CHAPTER 17

18.4K 676 8
                                    

"Gimana? Suka gak sama yang ini?" Selena melihat sekeliling. Memandang Aldo sebentar. Menggeleng. Aldo menghela nafas lelah. Lelah juga menemani wanita ini. Mereka sudah berkeliling Jakarta sedari tadi. Mecari apartemen yang kira-kira pas dengan selera. Tapi sungguh. Ini sudah apartemen ke tujuh yang mereka sambangi dan Selena masih berkata tidak? Sebenarnya apa yang Ia inginkan?

Aldo memperhatikan Selena tersenyum pada pegawai yang mengantar mereka tadi. Menolak dengan halus kemudian berjalan keluar. Aldo hanya mengikuti. Ia pasrah saja dengan Selena. Semua yang Ia rekomendasikan tidak cocok dengan selera wanita itu. Tempatnya tidak strategislah, bising lah, terlalu inilah, itulah. Perfectionist sekali. Aldo capai dibuatnya.

"Makan dulu yuk Len.." Aldo memohon. Mereka sudah dalam mobil Aldo saat ini. Selena tengah sibuk memasang seat-belt sebelum mengalihkan pandangan ke Aldo. Mengangguk tanda persetujuan. Wajah Aldo berseri. Bergegas menyalakan mobil setelahnya. Dalam perjalanan mereka hanya diam. Selena sibuk dengan smartphone-nya. Aldo tidak mengerti. Berdehem mencairkan suasana.

"Apartemen yang tadi emangnya kenapa Len? Tempatnya strategis kan? Deket sekolah juga. Rumah sakit sama pasar juga deket. Kok kamu gak mau? Luas juga tempatnya. Ada 4 kamar."

"Iya. Aku suka tempatnya. Tapi harganya kemahalan. Uang sewa-nya masa 25 juta perbulan. Kalau misalnya beli, emang jatohnya lebih murah sih dari nyewa. Tapi harganya 2,5 M. Aku gak kuat."

"Yaudah.. tar aku cariin yang lebih murah. Habis makan siang. Kamu masih mau nyari lagi?" Selena menggeleng.

"Kita cari sekolah buat Kasia dulu. Aku gak mau dia kelamaan gak sekolah trus jadi bodoh."

"Tenang aja. Sebodoh-bodohnya dia, aku yakin pemenang olimpiade matematika sedunia masih kalah sama kepintaran dia." Selena mendelik. Percaya diri sekali. Bukannya tidak membanggakan putrinya. Yang namanya otak manusia, kalau lama tidak di pakai pastinya akan berkarat. Sepintar apapun Kasia, kalau tidak sekolah sama saja bohong.

"Ada-ada aja kamu tuh. Yakin banget Kasia sepinter itu?" Aldo tersenyum bangga.

"Iya dong. Karena dia punya GEN aku. Aku kan pinter." Selena tergelak. Ada-ada saja Aldo. Mereka tertawa. Berlanjut membicarakan hal lain. Nyaman sekali sepertinya. Ingin waktu berhenti sekarang juga rasanya.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

"Jess, udah makan siang??"

"Belum. Kenapa?"

"Makan bareng aku yuk.. aku tunggu 15 menit lagi di restoran depan rumah sakit. Kamu tahu kan? Aku yang traktir. Bye. Sampe ketemu."

TUTT

Jessica memandang Handphone di tangannya. Menggerutu. Alvin ini. Seenaknya saja menyuruh. Ia belum bilang setuju kan untuk makan disana. Satu hal pengetahuannya bertambah tentang pria itu. Suka memaksa. Jessica berpikir kembali. Mereka sudah hampir 1 bulan tinggal bersama. Rasanya sudah seperti suami istri. Meskipun tidak tidur sekamar, tapi setidaknya Jessica hapal beberapa kebiasaan Alvin. Alvin hanya suka memakai boxer saat tidur, lebih nyaman dari celana piyama katanya. Saat pagi hari, Alvin lebih memilih minum kopi daripada teh. Ia biasanya tidur lebih dari jam 12 malam, dan saat bekerja malam Ia lebih memilih minum teh. Jessica tersenyum kecil. Banyak juga pengetahuannya tentang Alvin. Tak lama Ia tersentak. Astaga Ia lupa punya janji dengan pria itu. Harus bergegas.

"Kamu terlambat 20 menit." Alvin memasang wajah datar saat Jessica baru saja duduk dihadapannya. Jessica cemberut.

"Maaf. Tadi macet."

"Yaudahlah.. dimaafin kali ini. Mau makan apa?"

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

"Mau makan apa Len?" Selena mengedarkan pandangan. Familiar dengan tempat ini. Restoran Itali tempat Ia bekerja dulu. Iya. Yakin sekali. Hanya ada beberapa perubahan.

"Do, ini-"

"Tempat kerja kamu?" Aldo tersenyum. "Pesen aja. Kamu mau apa?"

Pria itu menjentikkan jari. Ada waiter tergesa mengahampiri mereka. masih muda. Umurnya 17 tahun mungkin. Selena jadi ingat saat Ia masih bekerja disini. Saat itu dia juga berpakaian seperti ini. Melayani tamu dengan hormat seperti itu juga.

"Len!"

"Hah?" Aldo menghela nafas.

"Ngelamun? Mau pesan apa? Kasian mba waiternya."

"Oh.. Prosciutto aja." Waiter itu mencatat pesanan. Kemudian berlalu. Selena memperhatikan.

"Inget masa lalu?" Aldo menginterupsi.

"Iya. Aku kangen kerja kayak gitu lagi." Aldo tertawa kecil.

"Ada-ada aja kamu itu."

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

"Au!" Jessica mengelus kepalanya yang baru saja jadi korban oleh Alvin. "Kamu kenapa sih?! Pake getok kepala orang pake sendok? Sakit tahu!"

"Abisnya kamu tuh ada-ada aja. Mau pindah segala ke Jakarta. Kamu mau tinggal dimana?" Jessica merengut kesal.

"Memangnya kenapa? Aku bisa tinggal di rumah Lena. Aku gak mau di tinggal sendirian."

"Ada aku kan."

"Beda!" Alvin menghela nafas.

"Memangnya kenapa sih? Kayaknya kamu kangen banget sama Lena. Kamu gak jatuh cinta kan sama dia? Masih normal kan? Au! Kok gantian getok pala aku sih?!" Jessica tersenyum menang.

"Kamu tuh jangan sembarangan kalau ngomong. Aku tuh gak biasa kalau gak ada Lena. 11 tahun terakhir ini, dia udah kayak kakak buat aku. meskipun kenyataaanya aku lebih tua dari dia. Dan satu lagi. aku normal."

"Hahahahahah" Alvin tertawa puas. Sampai menarik perhatian beberapa pengunjung restoran itu. Jessica pusing dibuatnya. Mencubit pinggang lelaki itu. Sinyal untuk diam.

"Aduh! Kenapa sih nyubit-nyubit? Sakit!"

"Jangan ketawa kenceng-kenceng. Aku gak mau jadi tontonan di sini." Alvin masih tertawa. Sampai keluar air mata segala. "Alvin!"

"Iya maaf. Haha."

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

"Mama!" Selena tersenyum melihat putrinya berlari ke arahnya. Memeluknya dengan erat saat sudah benar-benar berada tepat di hadapannya. Hah.. baru beberapa jam tidak bertemu tapi Ia sudah rindu dengan putrinya ini.

"Om gak dipeluk nih?" Ibu dan anak itu melepaskan pelukan mereka. Kasia mendelik ke arah Aldo. "Om mau banget atau mau aja di peluk?" Aldo tertawa. Selena juga. Kasia tersenyum lebar. Berjalan ke arah Aldo. Memeluk pinggang pria itu. Aldo tersentak. Ini pertama kalinya Kasia menyentuhnya. Memeluknya. Mengarahkan pandangan ke arah Selena. Selena tersenyum. Aldo membalas pelukan Kasia. Hangat dan nyaman.

"Udah ah peluk-pelukannya. Masuk yuk, udah malem." Selena menginterupsi kegiatan anak dan ayah tersebut. Kasia melepaskan pelukannya. Berjalan mendahului dua orangtuanya ke dalam. Selena mensejajarkan diri dengan Aldo. Berbisik.

"Seneng bisa meluk Kasia?"

"Aku gak pernah merasa seseneng ini sebelumnya."

Mereka berpapasan dengan Ibu Ratih. Mengajak mereka untuk segera makan malam. Aldo langsung bergegas saat melihat putri kecilnya sudah duduk manis. Selena lebih memilih untuk mandi dan berganti baju terlebih dahulu.

This Is Our StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang