CHAPTER 26

15.6K 581 13
                                    

Gadis itu menangis dalam kamarnya. Memeluk erat Teddy Bear kesayangannya. Menangis dalam sepi. Mengunci pintunya dari luar. Berusaha tidak mendengarkan suara ketukan pintu yang cukup keras. Ibunya memanggil namanya disana. Kadang juga terdengar suara ‘Om Aldo’nya yang ikut membujuk. Memintanya untuk keluar kamar. Tapi Ia tidak bisa sekarang. Cukup tidak mempercayai apa yang saja baru didengar indra pendengarannya. Ia terbangun karena haus tadi. Kemudian tidak disangka Ia mendengar suara ibunya dan ‘Om Aldo’ di dekat kolam renang. Semua baik baik saja, sampai Ia melihat pria itu menggenggam erat tangan ibundanya. Ingin menghampiri saat mendengar sesuatu yang tidak Ia percaya. Aldo adalah ayah kandungnya. Ayah kandungnya! Dan Ia baru tahu kenyataannya sekarang! Haha... hebat sekali dua orang dewasa itu. Menutupi hal ini sekian lama. Mereka pikir dirinya tidak berhak tau? Kenapa Ia harus tau dengan cara seperti ini? Sekian lama Ia mendambakan seorang ayah. Dibohongi Ibunya sendiri kalau sang ayah sudah tiada. Tapi kenyataannya? Ya Tuhan...

            “Kasia buka pintunya! Mama mau ngomong, mama bisa jelasin sayang! Kasia! Buka Pintunya!” Gadis kecil menghapus air mata di pipirnya. Menutupi dirinya dengan selimut. Seolah tidak mau mendengar apa yang wanita itu katakan. Ingin menyangkal bahwa semua ini hanya mimpi. Iya. Hanya mimipi buruk. Saat Ia akan membuka mata nanti hal ini tidak pernah terjadi. Ia hanya harus menutup matanya kembali. Kasia menahan tangisnya. Mengeluarkan suara miris yang sanggup merobek hati ibu manapun. Bagaimana bisa ibu yang selama ini menjadi panutannya membohonginya? Tega membohonginya tentang identitas aslinya? Bagaimana bisa?? Ia kembali membayangkan saat-saat pertamanya bertemu dengan Aldo. Bagaimana pria itu menatapnya dengan lembut. Merasakan kembali saat pria itu mendekapnya hangat. Sosok yang ingin Ia miliki sekarang ini. Ternyata dia benar-benar ayahnya.

            “Kasia buka pintunya! Kasia!” Suara itu. Suara ayahnya. Suara pria yang sering Ia dengar saat ini adalah ayahnya. Gadis itu semakin kencang menangis.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------

            “Aldo! Lena! Apa-apaan sih? Pagi-pagi buta begini ribut?” Jessica menghampiri dua orang itu. Merubah rawutnya menjadi khawatir saat mendapati jejak air mata di pipi sahabatnya. Kemudian melihat Aldo yang panik bukan main. Jessica membawa Selena dalam dekapannya. Ada apa?

            “Kasia udah tau yang sebenarnya Jess..” Wanita itu melebarkan matanya. Astaga! Ia memang menyuruh Aldo untuk memberitahu gadis itu. Tapi bukan berarti pagi-pagi buta begini. “Kalian bilang apa sama Kasia?” Wanita itu mengelus bahu sahabatnya. Memberikan afeksi perhatian. Ini pasti berat bagi keduanya. Tapi bagaimana gadis itu bisa tau? Apakah Aldo benar-benar memberitahunya secara langsung?

            “Aku dan Lena bertengkar tadi. Dan nggak sengaja Kasia mendengar perkataan aku. Kalau aku ayahnya.” Aldo menghela nafas. Selena masih menangis sesegukan dalam pelukan Jessica. Jessica kembali mengelus bahu sahabatnya itu. berusaha menenangkan. Tiba-tiba Ia teringat sesuatu. Astaga! Ada Alvin di  dalam rumah ini. Bagaimana kalau dia mendengar nanti? Ya Tuhan... Kenapa jadi begini? “Len... kamu berhenti nangis dong. Kalian nggak usah teriak-teriak lagi. Nanti kalau Alvin bangun gimana? Kalian bisa jadi berhutang penjelasan sama dia juga.” Selena melepas pelukan Jessica mengusap cepat air matanya. benar juga. Bahaya kalau sampai Alvin juga tahu nanti. Ia belum siap mengungkapkan pada mareka. “Biarin aja Mas Alvin tau.” Kedua wanita itu  memandang ke arah Aldo. Yang benar saja! Dengan Kasia saja belum beres. Bagaimana bisa menambah masalah dengan memberi tahu Alvin juga? “Kenapa? Jessica bukannya kamu yang bilang aku nggak boleh nutupin ini terus selamanya. Sekarang waktunya. Kamu bener. Aku nggak bisa nutupin ini selamanya. Faktanya aku adalah ayah Kasia. Dan gak ada yang bisa memungkiri kenyataan itu!”

