“Mama!” gadis kecil itu menghampiri Selena dan menghujaninya dengan pelukan erat. Selena sedikit membungkuk mensejajarkan diri dengan Kasia. Mengelus punggung putri kecilnya itu. Baru 2 hari tidak bertemu. Sudah seperti ini rindunya. Bagaimana kalau berpisah selamanya? Selena tidak yakin dia bisa mencegah dirinya untuk tidak bunuh diri.
“Aku gak di peluk nih? Lupa sama sahabat sendiri ceritanya.” Jessica menghampiri. Kemudian terenyum ke arah Alvin yang ada di sebelah Selena. Ibu dan anak itu melepas pelukannya. Selena beralih ke Jessica, memeluknya erat kemudian berbisik sesuatu “kamu harus jelasin ke aku kenapa Kasia bisa tahu alasan kepergian aku ke Jakarta.” Selena menepuk-nepuk pundak Jessica. tersenyum semanis mungkin. Yah.. mungkin memang manis. Bagi Jessica itu senyum neraka. Habislah dia. Pasti Selena akan menginterogasinya macam-macam. Salah dia juga sih. Hah! Kenapa sih mulutnya ini ember sekali?
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kedua wanita itu duduk di sofa santai apartemen Selena. Alvin yang tadi mengantar mereka sudah kembali ke rumah Jessica. Ingin membereskan barang-barang katanya. Kasia juga sudah tidur. Wajar saja. Sekarang sudah hampir tengah malam.
“Jess..” Selena memandang sahabatnya itu. Sudah dari tadi mulutnya ingin bertanya. Tertahan oleh ajakan makan siang Alvin dan Kasia yang sedari tadi selalu menempel dengannya. Sekarang, akhirnya tidak ada mereka. Selena ingin penjelasan dari Jessica.
“Maaf Len. Aku gak niat mau ngasih tau Kasia. Aku udah bilang ke dia kalau kamu ke Jakarta ada urusan kantor. Tapi dia gak percaya. Maaf.” Selena menghela nafas. Sungguh Ia tidak marah pada Jessica. Hanya ingin penjelasan saja.
“Gak apa-apa Jess. Aku gak marah kok sama kamu. Yaudahlah.. gak papa. Toh ibuku ternyata nerima Kasia” Mata Jessica membulat. Benarkah?
“Len..? jadi..” Selena mengangguk.
“Iya. Mereka nerima Kasia. Aku ceritain semuanya sama persis kayak aku ceritain sama Alvin.” Jessica mengangguk mengerti.
“Terus.. Aldo gimana?? Dia..” Selena tersenyum pada sahabatnya. Jessica hanya memperhatikan dan mencatat dalam hati. Senyum itu dipaksakan.
------------------------------------------------------------------------------------------
“Len.. kamu bener-bener harus pindah ke Jakarta?” Jessica memelas. Saat ini mereka sedang di jalan menuju stasiun. Mengantar kepergian Selena dan Kasia. Alvin tidak ikut. Ada operasi katanya. Yah.. akhirnya dengan susah payah menyusun kata-kata untuk menjelaskan pada Kasia. Akhirnya gadisnya itu mengerti. Tidak terlalu banyak pertanyaan. Malah putri kecilnya itu antusias di ajak untuk pindah ke Jakarta. Hanya saja Selena masih dipusingkan dengan satu hal, ‘bayi besar’ di sampingnya ini sedari tadi terus merengek. Memohon padanya untuk tetap tinggal.
“Iya Jess. Aku harus balik ke Jakarta. Kasian ibu dan kakakku.”
“Kamu gak kasian sama aku? terus kerjaan kamu disini gimana?” Selena menghela nafas. Ada-ada aja sahabatnya ini. Kalau terus merengek seperti ini. Tidak enak hati juga dia jadinya.
“Jess.. aku janji deh bakal sering ngunjungin kamu. Lagian kan ada Mas Alvin. Kamu gak bakal sendirian. Masalah kerjaan, aku udah minta izin sama papa kamu untuk dipindah tugaskan di Jakarta. Dan.. beliau mengizinkan.” Jessica cemberut. Ah.. Selena ini. Tidak pengertian sekali. Yah.. memang sih ada Alvin. Tapi.. tetap saja tidak sama jika tidak ada Selena. Jessica sudah terlanjur menganggap Selena keluarganya. Kasia hanya memperhatikan ibu dan tante Jess-nya itu. Hanya diam. Memperhatikan. Ia tidak berminat ikut campur.
KAMU SEDANG MEMBACA
This Is Our Story
Teen FictionSelena adalah seorang gadis remaja biasa. Cantik, pintar, dan sedikit lugu. Dirinya bukan gadis yang berasal dari keluarga kaya. Suatu ketika dia mendapati kenyataan bahwa dirinya mengandung anak dari musuhnya sendiri. bagaimanakah Selena harus meng...