Udara sisa hujan semalam masih terasa dingin, tetesan air hujan masih terlihat di pepohonan. Pukul 06.00 pagi, dan aku masih bergelung dalam selimut. Enggan beranjak dari nyamannya tempat tidur. Tidurku terganggu dengan panggilan kak Nico.
"Dek bangun, ayo siap-siap. Papa mama udah nunggu" dia duduk disamping tempat tidurku. Aku menggeliat, kak nico menarik selimutku.
"Hmm 5 menit"
"Gak ada! Yang ada kita telat, ayo buruan!" Ditariknya kedua tanganku, akhirnya aku pasrah dan duduk dipinggiran tempat tidur.
"Mau kemana sih pagi-pagi begini? Asha ngantuk kak." Tanyaku dengan suara serak, khas bangun tidur.
"Kamu lupa? Dasar pikun! Kita harus ke bandara sekarang, Dek. Kakak tunggu 30 menit, kamu harus udah siap" kak nico berdiri akan meninggalkan kamarku.
"What? 30 menit doang? Mana cukup kak!" Teriakku. Kak nico menjawabku dengan hanya kerlingan sebelah matanya. Awas kamu kak!
Pukul 08.15 aku dan kak Nico sudah ada di Bandara, mengantar papa mama yang akan ke Australia selama seminggu. Berkunjung kerumah oma dan sanak keluarga lainnya. Aku terpaksa tidak bisa ikut karena kuliah, dan kak Nico sibuk pekerjaannya.
"Nico, jaga adek kamu. Ingetin jangan lupa makan dan minum obat. Jangan kecapekan juga, jaga kesehatan" pesan papa, menepuk pundak kak Nico.
"Baik Pa, Nico pasti jaga Asha. Papa mama baik-baik disana dan cepet pulang" kak Nico meyakinkan papa.
"Sayang, mama tinggal sebentar ya? Kamu dijaga kak Nico, jangan bandel lho!" Mama memelukku. Diusapnya kedua pipiku, lalu diciumnya bergantian.
"Siap mamaku yang cantik! Salam buat oma opa ya? Dan jangan lupa oleh-oleh." Ucapku dengan wajah lucu.
***
"Halo Mi, nginep dong! Bokap nyokap lagi pergi nih. Gue bosen sendirian" rengekku pada Mia ditelepon.
"Yah sorry Sha, gue lagi di Surabaya. Baru berangkat semalem. Kak Nico ada kan?" Sesal Mia.
"Huft.. Kak Nico sibuk! Yaudah deh gue jalan-jalan aja kali ya"
"Sama siapa? Jangan sendirian! Telpon Tata atau Via gih!"
"Mereka juga ada acara, Mi. Gue sendiri gak papa kok, paling ke toko buku."
"Yaudah lo ati-ati. Sorry gue gak bisa nemenin"
"Oke. Muah!"
Akhirnya aku disini, toko buku langgananku. Menyibukkan diri dengan setumpuk buku-buku. Tempat ini lebih nyaman dibandingkan mall, aku tidak terlalu suka keramaian.
Kusisiri tiap rak buku, mencari beberapa buku yang akan aku baca. Aku berjalan menuju tempat duduk dipojok ruangan. Kemudian memesan secangkir cappuccino, untuk menemani aku membaca buku.
Belum ada satu jam membaca, aku merasa pusing dan mual. Buru-buru berlari ke kamar mandi. Kumuntahkan semua isi perut, tiba-tiba ada bercak darah.
Kumohon jangan sekarang, waktunya gak tepat.
Setelah kembali ketempat duduk, aku mencoba menghubungi kak Nico. Beberapa kali, nihil. Mailbox. Dan cerobohnya aku lupa membawa obatku. Keringat dingin keluar membasahi keningku. Hingga beberapa menit kemudian semuanya gelap.
***
Dirga sangat panik. Terkejut dengan apa yang barusan terjadi. Ia bertemu Asha ditoko buku, dan dia pingsan. Buru-buru ia larikan kerumah sakit, memberikan pertolongan secepat mungkin. Ia mengambil ponsel Asha, menelpon kerumahnya. Tapi sayang orang tuanya sedang ke Australia. Tidak mungkin dia menelpon om Dimitri, yang ada mereka akan khawatir.
Ah Nico! Ia menghubungi Nico, tapi ponselnya mati. Sial! Dia terpaksa menemui dokter, sebagai wakil dari keluarganya.
"Bagaimana keadaan Asha, dok?" Tanya Nico, saat dokter keluar dari ruang iccu.
"Untung kamu cepat membawanya kesini. Asha drop, mungkin kelelahan. Atau dia memaksa mengingat masa lalunya. Itu hal yang paling harus ia hindari. Tapi jangan khawatir, masa kritisnya sudah berlalu. Asha harus banyak istirahat, setelah ini saya akan melakukan cuci darah" terang dokter Rian.
"Masa lalu? Kenapa bisa? Dan cuci darah, Asha sakit apa memang, dok?" Banyak sekali hal yang Dirga ingin tahu.
"Sejak usia 15 tahun ia mengidap penyakit gangguan pada hati, akibat kecelakaan yang ia alami. Sejak saat itu Asha harus minum obat-obatan, rutin check up, dan tak jarang cuci darah. Dan tentang masa lalu, sejak kecelakaan itu ia mengalami trauma yang cukup besar. Beberapa tahun lalu Asha collapse dan koma selama hampir satu bulan. Setelah ia sadar, ia kehilangan beberapa memori dimasa kecilnya. Trauma kecelakaan itu, dan juga memori sebelumnya. Jadi jika Asha memaksa mengingat trauma itu, akan membahayakan jiwanya. Sebisa mungkin jangan ingatkan apapun tentang masa lalunya, untuk menjaga emosinya tetap stabil." Dokter Rian menjelaskan panjang lebar.
Duar! Seperti disambar petir disiang bolong. Dirga sangat terkejut mendengar penjelasan dokter Rian. Dirga terdiam begitu lama, mencerna tiap kata, dan mencoba mempercayainya. Jadi kecelakaan waktu itu membuatnya seperti ini.
Asha, maafin aku. Kamu begini pasti gara-gara aku. Gak papa kamu lupa sama aku, sama semua kenangan kita, tapi aku mohon kamu sembuh. Maafin kakak, kakak gak bisa jaga kamu dek.
Tanpa sadar air mata mengalir dipipi Dirga. Ia menyesali apa yang dilakukannya dulu. Merutuki diri karena sempat marah ketika tahu Asha tak mengingatnya. Menyalahkan dirinya, karena semoat acuh dan bersikap dingin kepada Asha. Ia sangat terpukul melihat perempuan yang dia sayangi terbaring lemah.
Kakak janji dek, mulai saat ini kakak bakalan jaga kamu. Memastikan kamu sehat dan bahagia. Kalau kamu kenapa-napa, kakak gak akan maafin diri kakak sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Can Hear Your Voice
Teen FictionNatasha Dimitri (22) Nicolas Dimitri (25) Dirgantara Wijaya (23)