CHAPTER 1

73.7K 1.3K 12
                                    

CHAPTER 1
Matahari terbit dari Timur. Selena belum juga bangun dari tidurnya. Ia sedang mimpi liburan di Bali. Ini memang keinginannya dari kecil. Ia memakai mini dress putih dengan tali kecil yang memperlihatkan bahunya yang putih bersinar di tempa sinar mentari. Wajah gadis itu tak henti-hentinya mengukir senyum. Rambut sebahunya yang berwarna coklat Ia gerai bergitu saja, Ia tidak mewarnai rambutnya. Alami. Wajahnya sanggup membuat beberapa lelaki yang lewat rela berdiam sebentar dan tersenyum dengan harapan dapat menarik perhatian dirinya. Tidak cantik. Hanya enak di pandang saja. Saat sedang menyusuri pantai, tiba-tiba ombak besar datang.
"TSUNAMI!" teriaknya. Reflek, Ia bangun dari tidurnya. Melihat sekeliling, kemudian menghembuskan nafas lega. Syukurlah Ia masih berada di kamarnya yang nyaman. Ia masih cukup muda untuk mati sia-sia. Ia mencari jam wekernya, kemudian menemukan tepat di meja samping tempat tidurnya. Jam 5 pagi. Ia segera beranjak dari tempat tidurnya. Berjalan keluar kamar menuju kamar mandi. "Pagi Bu!" sapanya pada sang Ibunda yang sedang menyiapkan sarapan. Ia melihat kakak perempuannya keluar dari kamar mandi. Menyapanya sebentar kemudian bergegas masuk ke dalam.
Selena bergabung dengan Ibu dan kakaknya, Adinda di ruang makan. Sarapan. Itung-itung untung menghemat uang jajan. Maklum, mereka bukan dari keluarga kaya. Kakaknya hanyalah seorang mahasiswi yang bekerja paruh waktu sebagai kasir di mini market dekat kampusnya. Bisa kuliah pun karena kepintarannya sehingga mendapat beasiswa penuh. Sama dengan dirinya yang kini duduk di bangku kelas 3 SMA. Semoga saja dia bisa lanjut kuliah dengan beasiswa juga. Ia ingin merubah nasib. Setelah lulus sekolah lanjut kuliah kemudian kerja kantoran dengan gaji yang lumayan. Ia ingin membahagiakan Ibu dan kakaknya. Sudah janji dulu dengan ayah sebelum menghembuskan nafas terakhir akibat terkena kanker darah. Ia ingin membelikan rumah yang layak untuk mereka. Rumah mereka sekarang hanya rumah kecil dengan 2 kamar dan 1 kamar mandi, peninggalan ayahnya. Ibunya hanya bekerja sebagai pembantu rumah tangga di rumah teman lamanya. Seorang desainer terkenal. Setahu Selena, mereka cukup dekat. Mungkin sahabat. Entahlah. Selena juga cukup dekat dengan keluarga mereka. Cukup baik, menurutnya. Keluarga kaya dengan 2 orang anak laki-laki. Tuan dan Nyonya rumah cukup ramah dengannya. Tidak memperlakukan Ia sebagai anak pembantu, tetapi seperti saudara. Anak pertama juga cukup baik padanya. Namanya Alvin. Selisih 5 tahun dengan adiknya. Anak kedua, namanya Aldo. Selena tak mau membahasnya. Mereka satu sekolah, sama-sama pintar pula. Maka dari itu mereka sering bersaing untuk mendapat juara umum. Tapi Selena lebih beruntung. Ia yang mendapat peringkat pertama, Aldo hanya mendapat tempat kedua. Mungkin karena itu Aldo tidak suka dengan dirinya. Masa bodoh. Selena tidak mau ambil pusing dengannya.
Ia melihat jam di tangan kanannya. Jam 6.15. 15 menit lagi bel sekolahnya akan berbunyi. Ia buru-buru menghabiskan makanannya. Hanya roti bakar dan air putih. Ibunya menasehati untuk pelan-pelan. Awas tersedak katanya. Kakaknya sudah berangkat 10 menit yang lalu. Maklum, kampusnya jauh. Di Bogor. Selena suka heran kenapa Ia tidak cari kos dekat sana saja. Kan susah harus bolak balik Jakarta – Bogor. Cari kos-kosan yang murah saja. Ia bisa sewa pakai uang hasil keringatnya kan? Kasihan juga melihatnya pulang jam 11 malam setiap hari.
Ia segera bergegas menuju sekolah setelah cium tangan dan pipi ibunya. Kebiasaannya sebelum berangkat yang tidak akan pernah dia rubah. Ia teramat sayang dengan ibunya. Dengan kakaknya juga. Tapi tidak seperti sayang kepada ibunya. Bagaimanapun ibunya yang telah merawat dirinya sampai seperti ini. Sejak ayahnya meninggalkannya 5 tahun yang lalu. Ibunya yang bekerja banting tulang. Menjadi pelayan restoran, loper koran, cleaning service di mall, tukang cuci, pembantu rumah tangga semuanya sudah pernah ibunya lakukan. Hanya untuk menghidupi dirinya dan kakaknya. Agar bisa melihat 2 buah hatinya bisa makan. Selena tahu prinsip ibunya, Ia rela tidak makan daripada melihat Selena dan kakaknya tidak makan. Luar biasa. Selena menganggap ibunya adalah Role Model-nya. Ia sangat sayang pada ibunya itu.

This Is Our StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang