Makan malam berjalan lancar, kami semua masih berbincang diruang keluarga. Mereka lebih banyak membahas masalah bisnis yang aku tak mengerti. Disini hanya aku yang diam, sesekali ikut tertawa agar tidak terlalu kaku.
"Ma-maaf semuanya, Asha boleh pamit keluar sebentar? Mau nyari udara segar hehe" selaku sedikit ragu, takut mereka tersinggung.
"Oh iya kalian pasti bosan ya? Kalian boleh pergi" om Wijaya yang menjawab. Mempersilahkan aku, dengan senyum mengembang.
"Ka-kalian?" Tanyaku ragu.
"Iya kalian, Asha dan Dirga. Sepertinya kalian perlu lebih akrab lagi. Gak papa kan cantik?" Kali ini tante Mirna menjawab kebingunganku.
Hah? Aku dan Dirga?
Mana mungkin! Males banget ngobrol sama laki-laki dingin seperti dia. Tapi gak enak sama om Wijaya dan tante Mirna."Sayang kenapa bengong?" Papa mengagetkanku.
"O-oh i-iya. Ayok kita ke taman, umm.. Dirga." Ucapku terbata.
Udara malam ini sedikit dingin, tapi tak terasa ketika melihat bintang yang bertaburan sangat indah. Bintang adalah hal kedua yang aku suka, setelah senja tentunya. Memang sedikit bertolak belakang. Bintang yang bercaya, dengan senja yang terkesan sendu.
Aku dan Dirga berjalan ditaman belakang. Tak ada sepatah katapun yang keluar dari kami. Hanya suara serangga malam dan langkah kaki kita berdua. Kita sibuk dengan pikiran masing-masing.
Haish, canggung banget. Masak aku yang duluan ngajak ngobrol? Males banget! Batin Asha.
Nanya apa ya? Kabar? Basa-basi banget. Toh dia juga gak inget sama aku. Batin Dirga.
"Lo udah sembuh?" Tanya kita bersamaan. Saling menoleh dan tersenyum kikuk.
"Lo dulu" aku mengalah.
"Ladies first" jawabnya singkat.
"Oh, oke. Gue seperti yang lo lihat, udah sehat. Kelewat sehat malah. Lo?" cerocosku padanya.
"Sama."
Gitu doang? Bener-bener nih cowok.
Gue jawab panjang lebar dia jawab gitu doang? Huft!"Btw, kita dulu beneran tetangga? Kok gue gak inget ya" aku memecah keheningan. Dia menatapku sebentar, mengangguk lalu menatap kearah lain.
Sedikitpun kamu gak inget sama aku, Sha. Batin Dirga.
"Oh iya, lo sakit? Kita dirawat dirumah sakit yang sama kan?" Tanyaku lagi. Aku benci suasana hening.
"Cuman check up biasa" jawabnya datar.
"Oh"
***
Sehari setelah acara makan malam itu, papa mama membahas masalah perjodohan. Aku kaget dan merasa kesal, karena mereka tidak berunding dulu denganku. Toh ini menyangkut masa depanku. Tapi orang tuaku begitu dekat dengan keluarga om Wijaya, aku terlalu takut untuk menolaknya. Dan yang mengejutkan mereka bilang waktu kecil aku selalu ingin menjadi pengantin wanita untuk Dirga.
Mana mungkin! Apa kita sedekat itu dulu? Kenapa aku gak inget apapun tentang Dirga. Hanya suaranya yang terdengar sangat familiar. Suara itu..
"Ah!" Aku berteriak memegangi kepalaku. Sangat sakit saat mencoba mengingat masa lalu. Ada beberapa potongan kenangan yang muncul. Dan itu makin membuatku mengerang kesakitan. Kemudian aku jatuh pingsan.
"Pak Dimitri, sepertinya setelah beberapa tahun lalu Asha koma, dia kehilangan beberapa memori. Mungkin memori masa kecil. Saya sarankan jangan dipaksa untuk mengingat trauma masa lalunya. Karna itu akan fatal untuk kesehatan hatinya. Kita harus menjaga emosinya agar tetap stabil" Jelas dokter Rian pada papa.
"Gimana ini Pa, anak kita akan baik-baik aja kan?" Mama terisak dipelukan papa.
"Pantesan Asha lupa sama Dirga. Kemarin waktu ketemu, Asha sama sekali gak kenal siapa Dirga, Pa. Aku juga heran waktu itu." Kak nico membenarkan ucapan dokter Rian.
Mereka sepakat untuk menyembunyikan masa lalu Asha. Ini semua untuk menghindari hal buruk terjadi. Kesehatan Asha lebih penting dari apapun.
"Kak, besar nanti aku mau nikah sama kakak!" Ucap gadis itu malu-malu.
"Kalau kakak gak mau gimana? Abis kamu nakal dek" goda anak laki-laki itu.
"Harus mau! Kalau gak, aku akan marah. Dan gak mau ketemu kakak lagi" ancamnya.
"Oke-oke kakak mau. Tapi jangan ngambek lagi ya?"
"Janji?"
"Janji."
Aku terbangun dengan nafas terengah-engah. Aku melihat jam, pukul 2 pagi.
Mimpi aneh itu lagi. Mereka sebenarnya siapa? Lagi-lagi suara itu sangat familiar.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Can Hear Your Voice
Teen FictionNatasha Dimitri (22) Nicolas Dimitri (25) Dirgantara Wijaya (23)