“Jess kamu bilang apa sama Aldo?” Selena menatap sahabatnya itu. Memandang mata Jessica. Menuntut. “Aku kira bisa percaya kamu Jess.”

“Len, aku cuma bilang sama Aldo kalian nggak bisa menutupi hal ini selamanya aku cuma– Alvin!” Seketika juga ketiga orang itu menatap ke dalam satu arah. Laki-laki itu berdiri. Memandang mereka bertiga dengan pandangan yang sulit di artikan. Tangannya bergetar. Memandang kearah Selena dan adiknya secara bergantian. Tidak percaya apa yang sudah Ia dengar. Astaga!

“Kalian... bilang apa? Kas.. Kasia anak.. anak.. anak kamu Do?” Suara Alvin bergetar. Aldo terkejut mengetahui kalau sedari tadi kakaknya sedang berdiri di belakangnya. Ia meremas rambutnya. Bingung harus menjelaskan bagaimana. Pandangan Selena melemas. Astaga! Bagaimana hal ini bisa terjadi dalam satu waktu? Air mata itu kembali keluar. “Mas Alvin aku–“

“Dan kamu juga tahu hal ini Jess?”

“Alvin aku–“

“Kalian berdua ikut aku. Sekarang!”

Aldo dan Selena mengikuti Alvin menuju pool house rumah Jessica. Berkali kali menghela nafas. Menetralkan hatinya yang terkejut sekaligus. Selena sudah lemas duduk di sofa. Ia sudah pasrah sekarang. Terserah sajalah nanti bagaimana. Hanya ada mereka bertiga sekarang. Jessica masih di dalam rumah. Mungkin membujuk Kasia untuk keluar dari kamarnya. Ia tidak tahu bagaimana cara menjelaskan kepada putrinya itu. Kasia pasti marah sekali dengan dirinya saat ini. Bagaimana nanti kalau putrinya itu tidak mau bicara dengannya? Bagaimana bila putrinya itu tidak au bertemu dengannya lagi? Bisa apa dia tanpa Kasia nanti? Sepertinya Tuhan benar-benar marah kali ini padanya. Ia merasakan Aldo menggenggam tangannya. Mata mereka bertemu. Pria itu tersenyum. Sinyal untuk menenangkan dirinya. Hangat. Satu kata itu terlintas di pikirannya. Apakah sebaiknya Ia mengikuti perkataan Aldo? Apakah benar Ia harus menikah dengannya? Apakah...

Selena merasakan Alvin duduk di hadapannya. Aldo sudah melepas tangannya kali ini. Mereka berdua sama-sama gugup. Rasanya seperti duduk di sidang terdakwa dan sedang berhadapan dengan hakim. Alvin menarik nafas lagi. susah sekali untuk mengeluarkan hanya satu kata. Demi Dewa Poseidon yang menguasai lautan Ia tidak tahu harus bagaimana? “Jelasin ke aku kenapa hal ini bisa terjadi? Maksud aku... Astaga! Aku nggak tahu harus ngomong apa ke kalian. Gimana ini bisa terjadi?” Aldo dan Selena terdiam. Mereka juga tidak tahu harus mulai dari mana. ‘Hal itu’ hanya terjadi begitu saja. Tidak ada yang merencanakan. Hanya dari sebuah kesalah kecil saja bisa menjadi sebesar ini. “Maksudku... kalian bahkan nggak akrab dari dulu. Tapi kenapa... kenapa... Ya Tuhan.” Aldo menghela nafas. Mengangkat wajahnya. Menghadapi sang kakak. “Itu hanya terjadi begitu aja Mas.” Selena membeku mendengar pria itu.

This Is Our StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang