Part 25

259 7 0
                                    

*Author POV*

Sejak kejadian dirumah sakit, Asha semakin menjauhi Dirga. Bahkan saat Dirga keluar dari rumah sakit pun ia tak datang. Tekadnya sudah bulat, ia tak mau goyah dengan gemuruh pergulatan dalam dirinya. Terlebih ia malas bertemu Florence dan mendengar kata-kata kasarnya. Sejak saat itu juga Florence rajin mengirimnya pesan singkat dengan kata-kata mengancam. Ia seakan di teror oleh wanita kasar itu. Tapi Asha tak menghiraukan, juga tak berniat membalasnya sekali pun. Namun Asha jadi pemurung, ia bahkan cenderung tertutup dan pendiam. Ia selalu mengelak jika ditanya oleh orang tuanya, ia selalu beralasan lelah dengan tugas kampusnya.

Suatu sore Asha melamun di balkon rumahnya, ia melihat ke arah langit senja. Namun pandangannya kosong, pikirannya melayang entah kemana. Sampai ia tak sadar kalau Nico sudah berdiri disebelahnya.

"Dor! Ngelamun aja." Nico menepuk bahu adiknya.

"Ih kak Nico, iseng deh!"

"Ngelamunin apa sih? Kesambet baru tau rasa." Ia menyesap secangkir kopi yang dibawanya.

"Siapa yang melamun, Asha lagi nikmatin senja kok." Bohongnya.

"Kamu paling gak bisa boong, kakak tau ada sesuatu yang kamu tutupin. Gak mau cerita?" Nico duduk di samping Asha.

"Kakak sok tau ih! Asha baik-baik aja lagi, nih liat!" Ia memamerkan mimik wajah lucunya.

"Sok imut dih! Jujur aja, kamu lagi ada masalah kan? Kakak gak suka kamu nyimpen beban sendiri, bikin penyakit tau." Nico mencubit pipi adiknya gemas.

"Kak Nicolas Dimitri yang paling ganteng, I'm okay!" Nico menatap adiknya lekat, feelingnya mengatakan sebaliknya.

"Kakak tau akhir-akhir ini kamu jadi pendiem, ini ada hubungannya sama Dirga kan? Kamu juga jarang ketemu dia, sebenarnya ada apa?"

Asha terdiam, ingin sekali ia meluapkan semua unek-uneknya. Terlebih tentang perlakuan Florence padanya, namun ia takut kakaknya akan memberi tahu Dirga. Itu hal yang paling ia takutkan, karena semua yang Florence katakan benar. Dirga harus segera menjalani operasi, jadi dia tidak boleh tahu akan hal ini.

"Dek.. Yaudah kalo kamu gak mau cerita. Tapi kapan pun kamu mau cerita, kakak selalu siap." Nico beranjak ingin meninggalkan Asha.

"Kak Nico.." Panggilan Asha menghentikan langkah Nico. Ia berbalik.

"Ya?"

"Asha bingung kak.." Ucapannya terpotong karena tangisnya pecah. Nico memeluk Asha erat, ia mengusap rambutnya lembut.

"Nangis aja, luapin semua beban kamu. Kamu gak perlu cerita sekarang, kakak ngerti." Asha menangis dalam dekapan Nico.

Nico menggendong Asha ala bridal style, ia tertidur setelah puas menangis. Diusapnya pipi Asha lembut, ia sangat menyayangi adik satu-satunya itu. Nico tahu benar bagaimana menderitanya Asha dengan penyakit yang ia derita. Sejak kecelakaan itu terjadi, Nico berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia akan menjaga adiknya sepenuh hati. Akan melakukan apapun demi kebahagiaan Asha.

***

"Heh bengong aja!" Mia menghampiri sahabatnya.

"Elo Mi." Jawabnya ogah-ogahan.

"Lo kenapa sih, lemes gitu. Florence neror lo lagi?" Mia memang tahu semuanya.

"Gak, belum untuk hari ini." Jawabnya asal, tapi memang benar Florence meneror Asha lewat sms hampir setiap hari.

"Gila ya tuh cewek, cantik-cantik kelakuan minus! Lo mau sampai kapan diem aja?" Mia kesal, karena sahabatnya jadi seperti ini.

I Can Hear Your VoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang