabuk, Riko termasuk orang yang paling kuat karena bisa bertahan selama ini walaupun sudah dipukul dan terjatuh beberapa kali.
Tapi didalam hati kecilku, aku sedikit merasa kecewa. Kenapa yang datang untuk menyelamatkanku Natha, bukan Jason? Walaupun aku pernah menyuruh Jason untuk tidak mendekatiku lagi, aku tahu dia tidak akan menyerah. Tapi setelah semua yang aku lalui, dia tetap tidak ada disampingku. Apa aku terlalu menyakitinya? Atau memang dia sudah tidak menyayangiku lagi? Atau hanya aku yang terlalu berharap?
"Jason ada disini kok kalo itu yang lu pikirin, Ka," lamunanku buyar karena suara Natha. Aku mendongak agar dapat menatap matanya untuk mencari kesungguhan disana.
"Masa sih?" tanyaku pelan. Dia menepuk puncak kepalaku pelan. Kemudian mengangguk sambil tersenyum menenangkan. Aku ikut tersenyum.
"Lo tau? Dia yang paling panik nyariin lo dari siang tadi," ucap Natha. Aku hanya diam. Perasaan gue doang apa emang gua nangkep perasaan sedih si Natha? batinku.
"Bisa kita pergi?" tanya Natha. Aku mengangguk. Kami keluar dari ruangan itu dan berjalan di koridor menuju pintu keluar.
"Bentar, Nath," tahanku. "Adek gua. Revan. Dia-dia juga ditahan sama Rini. Gua mau nyelametin dia dulu," ucapku panik dan segera membalikkan badan untuk mencari ruangan dimana adikku ditahan.
Natha menahan lenganku. "Adek lu udah diurus Jason. Kita cuma perlu nunggu mereka di mobil," ujar Natha.
"Ga bisa, Nath! Gua ga bisa cuma nunggu doang! Gua udah janji sama adek gua. Gua harus nyelametin dia," ucapku tak mau kalah.
"Ika! Jangan batu dulu buat sekarang. Ikutin rencana Jason aja."
"Not now, Nath," ucapku sambil membalikkan badan dan berlari pincang mencari ruangan Revan. Aku sempat mendengar Natha mengumpat sebelum akhirnya dia mengikutiku.
Aku membuka semua pintu yang aku temui tapi semua ruangan itu kosong. Aku mulai frustasi. Tubuhku semakin lemas, tapi aku masih belum menyerah. Revan adalah adikku satu-satunya dan aku sudah berjanji untuk menjemputnya. Gimanapun caranya, dia pasti akan kutemukan.
Prang!
Aku menatap ruangan di lantai 2, kemudian beralih ke Natha. Dia mengangguk dan berlari mendahuluiku untuk memeriksa situasi. Natha menaiki tangga dengan mengendap-endap sambil sesekali kepalanya menengok ke kanan dan kiri. Dia mendekati ruangan itu dan tak lama kemudian mengacungkan jempolnya tanda aman.
Aku segera berlari dengan langkah sepelan mungkin agar tidak ketahuan. Nafasku tersengal-sengal setelah aku sampai didepan ruangan itu. Natha memeriksa keadaanku.
"Masih sanggup, Ka?" tanya Natha khawatir. "Muka lu pucet banget. Sumpah."
"Gapapa kok. Gue masih kuat," jawabku sambil tersenyum lemah. Natha menatapku lama, kemudian menghela nafas panjang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Senyum yang Menghilang
RomanceAku takut. Aku sakit. Aku benci dia. Aku benci diriku sendiri. Berat rasanya memikul peran protagonis yang dibalut dengan antagonis didalamnya, memakai topeng bidadari yang dibaliknya terdapat wajah iblis, menjadi pribadi yang bahkan aku sendiri tid...