"Sof, gue mau ngomong sesuatu sama lu," ucap Jason sambil menahan lenganku untuk tidak kabur.
"Ngomong apa lagi sih, Jase?" tanyaku malas.
"Plis, liat gue," pintanya. Aku menatapnya dengan dingin. Matanya menatapku terkejut, kemudian ia menghela nafas.
"Gue mau minta maaf."
Aku mendengus. "Maaf? Apa itu berguna sekarang? Apa dengan cara lo minta maaf bisa ngebuat tunangan lo insap dan berhenti gangguin gue?"
Jason terdiam. Aku melepaskan lenganku dari tangannya. "Ga usah capek-capek buat ngejar gua lagi, Jase. Udah cukup buat semuanya."
"Tapi, Sof, dengerin gue dulu."
"Kenapa?" tanyaku dengan suara bergetar. Jason menatapku tidak mengerti. "Kenapa baru sekarang? Kenapa baru sekarang lo ngejar gue, Jase?"
Jason hanya diam, tidak menjawab satupun pertanyaanku.
"Semuanya udah terlambat, Jase," satu titik air mata jatuh membasahi wajahku. Aku menghapusnya dan segera pergi meninggalkan Jason seorang diri.
Terlambat..
Jason.. Jason..
Kubuka mata dengan perlahan. Silau. Perlu beberapa detik agar mataku bisa menyesuaikan dengan cahaya yang ada di ruangan ini.
Kuedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Ini...rumah sakit? Aku dirawat disini? Lalu, Jason?
Pikiran itu membuatku langsung duduk dengan tegak. Gerakan yang tiba-tiba kulakukan membuat setiap jengkal anggota tubuhku terasa ngilu. Tanpa aku sadari, aku mengerang dengan suara tertahan.
"Kenapa, Ka? Ada yang sakit?"
Aku menoleh ke asal suara. Natha menatapku khawatir dengan mata sayunya. Terlihat jelas dia kurang tidur.
"Gapapa kok, Nath. Kebangun gara-gara gue ya? Maaf ya," jawabku sambil tersenyum tidak enak.
Natha melirik jam yang tergantung di dinding. "Masih shubuh, Ka. Kenapa bangun? Padahal kata dokter, lu bakalan baru bangun pagi nanti," ujar Natha heran.
Aku menunduk sambil memilin-milin jemariku. Aku masih merasa bersalah dengan semua orang yang terlibat karena masalahku. Natha, Jason, bahkan adik kesayanganku, Revan, juga ikut kena masalah. Aku malu dengan mereka.
Aku mendongak ketika Natha menggenggam tanganku. Natha menatapku sambil tersenyum. Senyum yang dapat menenangkan hati seseorang yang sedang resah.
"Jangan dipikirin dulu untuk sekarang. Semuanya akan baik-baik aja kok. Yang penting lu harus cepet sembuh sekarang," ucapnya lembut. "Perlu gua panggil dokter dulu?"
Aku menggeleng. "Nanti aja, Nath. Gue baik-baik aja kok," ucapku sambil tersenyum kecil. "Jason gimana kabarnya, Nath?" tanyaku lirih.
"Dia sempet kritis, tapi sekarang udah gapapa sih. Dia masih belom sadar. Kalo mau jenguk nanti aja ya," jawab Natha. Aku menghembuskan nafas lega. Setidaknya aku tahu dia akan baik-baik saja.
Aku kembali terdiam. Pikiranku berpusat pada Riko dan Rini. Apa yang etrjadi pada mereka? Apa mereka baik-baik saja? Apa mereka berhasil menyelamatkan diri mereka? Sekarang mereka berada dimana? Apa yang mereka lakukan saat ini? Terlalu banyak pertanyaan untuk mereka hingga aku sendiri merasa seperti ingin meledak dan mengeluarkan semua tanda tanya yang ada di otakku.
Suara Natha mengalihkan perhatianku. "Gua mau cerita tentang rahasia gue ke lo, Ka," ucap Natha pelan.
"Rahasia apa?" tanyaku heran.

KAMU SEDANG MEMBACA
Senyum yang Menghilang
RomanceAku takut. Aku sakit. Aku benci dia. Aku benci diriku sendiri. Berat rasanya memikul peran protagonis yang dibalut dengan antagonis didalamnya, memakai topeng bidadari yang dibaliknya terdapat wajah iblis, menjadi pribadi yang bahkan aku sendiri tid...