CHAPTER 20

17.8K 616 6
                                    

Note; Yap! hari ini aku update 2 chapter. karena aku takut nggak bisa update minggu depan. Enjoy guys!!

Selena terduduk diam di pantry  bersama ibu dan kakaknya. Ada Ibu Ratna juga yang ikut menemani. Masih menunggu Aldo yang sedang membujuk putrinya. Matanya sudah sembab.

        “Ma....” Selena tersentak. Kasia mengahampirinya. Memeluknya erat. Selena balas mendekap. “Maafin Kasia.” Gadis itu bergumam. Selena menggeleng. “Nggak sayang, kamu gak salah. Maafin mama ya.. mama janji ini Cuma buat sementara.” Selena mencium puncak kepala Kasia. kemudian menatap Aldo yang tersenyum tipis di depannya.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

TOK TOK

     “Masuk..” Wajah Selena muncul dari balik pintu. Aldo langsung menyingkirkan berkas-berkas yang sedari tadi sedang di bacanya. Menaruhnya di meja asal.

“Aku ganggu ya?” Aldo menggeleng. “Nggak kok.. ada apa Len? Kamu nggak tidur?” Selena menghela nafas. Tersenyum kecil. Kemudian duduk di sofa kecil yang ada di ruang kerja Aldo. Aldo menyusul kemudian. Mendudukan diri tepat di hadapan wanita itu.

“Aku nggak bisa tidur.”

“Kenapa?” Selena menggeleng. Mereka terdiam sebentar. Aldo berdehem. “Mau aku buatin coklat panas? Atau kopi?”

“Nggak usah. Aku nggak papa kok.” Aldo mengangguk mengerti. Mereka terdiam lagi. Tidak ada yang mengeluarkan sepatah kata. Aldo jadi canggung jadinya. Sedari tadi Ia terus merubah posisi duduknya. Tidak nyaman juga hanya diam-diaman begini. Aldo ingin menanyakan sesuatu. Tidak jadi begitu melihat wanita dihadapannya sudah tertidur pulas. Posisinya tidak nyaman sekali. Tidur dalam posisi duduk. Kepalanya menyandar pada sandaran sofa. Aldo tersenyum kecil. Pasti ada yang mengganggu di pikiran wanita itu. Aldo mengambil langkah. Mendudukan diri disamping Selena. Memperhatikan wajah wanita itu. Tidak cantik. Tapi tidak membuat orang bosan memandangnya. Hati Aldo berdegup kencang. Ia memegang dadanya. Baru kali ini Ia merasakan perasaan seperti itu. seumur hidupnya hatinya tidak pernah berdetak lebih cepat selain saat Ia bertemu Dela. 28 tahun hidupnya, Ia tidak pernah berdekat-dekatan dengan banyak wanita. Bukan berarti dia tidak laku. Tidak kurang dari 10 gadis yang mengungkapkan perasaan pada dirinya dulu saat SMA. Tapi ya memang saat itu hatinya untuk Dela seorang.

Aldo memperhatikan lebih dalam lagi. Mata wanita mirip dengan Kasia. Tentu saja karena wanita ini yang melahirkan gadis itu. tapi tidak dengan bibirnya. Bibirnya tidak mirip dengan Kasia. Mungkin bibir putrinya itu mirip dengannya. Mungkin. Aldo menghela nafas. Bagaimana bila seandainya Ia menikahi Selena? Apa wanita itu mau? Ah, mungkin tidak. Selena tidak punya perasaan apa-apa dengannya. Adanya Kasia juga bukan karena mereka saling mencintai. Bukan berarti Ia menyesali lahirnya gadis kecil itu. Ia mensyukurinya sekarang. Sungguh. Hanya saja cukup mustahil untuk dirinya dan Selena bersatu dalam tali pernikahan. Mungkin Kasia juga tidak mau punya ayah seperti dirinya.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

