Part 18

272 6 0
                                    

Semalaman aku berfikir banyak hal, tentang semua yang terjadi. Bagaimana menyikapi semuanya dengan baik, dan melupakan ego dalam diri.

Gak seharusnya aku marah sama Dirga. Egois banget.

Drrtt.. drrtt..

From : Dirga
Masih marah?

To: Dirga
Gak kok.

From : Dirga
Beneran? Mau ketemu?

To: Dirga
Iya, boleh.

Kita berjalan menyusuri bibir pantai, ombak kecil seakan bermain dengan kaki. Menikmati angin yang berhembus kencang, menunggu datangnya senja yang masih terlihat malu-malu.

Kami sama-sama terdiam sejak tadi, berkumpul dengan pikiran masing-masing. Hanya suara angin dan ombak yang menggema.

"Maaf." Ucap kita bersamaan. Lalu saling menatap dan tersenyum.

"Aku yang minta maaf, beberapa hari gak ada kabar." Ia menoleh sebentar lalu tertunduk. Terlihat ada penyesalan dalam kata-katanya.

"Aku juga minta maaf, kemarin bersikap kayak gitu." Sesalku kemudian.

"Kita baikan nih!" Dirga merangkulku sambil mengacak-ngacak rambutku. Kemudian berlari.

"Dirga nyebelin!" Kejar-kejaran pun terjadi, lalu kita berbaring di atas pasir karena lelah.

"Liat deh!" Dirga menunjuk sunset tepat didepan kita.

"Indah seperti hari ini." Kita saling menatap lama, seperti tatapan kerinduan. Lalu tertawa.

Malam ini kami memilih makan malam di sebuah restoran yang berada di atap gedung. Menikmati makan malam ditemani bintang yang bertaburan.

"Dirga.."

"Ya?"

"Aku inget semuanya" Dia menatapku terkejut.

"Maksud kamu?"

"Memoriku udah kembali, aku inget kamu dan semuanya."

"Sejak kapan?" Tanyanya masih terkejut.

"Waktu terakhir kali dirumah sakit, waktu tidur aku inget semuanya. Maaf.." Kata-kataku terpotong.

"Syukurlah, aku senang mendengarnya. Maaf untuk?"

"Untuk terlalu lama mengingat semuanya, membiarkan kamu disisiku tanpa aku mengingatmu. Semuanya pasti gak mudah buat kamu, harusnya kamu melupakanku. Tapi justru tetap berada di sampingku, mengulurkan tangan membantuku. Bagaimana kalau aku gak ingat kamu? Bahkan aku bersikap buruk kemarin, aku terlalu egois. Maafin aku Dirga."

Tanpa sadar air mataku mengalir, ia menarik tanganku kemudian dia genggam. Tangan satunya mengusap air mata di pipiku. Semuanya dilakukan dengan sangat lembut, aku semakin kesal dengan diriku sendiri.

"Buktinya sekarang kamu inget aku. Ssshhh.. kamu terlalu banyak bicara sejak tadi. Sekarang makan yuk!"

Bukannya tenang, tangisku semakin pecah. Bahkan dia tidak mempermasalahkan apapun. Terbuat dari apa hatinya.

I Can Hear Your VoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang