Liburan sudah berakhir. Selama sebulan itu –sejak kejadian Rini- aku tidak ingin bertemu dengan siapa-siapa. Aku mengurung diri dan mulai menyendiri kembali. Lebih banyak diam di rumah.
Hari ini waktunya aku kembali kuliah dengan title anak tingkat 3. Yang aku dengar dari beberapa senior yang aku kenal, tingkat ini adalah tingkat yang penuh perjuangan. Banyak tugas, banyak kegiatan, dan masih banyak lainnya. Aku menatap lama kampus yang ada didepanku, kemudian menghembuskan nafas perlahan. Semester ini harus lebih bagus. Gada galau-galauan, nangis-nangisan, pokoknya ketawa aja terus sampe bego. Semangat!
Aku melangkahkan kakiku dengan riang. Beberapa teman yang kenal denganku menyapa dan aku hanya melambaikan tangan sambil tersenyum lebar pada mereka. Awal mula yang bagus, pikirku.
Aku menekan tombol lift untuk ke lantai 7. Untuk semester ini aku kebagian lantai 7, lantai kelas paling atas. Aku menunggu sambil bersenandung kecil. Masih pagi, jadi kampus belom terlalu ramai. Aku memandang keluar jendela. Mataku tidak bisa lepas dari pemandangan yang ada di depanku. Jason datang bersama Rini. Mereka bahkan saling bergurau dan menunjukkan wajah ceria. Aku memalingkan wajah. Mulai memilin-milin jemari tanganku dan berdiri dengan gusar.
Ting! Pintu lift terbuka. Aku buru-buru masuk dan memencet tombol nomor 7. Aku menggelengkan kepalaku untuk mengusir pikiran-pikiran buruk yang mulai merasukiku.
"Inget niat awal, Ka. Pikirin kuliah aja dulu, jangan sedih-sedih. Sip!" gumamku untuk menyemangati diri sendiri.
Aku membuka pintu kelas dengan perlahan dan sudah ada Natha dengan senyum tampannya.
"Hai, Kaaaaaaaaaaa. Kangen banget ternyata gue sama lo," sambutnya sambil menjitak kepalaku setelah aku berdiri di samping tempat duduknya.
"Ish lu kangen gue apa kangen jitakin gue sih?" omelku.
Natha nyengir. "Dua-duanya boleh ga, Ka?" tanyanya tanpa dosa.
"Lo cowok tapi ga bisa milih. Pantesan jones lu ga ilang-ilang," sindirku.
"Yee jones tapi banyak penggemar keles. Daripada lo perut doang gedein."
Aku menunduk untuk menatap perutku. "Perut gue ga gede. Rata, Nath!" teriakku.
Natha tertawa. "Lu liburan makin bloon. Percaya aja lagi sama omongan gue," tawa Natha makin keras.
Aku mengangkat sebelah alisku dan menyilangkan tangan didepan dada. "Lo ga mau gue percaya sama lo?"
Natha terdiam. "Eh ga gitu juga, Ka. Duh gimana ya? Bingung gue. Pokoknya tadi itu cuma bercanda doang," terang Natha gelagapan.
Aku tertawa keras dan memajukan wajahku tepat didepan wajahnya. "I know, dude," balasku dengan senyum jahil.
Natha melotot dan menyentil dahiku. Aku mengaduh dengan keras dan kembali menegakkan tubuhku sambil mengelus-elus keningku. "Sakit," rajukku.
"Kalian udah dateng?" tanya Jason didepan pintu. Kagak, masih di glodok, jawabku dalam hati.
"Ya udahlah, Jase. Jelas-jelas gua udah duduk gini. Pea juga," gerutu Natha.
Jason tertawa. Rini yang melihatku sedang memandangi Jason, segera melingkarkan lengannya di lengan Jason. Jason hanya melihatnya sekilas dan tidak menolak rangkulannya. Aku terdiam. Memasang wajah datar untuk menahan tubuhku agar tidak segera berlari keluar kelas.
"Ga usah gitu juga kali, Rin. Lagi di ruang kelas ga usah sok mesra," ujar Natha ketus. Aku berjalan dalam diam menuju tempat dudukku yang berada di sebelah Natha.
![](https://img.wattpad.com/cover/50716133-288-k930705.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Senyum yang Menghilang
RomansaAku takut. Aku sakit. Aku benci dia. Aku benci diriku sendiri. Berat rasanya memikul peran protagonis yang dibalut dengan antagonis didalamnya, memakai topeng bidadari yang dibaliknya terdapat wajah iblis, menjadi pribadi yang bahkan aku sendiri tid...