            Sinar matahari menembus kornea mata wanita itu. Selena berkedip beberapa kali. Melihat sekeliling. Ini bukan kamarnya. Berkedip sekali lagi. Sebelum menguap meregangkan tangannya. Ada yang mengganjal di bahunya. Ia menengok ke arah kanan. Ada Aldo yang tertidur pulas dengan mulut terbuka. Ia hampir saja tergelak hebat. Untung saja Ia tahan tawanya. Omong-omong, kenapa dia bisa ada di ruang kerja Aldo? Ah, baru ingat tadi malam Ia ingin berterima kasih pada lelaki itu, sampai akhirnya jatuh terlelap begitu saja. Ia melihat jam sebelah kanan atas. Pukul 7.30. Pulas juga Ia tertidur dengan posisi yang tidak nyaman seperti itu. Ia kembali menengok ke arah Aldo. Masih setia tertidur dengan mulut terbuka. Ingin membangunkan. Tidak jadi. Terlalu kasihan. Akhirnya Ia putuskan saja untuk bangun pelan-pelan. Mengganjal kepala laki-laki itu dengan bantal kecil seadanya. Selena terdiam sebentar memandang wajah lelaki itu. Terpesona? Mungkin. Wajah pria itu tampan. Dengan struktur wajah tegas yang jelas terlihat. Mungkin Kasia akan bangga jika Ia tahu bahwa Aldo adalah ayahnya. Mungkin. Ia juga tidak bisa memastikan. Ia menyukai Aldo? Mungkin. Lelaki itu banyak berubah sekarang. Mereka teman sekarang. Tidak adu mulut lagi saat di SMA dulu. Pernah satu kali terbesit dipikirannya untuk menikahi lelaki ini. Tapi Ia rasa tidak bisa. Aldo tidak punya perasaan dengannya. Lalu bagaimana dengan dirinya? Ia juga tidak tahu bagaimana perasaannya dengan pria itu.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

            “Sayang... jangan nangis dong. Kan ini hari pertama masuk sekolah.” Lagi-lagi Selena dibuat kualahan oleh putri kecilnnya itu. Hari ini hari pertama Kasia masuk sekolah di Jakarta. Ibunya dan Ibu Ratna bahkan dengan antusias mengantarkan dirinya dan Kasia sampai depan rumah. Lalu kenapa gadis itu menangis? Tentu saja karena hari ini Selena harus kembali ke Jogja. Maka dari itu Kasia terus menangis sesegukan. Tidak mau di tinggal sang Ibunda. “Janji hari Jumat pulang kesini?” Selena menghela nafas. “Janji, sayang. yuk berangkat..” Selena menghapus air mata di pipi gembul gadisnya itu. Menggandeng tangannya menuju Aldo yang sudah siap mengantar dengan mobilnya.

            “Len, kamu ngambil kereta yang jam berapa?” Aldo bertanya sambil memasukkan barang-barang Selena ke bagasi belakang. Kasia sudah duduk manis di dalam mobil menunggu “orang tuanya” Rencananya sehabis mengantar Kasia, Selena langsung akan pergi ke Jogja. Diantarkan Aldo tentu saja. “Jam 7.15 Do. Keburu gak ya?”

            “Yaudah. Kamu ke stasiun, aku yang nganter Kasia.”

            “Nggak ah, aku mau nganterin dia.”

            “Tapi nanti kamu ketinggalan kereta.”

            “Aku bisa ngambil kereta selanjutnya.” Aldo menghela nafas. Yasudahlah terserah dia saja. Wanita ini memang keras kepala. “Emang kenapa sih, kamu ngebet banget pengen aku stasiun duluan?” wanita itu cemberut. Aldo tersenyum lebar. Bukannya apa-apa. Hanya saja sekarang Aldo merasa seperti memiliki istri dan anak yang sesungguhnya. Mengantar anaknya kesekolah. Bersama sang istri. Andai saja itu bisa terwujud. Mungkin Ia orang paling bahagia sekarang.

            “Hei!” Selena menepuk bahu pria itu. Aldo tersentak dari lamunannya. “Ayo berangkat! Nanti Kasia terlambat.” Aldo tersenyum.

This Is Our StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang