Kami terus berdansa hingga musik berhenti. Aku dan Jason berhenti berdansa tapi tidak melepaskan posisi masing-masing. Tanganku masih nyaman berada di genggamannya, dan aku masih ingin lama untuk berada dekat dengannya.
"Wah sepertinya Arsen telah menemukan pendamping hidupnya juga. Apakah ingin diperkenalkan kepada kami semua?" Suara MC membuyarkan dan penyebab berakhirnya posisi kami.
Semua orang tertawa, termasuk Jason. Aku menunduk malu dan menautkan jemariku. Jason menarik jemariku dan menggandengku menuju panggung.
"Hello, everybody," sapa Jason pada para tamu sambil tersenyum. "Hmm saya disini mau mempersembahkan sebuah lagu untuk kakak saya tercinta, Jase Hizkiandri William, bersama teman saya, Ikawati Sofyan."
Ballroom langsung heboh. "Benarkah hanya teman? Tidak mungkin setelah melihat dansa kalian barusan," ujar seseorang penasaran. Jason hanya tersenyum menjawabnya.
Aku terdiam. Teman. Lu ngarepin apa, Ka? Pacar? Jangan ngimpi lu buat dapetin cowok ganteng kayak dia. Bisa jadi temen aja udah untung. Bersyukur aja deh lo, suara hati kecilku berbicara. Aku mencoba tersenyum dan menghilangkan rasa sesak yang tiba-tiba datang. Tampil secantik mungkin buat Bang Jase, Ka. Semangat!
Aku menguatkan diriku dan mulai berjalan menuju piano yang ada diatas panggung. Aku memejamkan mata dan menghela nafas sejenak untuk lebih tenang. Aku menoleh pada Jason dan dia mengangguk tanda sudah siap.
Aku mulai memainkan jemari tanganku diatas tuts-tuts piano. Aku mencoba memainkannya untuk terdengar lembut dan membuat orang-orang di pesta itu menikmatinya.
Aku terus memainkannya dan sesekali menengok ke Jason yang berada di sampingku. Suaranya yang sangat merdu serta wajahnya yang sesekali tersenyum saat sedang bernyanyi, membuatku tak bisa menahan senyum kagum.
Bahkan rasa sesak yang tadi hilang hanya dengan senyuman yang hanya ditujukan untukku.
Lagu selesai. Aku berdiri sedikit menjauh dari piano dan tanganku digenggam Jason. Kemudian kami memberikan hormat -sedikit membungkuk- pada para tamu.
Terdengar tepuk tangan meriah mengisi ballroom malam ini. Aku menoleh ke Jason dengan senyum puas, tapi Jason malah membalasku dengan pelukan. Aku yang terkejut, hanya bisa diam. Jason -yang mungkin baru tersadar- melepaskan pelukannya dan menyembunyikan wajah merahnya. Aku tertawa kecil melihat tingkahnya.
"Wow, romantis sekali permainan kalian. So amazing. Apa kalian sering bermain musik bersama?" tanya MC.
"Iya, tapi biasanya kami bertiga, dengan temanku juga. Dan baru 2 hari yang lalu kami berkolaborasi dengan abangku. Hasilnya bagus juga. Kalau dijual di pasaran, bakalan laku keras kayaknya," ujar Jason sambil tertawa.
Semua orang tertawa, termasuk aku.
"Nah kalau begitu, bagaimana kalau Jase kita panggil juga ke atas panggung untuk bernyanyi bersama mereka? Setuju?" tanya MC.
Aku langsung menggelengkan kepala pada Jason, kemudian dia menoleh pada kakaknya. Kakaknya pun terlihat ragu, tapi tetap berjalan menuju panggung. Aku panik. Aku malu sudah menjadi pusat perhatian di pesta orang. Aku mulai merasa tak enak.
Bang Jase dan Jason menghampiriku.
"Gapapa, kan ada aku," ucap Jason menenangkanku. Bang Jase pun memberikan senyuman hangatnya. Akhirnya aku mengangguk pasrah.
"So, kita mau nyanyi lagu apa? Cuma ada piano sama gitar akustik doang," tanyaku.
"Feel It Coming Back. Tau?" tanya Jason.
Bang Jase dan aku mengangguk bersamaan. Kemudian, aku berjalan menuju piano dan Bang Jase menuju gitar.
"Kok kalian langsung duduk sih? Trus gua maen apa?" protes Jason.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senyum yang Menghilang
RomansaAku takut. Aku sakit. Aku benci dia. Aku benci diriku sendiri. Berat rasanya memikul peran protagonis yang dibalut dengan antagonis didalamnya, memakai topeng bidadari yang dibaliknya terdapat wajah iblis, menjadi pribadi yang bahkan aku sendiri tid...