Part 5

375 15 2
                                    

"Kakak tunggu aku!" Gadis kecil itu berlari mengejar laki-laki yang ia panggil kakak.

"Ayo kejar kalau bisa hahaha" Anak lelaki itu semakin berlari kencang.

Gubrak!. Gadis mungil itu terjatuh memegangi lututnya yang berdarah. Matanya berkaca-kaca menahan sakit. Anak laki-laki itu berbalik, berlari untuk melihat gadis yang dianggap adiknya.

"Ya ampun, kamu nggak papa, Dek? Maafin kakak ya." Diusapnya pipi gadis itu yang kini basah oleh air mata.

"Kakak jangan tinggalin aku, aku takut." Kini tangisnya pecah. Tangan lelaki itu merengkuh tubuh mungilnya. Ia semakin terisak.

"Maaf, kakak janji gak akan kemana-mana. Jangan nangis lagi ya?" Gadis itu terdiam, kemudian tersenyum sangat manis.

***

Akhirnya bisa keluar dari penjara ini! Yeay!

Kak nico mengemasi pakaianku. Aku melihat keluar jendela yang berhadapan langsung dengan taman. Pikiranku melayang entah kemana, tiba-tiba terlintas mimpi aneh semalam.

Seperti gak asing dengan mimpi itu, lelaki itu, dan suara itu. Batinku.

"Mikirin apa, Dek? Atau ada yang sakit?" Suara kak nico memecah lamunanku. Aku menoleh dan tersenyum tipis.

"Akhirnya bisa keluar dari rumah sakit ini, seminggu rasanya kayak setahun" teriakku girang. Mengalihkan pertanyaan kak nico.

"Makanya jangan sakit lagi, kakak gak suka liat kamu terbaring lemah." Terdengar nada khawatir. Raut mukanya berubah sedih.

"Apaan sih kak, kok jadi mellow sih! Gantengnya ilang lho!"Godaku menaik turunkan alis, seperti yang sering dilakukan kak nico.

Aku dan kak nico berjalan menuju parkiran mobil, mama papa sudah menunggu disana. Ketika melewati ruang tunggu rumah sakit, kak nico menyapa seseorang. Karena posisiku dibelakang kak nico, aku tidak bisa melihat siapa yang ia sapa.

"Dirga! Lo ngapain disini?" Dijabatnya laki-laki itu.

"Eh nico? Apa kabar lo?" Mereka berpelukan sebentar kemudian berbincang. Aku hanya terdiam dibelakang kak nico, memainkan ponselku.

"Baik gue. Lo udah gak di Bandung? Om tante apa kabar?" Mereka asik berbincang tanpa menyadari ada orang lain selain mereka.

"Udah 3 tahun gue pindah Jakarta. Mereka baik. Lo sendirian?"

"Eh iya lupa, gue sama Asha. Lo masih inget dia kan?" Dirga terdiam.

Sepertinya ini akan lama, kak nico keterlaluan! Gak sadar adeknya dari tadi dia punggungi. Huft!

"Kak masih lama? Asha capek, ayo pulang" rengekku kemudian.

"Oh iya sorry, ini ada Dirga. Kamu inget dia, Dek?" Aku mengingat nama itu, seperti tidak asing. Aku mendekat untuk melihat siapa Dirga yang dimaksud.

"Lo? Lagi?" Kagetku. Kok dia bisa kenal kak nico. Kok mereka akrab. Kok gue ketemu dia terus. Banyak pertanyaan yang muncul dibenakku.

"Lho kamu gak kenal dia? Dia Dirga, temen masa kecil kamu waktu di Bandung" Aku menggeleng. Kak nico tampak bingung melihat reaksiku. Dirga tersenyum tipis. Sangat tipis sehingga bukan seperti senyuman.

"Gue duluan ya Nic, ntar kabar-kabar lagi. Kontak gue masih yang dulu". Dia pergi begitu saja tanpa melihatku. Aku hanya diam.

Dirga.. Dirga.. Dirga..
Siapa dia tadi, teman masa kecil? Kenapa aku gak inget.
Eh tunggu! Kalau teman masa kecil, kok dia acuh banget.
Dasar sombong! Aku berkumul dengan pikiranku sendiri.

I Can Hear Your VoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang