CHAPTER 11

19.2K 755 7
                                    

Selena baru tiba di rumahnya jam 6 pagi. Kasia langsung menghadangnya dengan tatapan masam. “Kamu udah sarapan? Udah mau berangkat? Yuk, Mama anter.”

            “Aku belum sarapan.” Jawabnya datar. “Mama sendiri? Ngapain aja sih di kantor?” Selena menghela nafas. Kemudian memeluk putrinya itu “Sayang, mama kerja. Buat kamu.”

            “Tapi kan gak harus sampe lembur segala. Aku kasian sama mama.” Selena tersenyum kecil. Perhatian sekali anaknya ini. Ia mengelus pelan rambut Kasia. Mendekapnya hangat. Memberikan kenyamanan untuk putrinya.

            “Len, kamu udah pulang?” Selena melepaskan pelukannya. Tersenyum ke arah Jessica. “Udah. Makasih ya udah nemenin Kasia. Maaf ngerepotin.” Jessica tersenyum. “Nggak kok Len. Gak ngerepotin. Kamu udah sarapan? tadi aku delivery. Maklum, gak bisa masak” Selena tertawa kecil. Ia berjalan ke arah ruang makann diikuti Jessica yang menggandeng Kasia. Mereka sarapan dalam diam. Tapi sepertinya Kasia sudah tidak marah. Buktinya sesekali Ia berbicara dengan ibunya itu. Jessica hanya memperhatikan. Hidup Selena sepertinya sempurna. Punya anak yang baik, pintar, cantik, sopan pula. Pekerjaan yang cukup mapan. Hanya kurang satu saja. Suami. Jessica membayangkan bagaimana bila Ia memang berjodoh dengan Alvin. Mereka berjalan menuju altar pernikahan. Mengucapkan Janji untuk menjadi pasangan seumur hidup. Kemudian punya anak. Hah, bahagia sekali dia jika itu benar terjadi.

            “Jess!” Selena membangunkan Jessica dari khayalannya. Jessica hanya nyengir bersalah. “Kamu kenapa  ngelamun?” Jessica menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Kemudian menggeleng.

            “Tante Jessica mikirin pacarnya yang tadi malem ke sini kali Ma.” Kasia tiba-tiba ikut berbicara. Selena memasang wajah terkejut. “Tunangan kamu ada disini tadi malem? Bukannnya dia di Jakarta?”

            “Aduh Len, dia bukan tunanganku. Di tembak aja belum. Dia kan kerjaannya jadi dokter. Trus di pindahin tugas ke Jogja.” Selena mengangguk mengerti “Kemarin pas kamu nelfon aku lagi makan malem sama dia. Makanya aku agak bisik-bisik.” Selena mengangguk dengan wajah bersalah. “Sorry ya, jadi ganggu waktu itu. oya, namanya siapa?” Jessica tersenyum manis “Alvin.”

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

            Jessica benar-benar tidak tahu apa yang dilakukannya sekarang. Kesannya seperti Ia mengejar-ngejar pria itu. Mulai dari membangunkan di pagi hari, sampai Ia rela belajar masak dengan Selena hanya demi membuat pria itu nyaman tinggal dengannya. Dan hari ini, adalah hari ke 3 dimana Ia datang ke rumah sakit membawakan bekal makan siang untuk Alvin.

            “Permisi. Alvin, aku ganggu? Boleh masuk?” Jessica melongokkan kepalanya setengah. Alvin sedang duduk di kursinya entah membaca apa. mungkin data pasiennya. Alvin mengalihkan pandangannya ke arah Jessica, kemudian tersenyum. Wanita itu kemudian menaruh seperangkat tupperware di atas meja Alvin.

            “Kamu gak perlu tiap hari ke sini buat bawain aku makan siang. Aku jadi nggak enak ngerepotin.” Jessica menggeleng “Nggak kok. Sama sekali nggak ngerepotin.” Alvin tersenyum kecil kemudian membuka satu pesatu kotak makanan itu. “Alvin, aku pergi dulu ya. Selamat makan.”

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

            “Lena! Ngapain kamu disini?” Jessica tersentak kaget. Sahabatnya sedang duduk di kursi tunggu pasien. Matanya sembab. Jessica makin bingung saat sahabatnya itu langsung memeluknya tepat saat mereka berhadapan. Jessica mengelus punggung Selena.

            “Len? Kamu ngapain disini? siapa yang sakit?” Selena mengangkat wajahnya.

            “Kasia kecelakaan.” Mata Jessica membesar.

            “Kok bisa?!”

            “Tadi aku  dapet telfon dari gurunya. Kasia di tabrak mobil waktu dia mau nyebrang. Tepat depan sekolahnya. salah aku memang. Aku tadi bilang gak bisa jemput dia.” Selena kembali menangkupkan wajahnya dengan tangan. Menahan tangis.

            “Lukanya parah?” Jessica kembali bertanya. Selena menggeleng. “Aku nggak tahu. Pas aku nyampe, Kasia udah ada di IGD. Gurunya juga langsung pamit pergi.”

            “Ssst.. tenang. Aku yakin Kasia pasti gak apa-apa.”

            SREK

            Pintu IGD terbuka. Pria berbaju putih itu menghampiri Selena. Wajahnya cerah. Selena sedikit lega. “Anak ibu sudah melewati masa kritis. Cuma ada benturan di kepala sama sikunya sama beberapa luka ringan. Tapi tenang saja, tidak cukup parah. Dan juga mungkin dia baru sadar sekitar 2 jam lagi. pengaruh obat bius.” Selena dan Jessica menghembuskan nafas lega. Dokter itu pun berlalu. Selena masuk ke dalam ruangan. Melihat keadaan putrinya. Sedikit lega mendengar penjelasan dokter tadi. Tapi tetap saja khawatir. Putrinya sekarang sedang terbaring lemah. Wajah kecilnya yang damai terlihat tenang. Meskipun perban mengelilingi bagian atas kepalanya. Jessica mengelus punggung Selena. Memberikan afeksi ketenangan. Dua orang suster datang menghampiri mereka. Membawa Kasia ke kamar rawat VIP. Selena dan Jessica mengikuti dari belakang.

            “Jessica!” kedua wanita itu menengokkan kepala pada pria yang memanggil Jessica. Selang beberapa saat mata Alvin membelalak terkejut. Langkahnya terhenti. Selena lebih kaget lagi. Suster tadi sudah mendahului mengantar Kasia ke kamar rawatnya. Di sana. Ada Alvin. Seseorang yang sangat Ia kenal. Seseorang yang sangat baik padanya. Yang sudah Ia anggap kakak. Dan fakta bahwa dia adalah kakak dari Aldo bukanlah sesuatu yang baik. bayangan tentang kejadian malam itu di mobil Aldo, kembali hadir di pikirannya. Malam itu yang merubah kisah hidupnya. Jantungnya semakin berdebar kencang saat Alvin melangkah maju sampai tepat berdiri di hadapan mereka. Kenapa? Kenapa dia harus bertemu orang ini?

            “Alv–“

      “Lena? Kamu Lena kan?” Alvin memotong perkataan Jessica. Membuat ‘calon tunangannya’ itu bingung. Dari mana Alvin kenal Selena? Seingatnya Ia belum mempertemukan mereka berdua.

            “Mas Alvin?” Alvin menampakkan senyum sumringah. Ini benar Selena!

            “Ya ampun Lena! Ini bener kamu kan? Astaga aku sama papah dan Adinda udah frustasi nyari kamu tahu gak?!”  Jessica hanya menatap kedua orang ini bergantian. Ada apa sebenarnya? Selena masih diam membatu.

This Is Our StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang